Peringatan Kenaikan Gelembung Ekonomi AI Muncul, Analis Khawatirkan Investasi Berlebihan

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Peringatan tentang Kebangkitan yang Tidak Berkelanjutan di Sektor Kecerdasan Buatan

Dalam beberapa tahun terakhir, industri kecerdasan buatan (AI) telah menjadi salah satu sektor paling menarik bagi investor. Namun, semakin besar ekspektasi terhadap AI, semakin banyak peringatan dari para ahli ekonomi dan analis mengenai risiko yang mungkin terjadi. Banyak dari mereka menyatakan bahwa saat ini sedang terjadi fenomena euforia yang berlebihan, yang bisa berujung pada gelembung investasi.

Deutsche Bank (DB), salah satu bank terkemuka dunia, dalam laporan terbarunya memberikan peringatan serius tentang situasi ini. Menurut DB, meskipun booming AI memang membantu AS menghindari resesi, pertumbuhan ini tidak akan bertahan lama. George Saravelos, Global Head of FX Research di DB, menyatakan bahwa tanpa pengeluaran besar-besaran dari perusahaan teknologi besar, perekonomian AS mungkin sudah masuk ke dalam resesi.

Menurut Saravelos, "mesin-mesin AI" saat ini secara harfiah sedang menjaga stabilitas ekonomi AS. Namun, ia menegaskan bahwa jenis pertumbuhan ini tidak dapat dipertahankan tanpa adanya peningkatan terus-menerus dalam pengeluaran. Jika tidak, maka pertumbuhan tersebut akan mengalami stagnasi atau bahkan kemunduran.

Kontribusi Teknologi AI yang Masih Terbatas

Laporan DB juga menunjukkan bahwa sebagian besar pertumbuhan ekonomi yang dirasakan saat ini berasal dari pembangunan infrastruktur fisik oleh tenaga kerja manusia, sementara teknologi AI sendiri belum memberikan kontribusi signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Salah satu pihak yang paling untung dari situasi ini adalah Nvidia, yang merupakan pemasok utama chip untuk sistem AI.

Namun, perusahaan-perusahaan seperti Nvidia pun menyadari bahwa pertumbuhan yang pesat ini tidak akan berlangsung selamanya. Saravelos menekankan bahwa agar AI terus berkontribusi pada pertumbuhan PDB, investasi harus terus meningkat dengan pola parabola. Hal ini sangat sulit untuk dicapai, karena sumber daya dan kapasitas komputasi yang terbatas.

Risiko Konsentrasi Investasi dan Ekspektasi yang Tidak Realistis

Bukan hanya Deutsche Bank yang memberikan peringatan. Analis lain juga menyatakan kekhawatiran terhadap konsentrasi investasi di sektor AI. Misalnya, sekitar separuh dari keuntungan pasar saham indeks S&P 500 berasal dari saham-saham teknologi. Investor saham dinilai terlalu dramatis terekspos pada investasi AI.

Analisis dari Bain & Co. menunjukkan bahwa bahkan dengan semua pengeluaran besar-besaran, AI mungkin tidak akan menghasilkan pendapatan yang cukup untuk mendanai pertumbuhan lebih lanjut. Mereka memproyeksikan bahwa permintaan layanan AI pada tahun 2030 akan membutuhkan pendapatan sebesar $2 triliun, namun saat ini masih ada kekurangan sebesar $800 miliar secara global.

Pengeluaran yang Melonjak dan Kekhawatiran dari Pelaku Industri

Di balik euforia tersebut, investasi dalam AI terus meningkat drastis. Contohnya, Nvidia baru-baru ini berkomitmen dana sebesar $100 miliar untuk OpenAI guna membangun tambahan kapasitas komputasi AI sebesar 10 gigawatt. OpenAI sendiri merencanakan pembangunan jaringan pusat data AI yang lebih luas.

Namun, CEO OpenAI, Sam Altman, secara terbuka mengakui bahwa banyak investor AI saat ini bertindak tidak rasional. Ia memprediksi bahwa beberapa di antara mereka akan kehilangan uang dalam jumlah besar akibat kegilaan pasar ini.

Kekhawatiran tentang Koreksi yang Tak Terelakkan

Perlu diketahui bahwa tren ini bisa berubah kapan saja. Robin Li, CEO Baidu, memprediksi bahwa 99 persen dari perusahaan AI saat ini tidak akan bertahan dari gelembung ini. Ia juga menyoroti bahwa banyak bisnis sah kini menghabiskan uang dan potensi peningkatan produktivitas hanya untuk mencoba memaksakan segala sesuatu menjadi beban kerja AI.

Peringatan ini menunjukkan bahwa hubungan antara pasar saham dan ekonomi riil sangat kompleks. Dalam situasi krisis, harga saham cenderung turun, yang bisa memengaruhi sentimen konsumen dan memperlambat pertumbuhan ekonomi.

Seorang ekonom bernama Justin Wolfers pernah menyatakan bahwa meskipun pasar saham biasanya tidak sepenuhnya mencerminkan kondisi ekonomi, pada masa krisis, keduanya saling memengaruhi. Jika gelembung AI pecah, dampaknya tidak hanya akan terasa pada valuasi pasar saham, tetapi juga pada perilaku belanja konsumen dan korporasi.

Kesimpulan

Peringatan dari para analis dan pelaku industri ini menunjukkan bahwa saat ini adalah waktu yang tepat untuk melihat hype AI dengan kritis. Meski AI memiliki potensi besar, keberlanjutannya bergantung pada realitas ekonomi dan investasi yang rasional. Jika tidak, koreksi yang tak terelakkan bisa terjadi, dan dampaknya akan terasa secara luas.