Komunitas Baca-Baci: Membangun Minat Baca Anak-Anak dengan Pendekatan Kreatif
Di tengah dominasi teknologi dan gawai yang semakin menguasai kehidupan anak-anak, sejumlah ibu di Bandung memilih untuk berinovasi dalam menumbuhkan minat baca. Mereka membentuk komunitas kecil bernama Klub Buku Baca-Baci. Komunitas ini menjadi wadah bagi anak-anak untuk merawat dan meningkatkan minat baca sejak dini.
Klub Baca-Baci lahir dari pertemuan tiga ibu, yaitu Nia Purnamasari, Nongki Sakinah, dan Noveni Bandung Hiashinta. Mereka melihat kebutuhan akan ruang khusus untuk anak-anak yang ingin menjaga semangat membaca. Menurut Nia, komunitas ini menjadi tempat pemeliharaan minat baca anaknya yang sedang dikembangkan.
“Anak saya homeschooling dan memiliki minat membaca yang sedang dipelihara. Di sini adalah tempatnya pemeliharaan,” ujar Nia saat ditemui di Toko Buku Bandung, Jalan Garut, Selasa (23/9/2025). Nongki, yang juga ibu dari dua anak berusia 11 dan 5 tahun, serta Noveni merasakan kekhawatiran serupa. Mereka ingin anak-anak memiliki wadah khusus untuk menjaga semangat membaca.
“Kami ingin anak-anak punya wadah. Yang belum punya minat bisa terpantik, yang sudah punya bisa dipelihara supaya tidak luntur,” tambah Nia. Awal mula Baca-Baci tak lepas dari keberadaan Toko Buku Bandung yang rutin menggelar acara literasi. Salah satunya adalah Klub Buku Laswi, ruang diskusi buku yang biasa diikuti orang dewasa. Dari situ, ide Baca-Baci muncul.
“Awalnya anak Teh Nongki jadi pemantik. Lalu aku ikut mengajak anakku, akhirnya ketiga anak kami sama-sama jadi pemantik cilik di acara Klub Buku Laswi,” cerita Nia. Dari pengalaman itu, mereka melihat kebutuhan akan forum khusus untuk anak-anak. Maka lahirlah gagasan membuat Klub Buku Baca-Baci. Nama yang dipilih terkesan ceria dan dekat dengan dunia anak.
“Dari namanya memang ingin kelihatan lucu, fun, anak-anak banget. Tapi ternyata juga nemu arti banyak baca, banyak cerita,” jelas Nia. Sejak resmi berjalan pada Agustus 2025, Klub Buku Baca-Baci rutin menggelar pertemuan. Hingga September ini, Nia mengatakan komunitas sudah memasuki pertemuan keempat.
Meski baru berjalan dua bulan, kegiatan ini dirancang serius namun tetap menyenangkan. Setiap pertemuan, anak-anak tidak hanya membaca, tetapi juga bercerita, berbagi, dan mempresentasikan kembali bacaan mereka. Hal ini dianggap penting agar anak lebih berani berpendapat sekaligus melatih kemampuan bercerita.
“Inginnya anak-anak sesudah membaca itu nggak diem, tapi justru pakai bacaan itu sebagai bahan cerita dan diskusi,” ujar Nongki. Metode kegiatannya pun beragam, ada yang berkelompok, individual, menulis, dan presentasi lisan. Semua diarahkan agar membaca tidak berhenti di aktivitas hening, tapi menjadi pengalaman yang hidup.
Membangun komunitas literasi anak tentu bukan perkara mudah. Namun bagi Nia, Nongki, dan Noveni, semangat tak boleh padam meski peserta sedikit. “Dari awal aku mikir, kalaupun nggak ada yang datang, kita berdua aja dengan anak-anak, yang penting jalan dulu,” kata Nongki. Promosi dilakukan sederhana, mulai dari membuat poster hingga mengabarkan lewat Instagram pribadi. Dari mulut ke mulut, komunitas ini akhirnya berkembang secara organik.
“Awalnya cuma bertiga, terus lewat teman-teman komunitas, makin banyak yang datang, organik aja jalannya,” ungkap Noveni. Tujuan Baca-Baci bukan hanya menumbuhkan minat baca, tapi juga menanamkan keterampilan hidup. Anak-anak diajak memahami bahwa membaca bisa melahirkan beragam karya tulisan, cerita lisan, hingga diskusi bermakna.
“Kami ingin membuat bahwa membaca itu bisa menghasilkan produk yang bermacam-macam. Jadi keterampilan ini jadi keterampilan dasar untuk hidup,” kata Noveni. Meski masih seumur jagung, Klub Buku Baca-Baci menunjukkan bahwa literasi bisa ditumbuhkan dengan cara sederhana, berbasis komunitas, dan berpusat pada kebutuhan anak.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!