
Target Ratifikasi Perjanjian Dagang dengan Uni Eropa dan Kanada
Menteri Perdagangan Indonesia, Budi Santoso, menetapkan target penyelesaian proses ratifikasi perjanjian dagang dengan Uni Eropa (IEU-CEPA) dan Kanada (ICA-CEPA) pada pertengahan tahun 2026. Dengan pencapaian ini, diharapkan nilai perdagangan antara Indonesia dan kedua kawasan tersebut dapat meningkat sebesar 100% pada tahun depan.
Pada pekan lalu, Busan telah menyepakati penyelesaian perundingan substantif IEU-CEPA. Sementara itu, dokumen akhir ICA-CEPA telah ditandatangani di Kanada. Dalam pernyataannya, Busan mengungkapkan harapan bahwa ratifikasi ICA-CEPA akan selesai pada pertengahan tahun berikutnya. Jika dokumen akhir IEU-CEPA bisa ditandatangani pada akhir tahun ini, maka proses ratifikasi kedua perjanjian tersebut diharapkan rampung pada pertengahan 2026.
Nilai perdagangan antara Indonesia dan Kanada pada tahun lalu mencapai US$ 30 miliar, dengan ekspor Indonesia senilai US$ 17,32 miliar. Implementasi IEU-CEPA diperkirakan dapat meningkatkan nilai ekspor Indonesia ke Eropa hingga US$ 34,64 miliar.
Dampak Positif dari IEU-CEPA
Busan menilai pertumbuhan nilai ekspor sebesar 100% ke Eropa dimungkinkan karena mayoritas bea masuk akan menjadi 0% dengan adanya IEU-CEPA. Selain itu, hambatan non tarif di Eropa akan berkurang dengan kebijakan tersebut. "Jika implementasi IEU-CEPA berjalan, pasti nilai ekspor akan meningkat, karena banyak komoditas dengan bea masuk 0% dan banyak hambatan non tarif yang hilang," jelasnya.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Perundingan Perdagangan Internasional Kemendag, Djatmiko B. Witjaksono, menjelaskan bahwa implementasi IEU-CEPA harus melalui proses persetujuan DPR. Menurutnya, legislator akan memilih apakah implementasi IEU-CEPA akan dituangkan dalam aturan setingkat Undang-Undang atau sebatas Peraturan Presiden. Djatmiko menekankan pentingnya adopsi IEU-CEPA sebagai aturan hukum. "Jangan sampai implementasi IEU-CEPA cacat prosedur hukum yang nanti merepotkan pelaku usaha. Kita harus penuhi semua prosedur hukumnya," ujarnya.
Pembebasan Bea Masuk untuk Produk Indonesia
Djatmiko mencatat bahwa draf dokumen IEU-CEPA saat ini membuat 99% produk asal Indonesia bebas bea masuk ke Eropa. Adapun 1% komoditas yang masih memiliki bea masuk umumnya produk pertanian di Benua Biru. Secara rinci, Djatmiko menyampaikan bahwa 95% produk yang diekspor ke Eropa langsung bebas bea masuk saat diratifikasi. Sementara itu, 4% komoditas lainnya akan dibebaskan bea masuk selambatnya pada 2037.
Menurut Djatmiko, persentase komoditas yang dibebaskan bea masuknya pada 2037 hanya 0,7% dari total ekspor. Namun pemerintah Indonesia mendorong agar pembebasan bea masuk untuk produk tersebut dipercepat lantaran nilai ekspornya mencapai US$ 145 juta per tahun. "Toh barang-barang yang diekspor ke Eropa adalah produk pelengkap. Jadi, tidak ada produk lokal yang bersaing langsung dengan produk asal Eropa," katanya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!