Kreativitas di Usia Purna Bekerja: Pengrajin Keset Kaki yang Menginspirasi
Setelah menjalani masa purna tugas sebagai pegawai perusahaan BUMN, Mursito (57) tidak memilih untuk berhenti berkarya. Justru, ia justru semakin aktif dalam mengembangkan usaha kecil-kecilan yang menjadi cikal bakal dari kreativitasnya. Sebagai warga Desa Jagalan, Kecamatan Karangnongko, Kabupaten Klaten, Jawa Tengah, ia kini dikenal dengan merek Kerajinan Kesed Pak Amung.
Mursito mulai merintis usaha kerajinan keset kaki sejak dua tahun lalu, tepat setelah ia memasuki masa pensiun. Awalnya, ia hanya bermaksud mencari aktivitas sambilan setelah pulang ke desa. Namun, ia akhirnya tergerak untuk mencoba membuat keset setelah mendapatkan informasi dari anaknya tentang peluang bisnis tersebut.
"Setelah purna tugas, saya tinggal di desa. Tapi rasanya bengong dan tidak ada pekerjaan. Lalu iseng-iseng, anak saya kasih tahu soal membuat keset. Saya coba-coba dan belajar ke pengrajin keset di wilayah Trucuk," katanya.
Proses pembelajaran yang dilakukannya hanya membutuhkan waktu sehari. Ia mengaku memiliki bekal kemampuan menganyam gedek bambu dari orang tuanya. Saat itu, ia hanya belajar satu model pola horizontal. Namun, setelah melihat kondisi modal, bahan, dan harga jual yang tidak seimbang, ia pun berinovasi dengan membuat model lain menggunakan bahan yang sama.
Akhirnya, Mursito menciptakan keset anyaman dengan model pola diagonal atau silang. Model ini memiliki harga yang lebih mahal dibandingkan keset pola horizontal. Untuk keset pola horizontal dijual Rp5.000 per potong, sedangkan keset pola silang dibanderol Rp7.000 per potong. Ukuran keset tersebut adalah 40x60 cm.
Keset anyam buatan Mursito terbuat dari kain fleece yang diambil dari limbah pabrik pakaian. Ia mendapatkan kain tersebut dari pihak kedua. "Kami memilih kain fleece karena daya serap airnya tinggi, tebal, dan lentur, sehingga ketika dipakai sebagai keset terasa empuk," ujarnya.
Proses pembuatan keset dimulai dengan memotong perca kain fleece sesuai ukuran. Kemudian kain tersebut dianyam menggunakan alat cetak keset berbentuk persegi dengan besi-besi kecil di seluruh sisinya. Untuk model silang, proses pengerjaan dilakukan dari pojok-pojok (sudut). Waktu yang dibutuhkan untuk membuat satu unit keset sekitar satu jam-an.
Setiap hari, Mursito mampu memproduksi keset anyam sekitar 10 hingga satu kodi (20 buah). Ia melakukan bisnis sampingan ini bersama keluarganya, termasuk putrinya yang juga membuat lampin atau alas panci anyam dari kain serupa. Alas panci berukuran 15x15 cm itu dijual Rp5.000 isi dua potong.
Penjualan produknya hanya dilakukan atas dasar pesanan. Distribusi utamanya masih berada di wilayah lokal Klaten. Namun, beberapa teman dan saudara dari luar kota juga sering memesan. Ada yang dari Yogyakarta dan Cepu di Kabupaten Blora.
Meski belum bisa menghitung omzet secara pasti, Mursito tetap optimis dengan usaha yang ia jalani. Dengan kreativitas dan inovasi yang ia lakukan, ia berhasil membuktikan bahwa usia purna tugas bukanlah akhir dari segalanya, melainkan awal dari sebuah perjalanan baru.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!