
RUU sebagai Cerminan Komitmen Negara terhadap Hak Asasi Manusia
Setiap Rancangan Undang-Undang (RUU) seharusnya menjadi cermin dari komitmen negara dalam menjunjung tinggi hak asasi manusia (HAM). Hal ini bukan hanya sekadar kebijakan formal, tetapi juga representasi dari nilai-nilai moral dan politik yang akan membentuk masa depan bangsa. Seorang anggota Komisi III DPR, Andi Muzakkir Aqil, menekankan pentingnya memasukkan perspektif HAM dalam penyusunan RUU.
Dalam pandangan Andi, perspektif HAM dalam RUU adalah investasi jangka panjang yang tidak hanya berdampak pada keadilan sosial, tetapi juga pada kualitas pemerintahan yang lebih baik. Ia mencontohkan RUU Psikotropika dan Narkotika yang saat ini sedang dibahas di Komisi III. Sebagai anggota Panitia Kerja Pengawasan Barang Impor dan Narkotika, ia melihat bahwa RUU ini mulai mengalihkan fokus dari penindasan kepada perlindungan bagi para pengguna narkoba.
“Dalam perang melawan narkoba, kita sering terjebak pada paradigma represif yang terlalu mengedepankan hukuman. Padahal, pengguna narkotika adalah korban yang membutuhkan rehabilitasi, bukan pelaku kejahatan murni,” ujar Andi melalui rilis yang diterbitkan.
Selain itu, Andi juga menyampaikan pendapatnya mengenai RUU KUHAP, yang menjadi dasar dari proses peradilan pidana. Menurutnya, mekanisme penahanan, pembuktian, serta akses bantuan hukum telah dirancang dengan cermat untuk mencegah praktik diskriminatif. Draft RUU KUHAP menekankan prinsip due process of law, yaitu proses hukum yang adil dan transparan, serta melindungi tersangka dari tindakan sewenang-wenang oleh negara.
“Integrasi prinsip HAM dalam konteks hak atas pengacara dan praperadilan yang lebih kuat menjadi fokus utama,” tambahnya. Ia menegaskan bahwa RUU yang humanis tidak berarti hukum menjadi lembek, melainkan menjamin bahwa hukum hadir secara proporsional dan memprioritaskan pemulihan serta perlindungan hak individu.
Bagi Andi, penyusunan UU dengan perspektif HAM berarti melihat hukum sebagai alat pembangunan manusia. “Saya percaya, UU dengan muatan HAM yang kental akan memperkuat legitimasi negara di mata rakyat. Kita memerlukan hukum yang adil dan mengayomi, bukan hukum yang kejam,” katanya dengan nada diplomatik.
Ia juga menyebutkan bahwa prinsip serupa akan diterapkan dalam pembahasan RUU Perampasan Aset yang akan segera dibahas oleh Komisi III. Menurutnya, meskipun negara memiliki hak untuk menyita aset hasil kejahatan, tetapi hak individu tetap harus dilindungi agar warga negara tidak menjadi korban penyalahgunaan wewenang.
Andi menutup pernyataannya dengan kalimat reflektif yang menegaskan bahwa produk hukum bukan hanya sekadar regulasi kaku. “Produk hukum adalah cermin dari komitmen negara untuk menegakkan keadilan, melindungi martabat warga negara, sekaligus upaya membangun peradaban hukum yang bermartabat,” tandasnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!