Danantara dan Utopia Anggaran Nol Defisit

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Visi Presiden Prabowo untuk Anggaran Berimbang

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam pidatonya di Sidang Tahunan MPR dan DPR pada 15 Agustus 2025 menyampaikan visinya bahwa Indonesia akan mampu mencapai anggaran berimbang (balanced budget) pada tahun 2027 atau 2028. Pernyataan ini mendapat dukungan hangat dari para anggota legislatif, yang menunjukkan apresiasi terhadap langkah strategis pemerintah dalam mengelola keuangan negara.

Namun, yang paling menarik dari rencana tersebut adalah peran dividen BUMN melalui Danantara. Dengan jumlah yang hampir sama dengan proyeksi defisit anggaran nasional, hal ini menunjukkan bahwa peningkatan dividen BUMN menjadi kunci utama dalam mencapai anggaran berimbang. Artinya, Danantara akan menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan apakah APBN Indonesia pada tahun 2027 dan 2028 akan tetap defisit atau berubah menjadi berimbang.

Target Dividen BUMN dan Perhitungan yang Disampaikan

Presiden Jokowi mengusulkan agar BUMN meningkatkan setoran dividen secara ambisius, yaitu sebesar US$50 miliar per tahun. Rasio pengembalian aset (Return On Asset/ROA) menjadi dasar pencapaian target tersebut. Lebih lanjut, ia menyebutkan bahwa target dividen BUMN pada 2025 diproyeksikan sebesar Rp300 triliun, dengan Rp200 triliun di antaranya dikelola melalui Danantara. Sementara sisanya tetap dikembalikan ke BUMN sebagai modal kerja.

Dari data yang tersedia, US$50 miliar setara dengan sekitar Rp825 triliun, dengan asumsi kurs US$1 = Rp16.500. Jika defisit APBN dipertahankan dengan pertumbuhan ekonomi moderat, maka proyeksi defisit pada 2027 sekitar Rp700 triliun dan pada 2028 mendekati Rp800 triliun. Dengan demikian, APBN akan surplus dan berimbang. Namun, perhitungan ini membutuhkan realisasi yang sangat tinggi dari dividen BUMN.

Realitas Historis Dividen BUMN

Berdasarkan data historis selama lima tahun terakhir, setoran dividen BUMN tidak menunjukkan tren yang konsisten. Pada 2020, setoran dividen mencapai Rp43,9 triliun, kemudian turun menjadi Rp29,5 triliun pada 2021, lalu naik menjadi Rp39,7 triliun pada 2022. Tahun 2023 mencatat lonjakan besar dengan realisasi dividen sebesar Rp82,1 triliun, dua kali lipat dari tahun sebelumnya. Pada 2024, dividen mencapai sekitar Rp85 triliun, dan pada 2025 ditargetkan menjadi Rp90 triliun.

Secara akumulatif, total setoran dan usulan dividen dari 2020 hingga 2024 mencapai sekitar Rp279,7 triliun. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan harapan presiden, terlebih jika disandingkan dengan PMN yang diberikan kepada BUMN. Pemerintah telah memberikan PMN sebesar Rp75,94 triliun pada 2020, turun menjadi Rp52 triliun pada 2021, dan kembali naik pada 2023 dan 2024.

Jika diasumsikan pertumbuhan dividen BUMN sebesar 10% per tahun dari baseline tahun 2025, maka angka Rp900 triliun baru akan tercapai pada 2075. Hal ini menunjukkan bahwa target US$50 miliar sangat tidak realistis dalam jangka dekat maupun jangka panjang.

Fungsi Danantara dan Keterbatasan Investasi

Danantara bukanlah "mesin fiskal" utama pemerintah. Meskipun merupakan hasil engineering institusi yang cerdas, Danantara masih dalam proses pengembangan. Selain itu, Danantara tidak dirancang untuk menghasilkan untung seperti Norges Bank Investment Management (NBIM), pengelola dana The Government Pension Fund Global (GPFG).

Beberapa keterbatasan Danantara antara lain:
- Danantara belum memiliki dana dari kelebihan devisa ekspor Indonesia.
- Aset BUMN Indonesia tidak liquid, sehingga sulit untuk langsung menanam modal di pasar uang atau saham.
- Danantara adalah sovereign wealth fund yang fokus pada investasi strategis, bukan hanya untuk keuntungan instan.

Investasi yang dilakukan oleh Danantara, seperti di sektor baterai kendaraan listrik, cenderung bersifat jangka panjang dan tidak langsung menghasilkan keuntungan cepat. Dengan demikian, proyeksi penerimaan negara dari dividen BUMN sebesar US$50 miliar masih akan menjadi narasi manis dalam beberapa dekade ke depan.