
Presiden Mengajukan Surat Presiden untuk Revisi UU BUMN
Presiden Joko Widodo telah secara resmi mengirimkan Surat Presiden (Surpres) kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI). Surat ini bertujuan untuk membahas revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN). Langkah ini diambil sebagai bagian dari upaya pemerintah dalam memperkuat pengelolaan BUMN agar lebih efektif dan berkontribusi pada perekonomian nasional.
Dalam Surpres tersebut, Presiden menugaskan beberapa menteri untuk mewakili pemerintah dalam diskusi bersama DPR. Menteri Hukum dan HAM, Menteri Sekretaris Negara, serta Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi ditunjuk sebagai perwakilan pemerintah dalam pembahasan revisi UU BUMN.
Alasan Revisi UU BUMN
Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg), Prasetyo Hadi, menjelaskan bahwa salah satu alasan utama dilakukannya revisi adalah kebutuhan untuk melakukan transformasi kelembagaan. Transformasi ini dimaksudkan untuk memperkuat pengelolaan BUMN dalam rangka mendukung pertumbuhan ekonomi nasional. Ia menekankan bahwa untuk mencapai optimasi pengelolaan BUMN, diperlukan adanya perubahan regulasi yang tercantum dalam UU BUMN.
“Perlu adanya transformasi kelembagaan guna memberikan kontribusi bagi perkembangan perekonomian nasional. Oleh karena itu, kebijakan tersebut hanya dapat dilakukan dengan melakukan perubahan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara,” ujarnya dalam Rapat Kerja bersama Komisi VI DPR RI.
Peran Menteri BUMN dalam UU yang Berlaku Saat Ini
Prasetyo Hadi juga menyampaikan bahwa sejak UU Nomor 19 Tahun 2003 berlaku, posisi Menteri BUMN menjadi regulator sekaligus wakil pemerintah pusat dalam kepemilikan saham negara. Namun, perubahan kebijakan terkait kementerian atau lembaga yang berwenang mengelola BUMN merupakan bagian dari politik hukum yang ditentukan oleh Presiden.
“Sebagai pemegang kekuasaan keuangan negara, Presiden menginginkan adanya perubahan kebijakan perihal kementerian atau lembaga pemerintah yang berwenang atas pengelolaan BUMN termasuk pemegang saham Seri A Dwiwarna, maka perubahan tersebut harus diwujudkan dalam bentuk Undang-Undang,” jelas Prasetyo.
Konsistensi dengan Amanat Konstitusi
Selain itu, ia menambahkan bahwa revisi UU BUMN juga sejalan dengan amanat konstitusi yang menekankan bahwa cabang-cabang produksi penting yang menguasai hajat hidup orang banyak harus dikuasai negara dan dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
“Negara bertanggung jawab mewujudkan kesejahteraan masyarakat melalui BUMN sebagai kepanjangan tangan pemerintah,” tutupnya.
Tantangan dan Peluang dalam Revisi UU BUMN
Revisi UU BUMN tidak hanya sekadar perubahan hukum, tetapi juga menjadi langkah strategis dalam memastikan bahwa BUMN dapat berperan optimal dalam perekonomian. Dengan transformasi kelembagaan yang tepat, diharapkan BUMN mampu meningkatkan kinerja, memperkuat daya saing, dan berkontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional.
Beberapa aspek yang akan dipertimbangkan dalam revisi antara lain penataan struktur kelembagaan, peningkatan transparansi, serta penguatan peran BUMN sebagai pelaku usaha yang berorientasi pada kepentingan nasional. Selain itu, perlu ada kesepahaman antara pemerintah dan DPR dalam menentukan arah kebijakan yang akan diambil.
Pengambilan kebijakan ini juga diharapkan dapat memperkuat koordinasi antar lembaga pemerintah serta memastikan bahwa BUMN dapat menjalankan fungsinya secara efektif dan efisien. Dengan demikian, BUMN tidak hanya menjadi bagian dari sistem perekonomian, tetapi juga menjadi motor penggerak utama dalam pembangunan nasional.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!