
Aksi Massal Menolak Pembangunan IPLT di TPA Sumompo
Warga yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Manado Utara serta Lembaga Adat Masyarakat Bantik Buha melakukan aksi unjuk rasa di depan Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sumompo, Kelurahan Sumompo, Kecamatan Tuminting, kota Manado, Provinsi Sulawesi Utara. Aksi ini berlangsung pada Selasa (23/9/2025), dengan menyuarakan penolakan terhadap pembangunan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) di sekitar kawasan TPA.
Mereka menuntut pemerintah untuk segera menutup TPA Sumompo dan memindahkan lokasinya ke tempat yang lebih layak. Empat tuntutan utama yang disampaikan dalam aksi ini antara lain:
- Menolak pembangunan IPLT di area yang dekat dengan permukiman warga.
- Memindahkan TPA Sumompo ke lokasi lain yang tidak mengganggu masyarakat.
- Membuat ruang terbuka hijau sesuai janji pemerintah.
- Mengaktifkan kembali pasar Buha.
Pandangan Ahli Terkait Pembangunan IPLT
Dr. Eng. Ir. Pingkan Peggy Egam, MT, IPM, dosen Teknik Arsitektur dari Universitas Sam Ratulangi (Unsrat), turut memberikan komentar terkait isu ini. Menurutnya, perlu dilihat dari beberapa pendekatan seperti regulasi, kemampuan lahan, lingkungan termasuk kesehatan, serta aspek sosial.
Pingkan menjelaskan bahwa TPA Sumompo sudah over capacity, dan pemerintah Kota Manado pernah mendapat sangsi dari kementerian karena penggunaan sistem open dumping. Salah satu solusi yang diambil adalah pembangunan IPLT di Sumompo. Namun, ia menilai bahwa proses ini harus diiringi dengan sosialisasi maksimal kepada masyarakat.
Pentingnya Sosialisasi dan Partisipasi Masyarakat
Pemerintah perlu menyosialisasikan tujuan dan manfaat pembangunan IPLT, termasuk dampak positif terhadap kesehatan masyarakat, keberlanjutan lingkungan, dan kualitas hidup. Konsistensi program juga menjadi faktor penting agar kepercayaan masyarakat tetap stabil.
Partisipasi masyarakat, khususnya yang tinggal di sekitar TPA, sangat diperlukan dalam perencanaan program. Dalam tahap sosialisasi, semua masalah yang dihadapi pemerintah perlu dipublikasikan secara terbuka, sehingga kesadaran dan apresiasi masyarakat bisa terbangun.
Jika komunikasi tidak efektif, maka distorsi pesan akan terjadi dan berdampak negatif. Fakta di lapangan menunjukkan adanya penolakan dari sebagian masyarakat terkait IPLT, bahkan ada tindakan pemblokiran truk sampah.
Penolakan Perlu Dilihat Secara Positif
Pingkan menilai bahwa penolakan masyarakat perlu dilihat secara positif sebagai upaya mencari solusi terbaik. Kajian teknis yang dilakukan pemerintah perlu disampaikan secara transparan, agar terjadi pencerahan baik dari sisi masyarakat maupun pemerintah.
Penting untuk meminimalisir dampak negatif yang muncul akibat penolakan tersebut. Ia menyarankan pemerintah, tokoh agama, pemimpin masyarakat adat, dan kelompok sosial untuk berdiskusi secara terbuka, sehingga dapat ditemukan solusi yang terbaik.
Sejarah TPA Sumompo
TPA Sumompo dibangun sejak tahun 1972 dan menjadi yang tertua di Kota Manado. Lokasinya berada di Buha dan Sumompo, dengan luas awal hanya 6 hektar. Namun, seiring perkembangan populasi dan aktivitas, luas TPA kini mencapai 13,699 hektar.
Awalnya, TPA Sumompo berupa jurang yang hanya menampung sekitar 5-6 ton sampah per hari. Saat ini, kapasitasnya meningkat menjadi lebih dari 350-400 ton per hari. Jurang yang dulunya curam kini berubah menjadi gunung sampah, bahkan area sampah telah melebar hingga ke halaman pemukiman warga.
Pemerintah Kota Manado sejak tahun 2019 sudah membicarakan rencana penutupan TPA Sumompo, namun hingga saat ini belum dilaksanakan. Justru, pemerintah justru menambah beban masyarakat dengan membangun IPLT.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!