Peran Nvidia dalam Ekonomi Kecerdasan Buatan
Jensen Huang, pendiri sekaligus CEO Nvidia, semakin menegaskan perannya sebagai arsitek utama ekonomi kecerdasan buatan (AI). Dengan dana yang besar, ia meluncurkan serangkaian investasi bernilai ratusan miliar dolar yang tidak hanya memperluas ekosistem AI global, tetapi juga memperkuat posisi Nvidia sebagai pemain tak tergantikan.
Dalam sebulan terakhir, Nvidia menyepakati pembelian GPU yang tidak terjual dari penyedia cloud CoreWeave selama tujuh tahun, dengan potensi nilai sekitar 6,3 miliar dolar AS atau Rp 105,5 triliun (kurs Rp 16.740 per dolar AS). Selain itu, perusahaan ini juga menanamkan 700 juta dolar AS atau Rp 11,7 triliun, serta membayar lebih dari 900 juta dolar AS atau Rp 15 triliun untuk merekrut tim teknis Enfabrica sekaligus melisensi teknologinya.
Langkah paling mencolok datang ketika Nvidia menandatangani surat minat untuk menggelontorkan hingga 100 miliar dolar AS (Rp 1.674 triliun) kepada OpenAI. Investasi raksasa itu ditujukan untuk pembangunan pusat data AI berdaya 10 gigawatt, setara dengan 4–5 juta GPU. "Ini adalah proyek raksasa," ujar Huang kepada CNBC.
Skala investasi ini membuat Nvidia seolah-olah berfungsi layaknya "pemerintah" bagi ekosistem AI. Dana yang disuntikkan ke perusahaan rintisan AI bukan hanya membantu mereka membayar tagihan GPU, tetapi juga memutar kembali arus kas ke Nvidia. Meski Huang menegaskan tidak ada persyaratan pembelian chip dalam perjanjian investasi, keuntungan terbesar tetap kembali ke Nvidia lewat lonjakan permintaan produknya.
Kekuatan Politik dan Bisnis Nvidia
Selain dimensi bisnis, langkah ini juga memperlihatkan kekuatan politik Nvidia. Huang baru-baru ini tampil di London bersama Perdana Menteri Inggris Keir Starmer saat mengumumkan investasi di U.K., hanya beberapa tahun setelah regulator negara itu menggagalkan rencana akuisisi Nvidia atas Arm, perusahaan desain chip asal Inggris yang arsitekturnya dipakai di hampir semua ponsel pintar di dunia.
Sementara di Amerika Serikat, kedekatannya dengan Presiden Donald Trump menambah lapisan pengaruh, terutama dalam isu dominasi AI dan kebangkitan Intel.
Kritik dan Ancaman dari Pesaing
Namun, strategi agresif ini tidak bebas dari kritik. Profesor Harvard Business School, David Yoffie, mengingatkan bahwa investasi besar ke OpenAI bisa menimbulkan ilusi permintaan. "Mereka mencoba menstimulasi permintaan produk mereka, yang merupakan arah strategis sah. Tetapi jika hanya pada satu pelanggan, risikonya adalah permintaan itu tidak berkelanjutan dan bisa menghasilkan kerugian besar di masa depan," ujarnya.
Kekhawatiran lain datang dari pesaing besar seperti Amazon dan Google, yang tengah mengembangkan chip AI internal. Bahkan, OpenAI bekerja sama dengan Broadcom untuk merancang chip server AI yang dijadwalkan meluncur tahun depan. Meski chip itu hanya berfungsi untuk inferensi, bukan pelatihan model, keberhasilannya bisa mengurangi ketergantungan pada GPU Nvidia.
Keunggulan Teknis yang Sulit Disaingi
Meskipun demikian, Nvidia masih memegang keunggulan teknis yang sulit disaingi. Selama bertahun-tahun, perusahaan membangun ekosistem perangkat keras dan perangkat lunak seperti CUDA yang membuat kompetitor kesulitan mengejar.
Namun sejarah industri menunjukkan bahwa dominasi semacam ini tidak selalu bertahan selamanya. Upaya Apple membangun chip sendiri menjadi pengingat bagi Nvidia bahwa ancaman penggantian teknologi bisa muncul secara bertahap.
"Jika Jensen tidak mengikuti filosofi Andy Grove, bahwa hanya mereka yang paranoid yang bisa bertahan, saya akan terkejut," kata Yoffie.
Memperkuat Ekosistem dengan Startup Cloud
Selain lewat investasi, Nvidia juga memperkuat ekosistemnya dengan menjadi pelanggan langsung bagi startup cloud. Dalam kesepakatan yang dikenal sebagai Project Osprey dengan CoreWeave, Nvidia setuju menyewa kembali chip canggih yang awalnya dipasok ke perusahaan itu untuk dipakai oleh tim riset internalnya.
Skema ini bukan hanya memastikan akses Nvidia terhadap kapasitas komputasi tambahan, tetapi juga membantu mendorong pertumbuhan mitranya. Hasilnya, pendapatan CoreWeave melonjak dari sekitar 25 juta dolar AS pada 2022 menjadi hampir 2 miliar dolar AS pada 2024, sekaligus memperluas kendali Nvidia atas pasar komputasi awan.
Tantangan dan Harapan Masa Depan
Dengan kapitalisasi pasar mencapai 4,33 triliun dolar AS (Rp 72,4 kuadriliun), Nvidia kini lebih dari sekadar produsen chip. Huang menempatkan perusahaannya sebagai investor strategis, mitra politik, dan penopang finansial bagi industri AI global. Namun di balik agresivitas itu, bayangan ketakutan tetap ada: suatu hari, lompatan besar AI bisa tercipta tanpa Nvidia. Dan bagi Huang, itulah skenario yang paling ingin dia cegah.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!