Pengungkapan Buku

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Buku sebagai Alat Pemahaman dan Kritik Sosial

Buku tidak hanya menjadi sumber informasi, tetapi juga alat untuk membangun pemahaman yang mendalam terhadap dunia sekitar. Dalam konteks kerusuhan di akhir Agustus lalu, buku menjadi barang bukti dalam proses hukum. Namun, hal ini menimbulkan pertanyaan: apa salah dari buku? Buku adalah wadah bagi pikiran manusia, tempat ide-ide baru lahir dan berkontribusi pada perkembangan pengetahuan.

Membaca buku memiliki peran penting dalam meningkatkan kemampuan literasi dan berpikir kritis. Aktivitas ini tidak hanya mengisi ruang kognitif, tetapi juga mendorong individu untuk memahami makna lebih dalam dari informasi yang diterima. Buku membantu kita mengembangkan kesadaran diri dan mampu melihat realitas sosial secara lebih luas.

Menurut data dari UNESCO, minat baca di Indonesia masih sangat rendah. Hanya satu dari seribu orang yang aktif membaca. Tingkat literasi masyarakat pun berbeda-beda, mulai dari kemampuan deskriptif hingga evaluatif. Titik tertinggi dari literasi adalah kemampuan berpikir kritis, seperti yang diajarkan oleh Paulo Freire, seorang filsuf pendidikan yang menekankan pentingnya kesadaran kritis dalam masyarakat.

Pemikiran tidak boleh dibatasi, justru harus diberi kebebasan untuk berkembang. Buku memiliki peran penting dalam proses ini, karena ia menyediakan wadah untuk berbagai perspektif dan gagasan. Sejarah peradaban manusia sendiri ditandai oleh penemuan mesin cetak Gutenberg, yang mempercepat penyebaran pengetahuan dan memungkinkan pembentukan masyarakat yang lebih terbuka.

RA Kartini, seorang tokoh perempuan yang sangat berpengaruh, menggunakan buku sebagai alat untuk melampaui batas-batas waktu dan ruangnya. Surat-suratnya yang dikumpulkan dalam buku berjudul "Habis Gelap Terbitlah Terang" menjadi contoh bagaimana buku dapat menjadi jembatan antara masa lalu dan masa depan.

Ironisnya, buku-buku yang berisi pemikiran-pemikiran mendalam tidak terlihat di rak-rak rumah para pemimpin negara ini. Justru, kemewahan mereka ditunjukkan melalui barang-barang bernilai tinggi, bukan melalui isi kepala. Hal ini mencerminkan kualitas pemerintahan yang kurang berbasis pada pemahaman dan kesadaran.

Fernando Baez, seorang ahli filosofi, menyatakan bahwa penangkapan atau penghancuran buku merupakan upaya sistematis untuk menghilangkan kemampuan berpikir dan memadamkan pemikiran manusia. Dengan demikian, buku menjadi ancaman bagi kekuasaan yang ingin menjaga ketertiban dengan cara membatasi akses terhadap pengetahuan.

Tanpa buku sebagai panduan, manusia cenderung merasa tahu segalanya padahal sebenarnya tidak. Seperti yang dikatakan Socrates, "Aku tahu bahwa aku tidak tahu." Tanpa buku, kita sulit mencapai tingkat kebijaksanaan yang sesungguhnya.

Kerangka berpikir filosofis tidak terbentuk tanpa bantuan buku. Akibatnya, kita kehilangan kemampuan untuk memahami esensi masalah, hanya mampu berada di permukaan. Untuk memahami inti suatu isu, diperlukan nalar radikal dan kemampuan berpikir mendalam.

Masalah utama dari kerusuhan Agustus lalu adalah adanya kesalahan logika dalam menempatkan buku sebagai barang bukti. Ini merupakan bentuk dari logical fallacy, yaitu kesalahan dalam berpikir. Respons terhadap kemarahan publik tidak dilakukan dengan melihat akar penyebabnya, melainkan dengan cara yang dangkal.

Koreksi kebijakan yang dilakukan masih bersifat sementara dan tidak mampu menangani masalah besar seperti ketidakpuasan publik, kesenjangan, dan ketidakadilan. Inefisiensi sistem mudah terlihat, terutama dalam struktur kekuasaan, pembagian kursi, posisi jabatan, hingga rangkap jabatan.

Dari pepatah lama kita tahu bahwa buku adalah "jendela dunia". Bagaimana kita bersikap terhadap penangkapan buku mencerminkan seberapa sempit pemahaman kita akan signifikansi perannya. Semoga dalam waktu dekat, situasi ini bisa diperbaiki.