
RUU Perampasan Aset Masuk Prolegnas Prioritas 2025, Tantangan Penyusunan Menanti Jawaban
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios), Nailul Huda menyampaikan tanggapan terkait revisi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Tahun 2025 yang mencakup 52 Rancangan Undang-Undang (RUU). Salah satu RUU yang menjadi perhatian adalah RUU Perampasan Aset yang kini masuk dalam daftar prioritas. Ia menilai kehadiran RUU tersebut sebagai langkah positif, meski mengakui tantangan besar dalam proses penyusunannya.
Nailul menyatakan bahwa meskipun RUU Perampasan Aset mendapat dukungan, kemungkinan besar tidak akan selesai dalam waktu tiga bulan. Hal ini didasarkan pada pengalaman sebelumnya di mana hingga September 2025 hanya lima RUU yang berhasil disahkan oleh parlemen. Dengan jumlah RUU yang cukup besar, ia memprediksi proses penyelesaian akan sangat rumit.
"Selama sembilan bulan terakhir, hanya lima RUU yang berhasil disahkan. Dengan 52 RUU yang masuk ke Prolegnas Prioritas 2025, saya rasa akan sulit. Kecuali DPR dan pemerintah ngebut seperti pembuatan RUU BUMN. Pembahasan RUU BUMN dilakukan secara kilat," ujarnya.
Meskipun demikian, Nailul menekankan bahwa setiap RUU yang masuk dalam Prolegnas Prioritas harus melalui tahapan yang sesuai. Proses seperti public hearing harus dilakukan secara transparan dan draft RUU harus bisa diakses oleh masyarakat luas. Hal ini bertujuan untuk memastikan bahwa penetapan RUU tidak melanggar prinsip formil dan mencakup kepentingan masyarakat.
Sebelumnya, DPR RI resmi menyetujui perubahan Prolegnas Prioritas 2025 dalam Rapat Paripurna ke-5 masa persidangan I Tahun Sidang 2025–2026 di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (23/9/2025). Dari perubahan tersebut, total ada 52 RUU yang masuk daftar prioritas, termasuk RUU Perampasan Aset.
Ketua Badan Legislasi DPR RI, Bob Hasan menjelaskan bahwa dari total 52 RUU tersebut, sebanyak 23 merupakan usulan baru. "Badan Legislasi bersama Kementerian Hukum dan panitia perancang undang-undang DPD RI sepakat untuk memasukkan 23 RUU usulan baru ke dalam perubahan Prolegnas RUU tahun 2025–2029, yang selanjutnya masuk dalam perubahan kedua Prolegnas RUU prioritas tahun 2025 dan Prolegnas tahun 2026, di antaranya RUU tentang Perampasan Aset," jelasnya.
Tantangan Penyusunan RUU yang Banyak
Dari data yang tersedia, proses penyusunan RUU di Indonesia sering kali menghadapi kendala yang signifikan. Tidak hanya jumlah RUU yang banyak, tetapi juga keterbatasan sumber daya dan waktu yang dimiliki oleh DPR dan pemerintah. Hal ini membuat beberapa RUU terpaksa ditunda atau bahkan tidak selesai dalam waktu yang ditentukan.
Beberapa RUU yang telah disahkan dalam kurun waktu sembilan bulan terakhir menunjukkan bahwa proses legislatif tidak selalu efisien. Meskipun RUU BUMN dapat diselesaikan dengan cepat, hal ini tidak berlaku untuk semua RUU lainnya. Oleh karena itu, diperlukan strategi dan koordinasi yang lebih baik antara lembaga legislatif dan eksekutif agar semua RUU yang masuk Prolegnas Prioritas dapat diselesaikan secara efektif.
Proses Transparan dan Partisipasi Masyarakat
Salah satu aspek penting dalam penyusunan RUU adalah partisipasi masyarakat. Setiap RUU yang diajukan harus melalui mekanisme yang transparan, termasuk public hearing dan pemaparan draft RUU kepada publik. Hal ini penting untuk memastikan bahwa RUU yang dihasilkan mencerminkan kepentingan masyarakat luas dan tidak hanya berpihak pada kelompok tertentu.
Dalam konteks RUU Perampasan Aset, transparansi sangat krusial. RUU ini berkaitan langsung dengan kebijakan pemerintah dalam menangani kasus korupsi dan tindakan ilegal. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dalam proses penyusunan RUU akan membantu memastikan bahwa regulasi yang dihasilkan benar-benar efektif dan adil.
Kesimpulan
Pembahasan RUU Perampasan Aset dalam Prolegnas Prioritas 2025 menandai langkah penting dalam upaya pemerintah dan DPR untuk memperkuat sistem hukum di Indonesia. Namun, tantangan dalam penyusunan RUU yang banyak tetap menjadi isu utama yang perlu mendapatkan perhatian serius. Diperlukan komitmen kuat dari semua pihak agar proses legislasi dapat berjalan efisien dan menghasilkan regulasi yang bermanfaat bagi masyarakat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!