Apa Itu Solusi Dua Negara di Palestina-Israel?

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Dukungan Indonesia terhadap Solusi Dua Negara dalam Konflik Palestina-Israel

Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, menyatakan dukungan penuh negaranya terhadap solusi dua negara sebagai jalan keluar dari konflik di Gaza. Menurutnya, perdamaian yang nyata hanya akan tercapai jika hak-hak Palestina dan keamanan Israel diakui serta dijamin oleh komunitas internasional.

“Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus mengakui, menghormati, dan menjamin keselamatan dan keamanan Israel,” ujarnya dalam Sidang Majelis Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, Selasa (23/9/2025). Ia menegaskan bahwa satu-satunya solusi yang dapat menciptakan perdamaian adalah solusi dua negara.

Selama puluhan tahun, konflik antara Palestina dan Israel telah menjadi isu global yang terus dibahas. Meski solusi dua negara sering digaungkan oleh komunitas internasional, hingga kini belum terwujud.

Apa Itu Solusi Dua Negara?

Secara sederhana, solusi dua negara merujuk pada kemungkinan Israel dan Palestina saling mengakui kemerdekaan masing-masing dan hidup berdampingan sebagai dua negara yang independen. Solusi ini dikenal sebagai formula perdamaian yang didukung secara internasional antara kedua pihak.

Gagasan ini mengusulkan pembentukan negara Palestina yang hidup berdampingan dengan Israel di wilayah Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur. Namun, realisasi ide ini terus terhambat oleh beberapa faktor seperti pembangunan permukiman Yahudi di Tepi Barat, perbedaan sikap terhadap perbatasan, status Yerusalem, hingga nasib jutaan pengungsi Palestina.

Konsep ini bermula dari konflik sejak era mandat Inggris di Palestina, ketika orang-orang Yahudi mulai bermigrasi untuk mencari tanah air. Pada 1947, PBB mengusulkan pembagian wilayah menjadi negara Arab dan Yahudi. Israel menerima rencana tersebut, sementara pihak Arab menolak.

Setelah Israel berdiri pada 1948, perang pecah dan ratusan ribu warga Palestina terpaksa mengungsi. Israel berdiri sebagai negara merdeka, sedangkan Palestina tidak. Tepi Barat jatuh ke tangan Yordania, sedangkan Gaza dikuasai Mesir.

Sejarah Perjuangan Palestina

Organisasi Pembebasan Palestina (PLO) lahir pada 1964 untuk memperjuangkan penentuan nasib Palestina. Seiring waktu, PLO menjadi payung utama bagi perlawanan Palestina. Pada 1967, perang Enam Hari meletus. Israel merebut Tepi Barat, Gaza, dan Yerusalem Timur.

Dari sinilah muncul prinsip “tanah ditukar perdamaian”, yang menjadi dasar bagi negosiasi dengan negara-negara Arab dan Palestina. Sejak itu, sebagian besar wilayah yang diharapkan menjadi negara Palestina berada di bawah kendali Israel.

Harapan besar perdamaian sempat muncul lewat Kesepakatan Oslo 1993, yang ditandatangani oleh Ketua PLO saat itu, Yasser Arafat, dan Perdana Menteri Israel saat itu, Yitzhak Rabin. Perjanjian ini membuka jalan bagi pembentukan Otoritas Palestina. Namun, kekerasan dari kedua pihak, pembunuhan Rabin, dan kegagalan negosiasi Camp David tahun 2000 membuat proses perdamaian runtuh.

Tantangan dalam Realisasi Solusi Dua Negara

Para pendukung solusi dua negara membayangkan Palestina berdiri di Tepi Barat dan Gaza, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kota. Rancangan seperti Perjanjian Jenewa pernah diajukan, termasuk kompromi pembagian wilayah dan pemindahan permukiman. Namun, kenyataan di lapangan semakin jauh dari harapan.

Jumlah pemukim Israel di Tepi Barat melonjak dari 250.000 pada 1993 menjadi lebih dari 700.000 pada 2023. Israel juga membangun tembok pemisah, yang oleh warga Palestina disebut sebagai perampasan tanah. Pemerintahan Israel kini didominasi kelompok sayap kanan yang menolak gagasan negara Palestina.

Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa kendali keamanan harus tetap berada di tangan Israel. Di sisi lain, Palestina juga terpecah. Hamas merebut Gaza pada 2007 dari Otoritas Palestina, dan sejak itu perang berulang kali meletus.

Upaya Kembali ke Jalur Perdamaian

Upaya baru datang dari Amerika Serikat pada 2021. Di bawah pemerintahan Joe Biden, AS mencoba memperbaiki hubungan dengan Palestina, termasuk memulihkan bantuan dan menjanjikan pembukaan kembali kantor PLO di Washington. Namun, hal tersebut tidak berpengaruh secara signifikan bagi kedua belah pihak.

Serangan Hamas pada 7 Oktober 2023 ke Israel selatan kembali memicu perang besar di Gaza yang masih berlangsung hingga kini. Serangan Israel ke Gaza bahkan dilaporkan telah menyebabkan 65.000 kematian.

Hingga kini, sebagian komunitas Internasional masih terus mendorong terwujudnya solusi dua negara dengan harapan menyudahi konflik Palestina-Israel.