Ekspor Minyak Irak Terganggu, Harga Minyak Dunia Naik

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Harga Minyak Dunia Naik Akibat Tertundanya Ekspor Kurdistan Irak

Harga minyak dunia mengalami kenaikan pada hari Rabu (24/9/2025), setelah terjadi penundaan dalam kesepakatan ekspor minyak dari wilayah Kurdistan Irak. Kesepakatan tersebut awalnya diharapkan dapat meningkatkan pasokan minyak global, tetapi ketidakpastian dalam prosesnya justru memicu kenaikan harga.

Menurut laporan yang diterbitkan oleh Reuters, harga minyak berjangka jenis Brent naik sebesar 1,6% atau US$1,06 menjadi US$67,63 per barel. Sementara itu, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) Amerika Serikat juga mengalami kenaikan sebesar 1,8% atau US$1,13 menjadi US$63,41 per barel. Kenaikan ini terjadi setelah harga minyak sempat melemah selama empat hari berturut-turut dengan penurunan total sekitar 3%.

Ekspor minyak melalui pipa dari Kurdistan Irak ke Turki belum juga bisa dilanjutkan meskipun ada harapan awal tercapainya kesepakatan. Dua produsen utama meminta jaminan pembayaran utang sebelum ekspor sekitar 230.000 barel per hari dilanjutkan ke pasar global. Ekspor ini telah terhenti sejak Maret 2023.

Phil Flynn, analis senior dari Price Futures Group, menjelaskan bahwa situasi ini menunjukkan bahwa tidak semua harapan akan terwujud sebelum ekspor benar-benar dimulai. Pasar sempat turun setelah muncul laporan tentang kesepakatan, tetapi batalnya kesepakatan justru membuat pasokan lebih sedikit.

Secara keseluruhan, pasar minyak global masih menghadapi tekanan akibat potensi kelebihan pasokan dan permintaan yang melemah. Hal ini dipengaruhi oleh adopsi kendaraan listrik yang semakin tinggi serta tekanan ekonomi dari tarif AS.

Badan Energi Internasional (IEA) dalam laporan bulannya menyebutkan bahwa pasokan minyak dunia diperkirakan akan meningkat lebih cepat pada tahun ini. Surplus pasokan kemungkinan akan melebar pada 2026 seiring dengan meningkatnya produksi dari anggota OPEC+ dan produsen lainnya di luar kelompok tersebut.

Namun, beberapa risiko masih mengancam pasar minyak. Pelaku pasar saat ini sedang memperhatikan rencana Uni Eropa untuk memperketat sanksi terhadap ekspor minyak Rusia. Selain itu, potensi eskalasi ketegangan geopolitik di Timur Tengah juga menjadi perhatian.

Giovanni Staunovo, analis dari UBS, menyatakan bahwa faktor pendukung harga saat ini adalah stok minyak yang rendah di negara-negara OECD. Namun, dia juga mengatakan bahwa ekspor minyak mentah yang lebih tinggi dari OPEC+ serta ketiadaan sanksi baru untuk ekspor minyak Rusia menjadi hambatan bagi harga.

Di sisi lain, persediaan minyak mentah AS diperkirakan akan meningkat pada pekan lalu, meskipun stok bensin dan distilat kemungkinan akan menurun. Menurut survei awal dari Reuters, pasar kini menunggu data resmi stok mingguan dari American Petroleum Institute (API).

Flynn menambahkan bahwa pasar akan sangat memperhatikan stok distilat, yang menjadi titik lemah pasar. Ia menjelaskan bahwa kenaikan stok distilat dapat meredakan kekhawatiran terkait pasokan Rusia, terutama setelah infrastruktur minyak negara tersebut kembali diserang.

Militer Ukrainia dilaporkan menyerang dua fasilitas distribusi minyak Rusia di wilayah Bryansk dan Samara pada Selasa dini hari. Sementara itu, Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dijadwalkan bertemu dengan Presiden AS Donald Trump di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk kembali mendesak pemberlakuan sanksi baru terhadap Rusia, guna memperkuat dukungan AS terhadap upaya perang Kyiv.