
Emosi dan Kebiasaan Berbelanja yang Tidak Terkendali
Terkadang, saat kita sedang merasa tidak baik seperti sedih, kecewa, marah atau bahkan bosan, keinginan untuk berbelanja justru menjadi cara untuk menghibur diri. Aktivitas belanja tidak hanya sekadar membeli barang dan membayar dengan uang. Ada perasaan yang terkait dengan aktivitas ini, mulai dari rasa senang hingga sedih.
Dengan kemajuan teknologi, berbelanja kini sangat mudah dilakukan hanya dengan membuka aplikasi dan menggulir layar. Namun, ada alasan psikologis di balik keinginan untuk berbelanja meskipun barang yang dibeli tidak benar-benar diperlukan. Misalnya, ketika seseorang merasa lebih tenang setelah berbelanja, itu bisa disebabkan oleh pengaruh emosional yang kuat.
Kebiasaan berbelanja karena dorongan emosi dapat menyebabkan beberapa masalah. Selain menghabiskan uang secara percuma, barang yang dibeli sering kali tidak digunakan dan akhirnya menjadi sampah. Hal ini juga berdampak pada lingkungan, karena semakin banyak sampah yang dihasilkan.
Apa Itu Emotional Spending?
Emotional spending adalah kebiasaan berbelanja yang didorong oleh emosi, bukan kebutuhan nyata. Menurut situs Verywellmind, ketika seseorang membeli sesuatu karena dorongan emosi, mereka cenderung kesulitan berpikir jernih. Akibatnya, sulit untuk menilai apakah barang tersebut benar-benar diperlukan atau tidak.
Beberapa contoh emosi yang mendorong emotional spending antara lain: sedih, cemburu, iri, khawatir, dan bosan. Emosi negatif seperti depresi, rasa tidak mampu mengendalikan hidup, stres, atau ingin mengisolasi diri juga bisa menjadi pemicu.
Secara ilmiah, berbelanja dapat meningkatkan pelepasan hormon dopamin, yang membuat seseorang merasa bahagia dan tenang. Meski emotional spending tidak selalu buruk, jika dilakukan terus-menerus, akan memberikan efek jangka pendek saja dan bisa menyebabkan masalah finansial serta lingkungan.
Penyebab Emotional Spending
Emosi negatif yang tidak sadar sering menjadi penyebab emotional spending. Emosi seperti sedih, cemburu, iri, khawatir, dan bosan bisa memicu seseorang untuk berbelanja sebagai cara mengatasi perasaan tersebut. Selain itu, perasaan seperti depresi, rasa tidak mampu mengontrol hidup, stres, atau ingin mengisolasi diri juga bisa menjadi pemicu.
Jika seseorang tidak mampu mengenali dan mengelola emosi tersebut, maka kebiasaan berbelanja akan menjadi cara untuk mengalihkan perasaan negatif. Ini bisa menjadi siklus yang sulit dihentikan tanpa kesadaran dan usaha yang tepat.
Cara Menghindari Emotional Spending
Menghentikan kebiasaan berbelanja karena emosi tidak mudah, tetapi ada beberapa langkah yang bisa dilakukan:
1. Kenali Pemicu Emosi
Sebelum memutuskan untuk membeli barang, tanyakan pada diri sendiri bagaimana perasaanmu saat ini. Jangan hanya bertanya apakah barang itu berguna, tetapi juga tanyakan apakah kamu ingin berbelanja untuk menghilangkan perasaan tidak enak yang sedang kamu alami.
2. Buat Anggaran untuk Emotional Spending
Belanja bisa menjadi aktivitas yang menyenangkan. Oleh karena itu, tidak salah jika mengatur anggaran khusus untuk emotional spending sebagai bentuk self-reward. Dengan begitu, kamu tetap bisa menikmati kegiatan berbelanja tanpa harus mengorbankan keuangan dan lingkungan.
3. Latih Kesadaran Diri
Latih kesadaran diri agar kamu bisa mengenali emosi sejak dini. Ketika kamu sudah memahami emosi yang muncul, kamu bisa mencari alternatif lain untuk mengatasinya, seperti berbicara dengan teman, meditasi, atau melakukan aktivitas yang menyenangkan.
Dengan memahami emotional spending, kita bisa lebih bijak dalam berbelanja dan mengendalikan emosi. Efeknya tidak hanya terhadap diri sendiri, seperti kondisi keuangan, tetapi juga terhadap lingkungan. Dengan demikian, kita bisa menghindari pemborosan dan menjaga keberlanjutan lingkungan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!