
Penundaan Penerapan PPh Pasal 22 untuk Pedagang Online di Platform E-Commerce
Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, mengumumkan bahwa penerapan pajak penghasilan (PPh) Pasal 22 bagi pedagang online di platform e-commerce akan ditunda. Kebijakan ini sebenarnya telah dipersiapkan sejak masa kepemimpinan mantan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati. Meskipun sistem sudah siap secara teknis, Purbaya memutuskan untuk menunda implementasi agar dapat lebih memperhatikan masukan dari berbagai pihak.
“Kami sudah melakukan uji coba sistemnya, dan sudah bisa diambil. Beberapa pihak bahkan sudah menggunakannya, jadi sistem tersebut sudah siap,” jelas Purbaya saat berbicara di Gedung Kementerian Keuangan, Jumat (29/9). Namun, setelah melalui evaluasi, ia merasa perlu menunggu hingga situasi ekonomi lebih stabil dan kondisi pasar lebih kondusif.
Selain itu, Purbaya baru saja mengambil langkah besar dengan menempatkan dana sebesar Rp 200 triliun di perbankan. Hal ini membuatnya ingin menunggu dampak kebijakan tersebut terlihat lebih jelas sebelum melanjutkan penerapan pajak e-commerce.
“Saya melihatnya seperti ini, ini baru saja menjadi perbincangan beberapa waktu lalu. Kami ingin menunggu dulu, sampai kebijakan dana Rp 200 triliun mulai terasa dampaknya,” tambahnya.
Evaluasi Kondisi Ekonomi Sebelum Implementasi
Menurut Purbaya, penerapan pajak e-commerce akan dipertimbangkan kembali jika kondisi ekonomi sudah lebih baik dan stabilitas pasar semakin terjaga. Ia menekankan pentingnya memahami daya beli masyarakat sebelum kebijakan tersebut diterapkan.
“Jadi kita perlu mendalami daya beli masyarakat terlebih dahulu sebelum ada dorongan ekonomi yang masuk ke dalam sistem perekonomian,” katanya.
Sebelumnya, Sri Mulyani telah menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 37 Tahun 2025. Aturan ini menetapkan bahwa perusahaan e-commerce wajib memungut pajak dari para pedagang online. PMK ini berlaku mulai 14 Juli 2025 dan diberlakukan sebagai dasar pemungutan pajak.
Dalam aturan ini, pedagang online dengan omzet di atas Rp 500 juta per tahun akan dikenakan pajak PPh Pasal 22 sebesar 0,5%. Tarif ini bisa bersifat final atau tidak final. Selain itu, pedagang online diminta untuk menyampaikan informasi kepada marketplace sebagai dasar pemungutan pajak.
Sistem Pemungutan Pajak yang Lebih Sederhana
Tujuan dari kebijakan ini adalah untuk membuat pemungutan pajak lebih sederhana dan berbasis sistem. “Ini bukan hal yang baru. Dulu, wajib pajak harus membayar pajak sendiri. Sekarang, kami meminta marketplace untuk memungut pajak tersebut,” ujar Rosmauli, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat Ditjen Pajak, saat berbicara di Gedung DJP, Senin (14/7).
Dengan mekanisme ini, Kemenkeu berharap proses pemungutan pajak menjadi lebih efisien dan transparan. Namun, karena adanya penundaan, para pedagang online dan platform e-commerce perlu memantau perkembangan kebijakan lebih lanjut.
Impak pada Industri dan Masyarakat
Penundaan penerapan pajak ini juga memiliki implikasi terhadap industri e-commerce dan masyarakat. Para pedagang online akan memiliki kesempatan lebih lama untuk menyesuaikan diri dengan regulasi yang akan diterapkan. Di sisi lain, masyarakat sebagai konsumen juga akan merasakan dampaknya, terutama dalam bentuk harga barang dan layanan yang ditawarkan.
Meski demikian, kebijakan ini tetap menjadi bagian dari upaya pemerintah untuk meningkatkan pendapatan negara melalui sektor digital. Dengan sistem yang lebih terstruktur, diharapkan pajak dapat dikelola dengan lebih baik dan memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!