
Penelitian Mengungkap Kebiasaan Pelabelan yang Salah pada Daging Hiu
Bayangkan kamu memutuskan untuk memasak daging hiu untuk makan malam. Mungkin kamu membelinya di pasar atau memesannya secara online. Namun, tahukah kamu bahwa daging itu bisa saja berasal dari hiu yang sudah nyaris punah—dan kita tidak akan tahu bedanya?
Ini adalah temuan mengejutkan dari sebuah studi baru yang diterbitkan di jurnal Frontiers in Marine Science. Penelitian tersebut menunjukkan bahwa daging hiu yang dijual di toko-toko dan pasar di Amerika Serikat dan juga tempat lain di dunia sering kali salah label, sehingga membuka celah bagi perdagangan spesies yang sebenarnya terancam punah.
Studi DNA Ungkap Realita Perdagangan Gelap
Studi ini dilakukan oleh dua ahli ekologi laut, Savannah Ryburn dan John Bruno dari University of North Carolina at Chapel Hill, bersama para mahasiswanya. Mereka mengumpulkan 29 sampel daging hiu dari empat wilayah di AS: North Carolina, Florida, Georgia, dan Washington DC.
Hasilnya mengejutkan: 29 sampel tersebut berasal dari 11 spesies hiu berbeda. Lebih mengejutkan lagi, tiga di antaranya—scalloped hammerhead, great hammerhead, dan tope shark—terdaftar sebagai Kritis Terancam Punah oleh IUCN (International Union for Conservation of Nature). Status ini hanya satu tingkat di bawah kepunahan di alam liar.
Yang lebih memprihatinkan, sebagian besar daging tersebut dijual dengan label umum seperti “shark” atau “mako shark”, tanpa menyebutkan spesiesnya. Hanya satu dari 29 sampel yang diberi label dengan benar. Bahkan ada satu sampel yang secara eksplisit salah label, mengklaim sebagai spesies lain.
Ancaman Tak Hanya ke Hiu, Tapi Juga Manusia
Pengumpulan sampel dilakukan dari pasar makanan laut, toko bahan makanan, hingga penjual daring yang menawarkan produk seperti dendeng hiu (shark jerky). Salah satu kisah menarik datang dari seorang mahasiswa yang tidak melihat hiu dijual secara terang-terangan, tapi saat ditanya, penjaga toko langsung keluar membawa satu ekor hiu utuh, lalu berkata, “Saya bisa potongkan satu bagian untukmu.”
Daging-daging itu lalu dianalisis menggunakan tes DNA untuk mengidentifikasi spesies. Temuan bahwa begitu banyak spesies terancam punah ditemukan dalam sampel yang relatif kecil disebut “sangat mengkhawatirkan” oleh Ryburn.
Masalahnya bukan hanya konservasi. Banyak spesies hiu, terutama scalloped dan great hammerhead, diketahui menyerap kadar merkuri tinggi dalam jaringan tubuhnya—logam berat beracun yang dapat menimbulkan gangguan neurologis dan kerusakan organ pada manusia.
Pelabelan Buruk Hambat Pelestarian Hiu
Ketika daging hiu dijual tanpa spesifikasi jelas, upaya pelestarian pun terganggu. Tanpa identifikasi spesies, ilmuwan dan lembaga konservasi sulit melacak jumlah populasi, daerah tangkapan, atau jalur perdagangannya.
“Ini menghambat pemantauan dan pelestarian spesies, baik yang terancam punah maupun yang tidak,” tegas Ryburn.
Beberapa dari spesies yang ditemukan dalam studi ini sebenarnya dilindungi dalam perdagangan internasional melalui perjanjian CITES (Convention on International Trade in Endangered Species). Artinya, ekspor dan impor hiu-hiu tersebut seharusnya membutuhkan izin resmi.
Namun, masih belum jelas apakah izin tersebut benar-benar dimiliki, atau apakah hiu-hiu itu ditangkap secara legal di perairan AS. Masalah makin pelik karena Undang-Undang Spesies Terancam Punah (Endangered Species Act) di AS tidak memberikan perlindungan setara untuk ikan laut seperti hiu dibandingkan dengan mamalia laut atau ikan air tawar.
Masalah Dunia
Fenomena serupa juga ditemukan di negara lain. Di Australia, studi pada 2023 menemukan bahwa hiu terancam punah dijual di restoran fish and chips dengan label umum ‘flake’. Di banyak tempat lain—termasuk Afrika Selatan, Brasil, Uni Eropa, Inggris, Kanada, dan China—praktik pelabelan keliru ini juga terjadi.
Solusi Awal untuk Melindungi Hiu
Sebagai solusi awal, Ryburn menyarankan agar penjual di AS diwajibkan mencantumkan nama spesies hiu secara spesifik di label produk mereka.
“Tanpa label spesifik, konsumen kehilangan hak untuk memilih secara sadar. Saya pribadi tidak ingin makan spesies yang hampir punah,” tegasnya.
Dengan informasi yang terbuka dan akurat, konsumen bisa membuat pilihan yang lebih etis dan aman, sekaligus mendukung upaya konservasi laut yang mendesak.
Studi ini membuka mata kita akan kenyataan pahit: ancaman terhadap keberlangsungan hidup hiu tidak hanya datang dari lautan yang terus dieksploitasi, tetapi juga dari rak-rak toko yang tampaknya tidak berbahaya. Perlindungan hiu bukan hanya tanggung jawab pemerintah atau ilmuwan, tapi juga kita sebagai konsumen.
Jangan biarkan piring makanmu jadi akhir dari spesies yang terancam punah.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!