
Otoritas Kristus di Atas Lebih dari Ketaatan Hukum
Dalam renungan harian Kristen kali ini, kita diajak untuk memahami otoritas Yesus yang lebih tinggi dibandingkan lehgalisme agama. Bacaan Alkitab yang digunakan adalah Lukas 6:3-5, yang menceritakan bagaimana Yesus menjawab tudingan orang Farisi terhadap murid-murid-Nya yang sedang memetik bulir gandum pada hari Sabat.
Yesus berkata, “Tidakkah kamu baca apa yang dilakukan oleh Daud, ketika ia dan mereka yang mengikutinya lapar, bagaimana ia masuk ke dalam Rumah Allah dan mengambil roti sajian, lalu memakannya dan memberikannya kepada pengikut-pengikutnya, padahal roti itu tidak boleh dimakan kecuali oleh imam-imani?” (Lukas 6:3-4). Dengan jawaban ini, Yesus menegaskan bahwa hukum Taurat bukanlah sesuatu yang mutlak tanpa pengecualian, tetapi harus dilihat dari konteks dan tujuan yang lebih besar.
Agama sejatinya bertujuan untuk mendekatkan manusia kepada Tuhan. Namun, dalam beberapa kasus, agama justru menjadi penghalang. Hal ini terlihat dari sikap orang Farisi yang melihat tindakan murid-murid Yesus sebagai pelanggaran hukum. Padahal, jika mereka memahami teks secara utuh, mereka akan menyadari bahwa perbuatan murid-murid tersebut tidak sepenuhnya salah. William Barclay menjelaskan bahwa ada empat pekerjaan yang dilarang pada hari Sabat, yaitu menuai, menebah gandum, menampi, dan mempersiapkan makanan. Meskipun secara teknis murid-murid melakukan hal-hal tersebut, mereka tidak melakukannya dengan niat untuk melanggar aturan, melainkan karena kebutuhan.
Yesus mengajarkan bahwa dasar dari hari Sabat adalah kasih, bukan sekadar aturan formal. Ia ingin orang-orang percaya memahami bahwa hukum Taurat ditujukan untuk membantu manusia, bukan untuk membatasi kehidupan. Dengan demikian, Yesus menegaskan bahwa “Anak Manusia adalah Tuhan atas hari Sabat” (Lukas 6:5), yang menunjukkan bahwa otoritas-Nya melebihi hukum agama yang seringkali dipandang sebagai norma mutlak.
Bagaimana dengan kita? Ketika kita membaca Alkitab, apakah kita mencari makna yang benar dari firman Tuhan atau justru mencari ayat-ayat yang mendukung keinginan kita sendiri? Seringkali, kita terjebak dalam pemahaman teologis yang hanya berdasarkan interpretasi pribadi, bukan pada maksud Tuhan yang sebenarnya. Seperti yang disampaikan William Barclay, banyak orang memasukkan pikiran teologis mereka ke dalam Alkitab, bukan mencari tahu apa yang sebenarnya dikatakan oleh firman Tuhan.
Kita perlu belajar untuk membaca Alkitab dengan hati yang terbuka dan rendah hati. Mari kita katakan kepada Tuhan, “Tuhan, berbicaralah kepada saya melalui firman-Mu, dan saya siap mendengarkan.” Roh Kudus adalah Penolong kita, yang akan membimbing kita dalam memahami kehendak Tuhan dalam kehidupan kita. Dengan demikian, kita bisa hidup dalam ketaatan yang benar, bukan hanya pada aturan, tetapi pada kasih dan kebenaran yang sejati.
Inspirasi dari renungan ini adalah untuk mengingatkan kita bahwa iman yang sejati bukanlah sekadar mematuhi hukum, tetapi juga memahami nilai-nilai yang terkandung di dalamnya. Mari kita terus belajar, berdoa, dan memohon bimbingan Roh Kudus agar dapat memahami firman Tuhan secara menyeluruh dan hidup dalam kebenaran.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!