
Target Penerimaan Pajak Tahun 2025 Dinilai Sulit Mencapai 100%
Penerimaan pajak di Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan akan mengalami tantangan signifikan. Hingga Agustus 2025, realisasi penerimaan pajak baru mencapai 54,7% dari target yang ditetapkan sebesar Rp 2.076,9 triliun. Angka ini hanya sekitar Rp 1.135,4 triliun. Dengan situasi ini, berbagai analisis dan saran dari para ekonom dan pengamat perpajakan mulai muncul untuk membantu memperkuat upaya pemerintah dalam mencapai target.
Proyeksi Realisasi Pajak
Menurut Syafruddin Karimi, ekonom dari Universitas Andalas, target penerimaan negara pada 2025 membutuhkan akselerasi yang signifikan di kuartal IV. Jika pola penyerapan pajak Januari hingga Agustus terus berlanjut, proyeksi akhir tahun hanya akan mencapai Rp 2.458 triliun atau sekitar 81,8% dari target. Namun, jika ada penguatan musiman dan dorongan kepatuhan yang realistis, proyeksi bisa meningkat menjadi sekitar Rp 2.622 triliun atau 87,2%.
Dalam skenario optimistis, realisasi pajak bisa mencapai 90% dari target, sementara penerimaan negara bukan pajak (PNBP) mencapai 95%. Hal ini dapat membawa total realisasi mendekati Rp 2.702 triliun atau sekitar 89,9% dari target. Meskipun demikian, Syafruddin menegaskan bahwa target mendekati 100% masih terbuka, asalkan eksekusi di kuartal IV dilakukan secara tepat sasaran dan berbasis data.
Perkiraan dari Pengamat Perpajakan
Prianto Budi Saptono, pengamat perpajakan, memperkirakan bahwa pemerintah tidak akan mampu menutupi seluruh target penerimaan pajak meski masih tersisa tiga bulan terakhir tahun ini. Berdasarkan perhitungan dengan asumsi ceteris paribus, target pajak hanya akan mencapai 82% dari yang direncanakan, yaitu sekitar Rp 1.703,1 triliun.
Perhitungan ini didasarkan pada proyeksi realisasi pajak dari Januari hingga Desember 2025. Jika capaian hingga Agustus sebesar Rp 1.135,4 triliun dikali 1/8 dan kemudian dikali 12, maka hasilnya adalah sekitar Rp 1.703,1 triliun.
Sumber Utama Penerimaan Pajak
Syafruddin menekankan bahwa tiga sumber utama penerimaan pajak adalah: penyesuaian angsuran PPh 25, top-up korporasi, serta penguatan pengawasan PPN berbasis risiko. Dengan langkah-langkah ini, net collection pajak dapat meningkat tanpa mengorbankan kualitas.
Selain itu, sektor kepabeanan dan cukai yang tumbuh sebesar 6,4% memberi dukungan, meskipun pelemahan produksi cukai hasil tembakau (CHT) membatasi laju pertumbuhan. Di sisi lain, PNBP dinilai cukup solid karena percepatan setoran dividen, royalti SDA, dan penerimaan layanan yang bisa memperkuat kas kuartal IV.
Agenda Oktober–Desember
Agenda di bulan Oktober hingga Desember perlu difokuskan pada realisasi komitmen wajib pajak menjadi setoran riil. Ini dapat dicapai melalui penyelesaian rencana wajib pajak prioritas, pengawasan rutin, penagihan yang disiplin, serta koordinasi antara Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak.
Selain itu, penting untuk menjaga mutu penerimaan dengan mengawasi rasio restitusi PPN, porsi denda terhadap pokok, dan umur piutang agar pencapaian kuat sekaligus kredibel. Dengan disiplin harian dan pemantauan ketat, Syafruddin menilai proyeksi 87% layak dikejar. Peluang mendekati 90% masih terbuka jika semua komponen bergerak serempak pada kuartal IV 2025.
Pertumbuhan Ekonomi sebagai Kunci
Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa penerimaan pajak tertekan akibat pertumbuhan ekonomi yang melambat. Namun, ia tetap optimistis bahwa target masih bisa dikejar pada tiga bulan terakhir tahun ini.
“Kalau triwulan keempat, Oktober, November, Desember masih keburu ya, dengan pemberian stimulus, saya optimis ketika nanti impact dari kebijakan kita longgar, itu harusnya Oktober, November, Desember tumbuh cepat ekonominya, otomatis pajaknya akan lebih baik,” ujarnya.
Ia menambahkan, pemerintah tidak akan mengejar penerimaan negara dengan menaikkan tarif pajak, melainkan mendorong aktivitas ekonomi agar lebih besar. “Kalau ekonominya tumbuh kencang, kan bayar pajaknya happy. Itu yang kita kejar,” ujarnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!