Guru Tersiksa, Korban Keracunan Tak Dibayar Ganti Rugi

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang Menimbulkan Kekhawatiran

Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi oleh pemerintah dalam upaya memastikan kebutuhan gizi anak-anak sekolah, ternyata menyimpan cerita yang tidak mudah. Banyak guru yang merasa menjadi korban dari program ini, baik secara moral maupun finansial.

Seorang guru SMPN di Kabupaten Rokan Hulu, Riau, mengungkapkan pengalamannya yang menyedihkan. Ia menulis surat yang ditujukan kepada Presiden Prabowo Subianto, yang kini viral di media sosial. Dalam suratnya, ia menyampaikan bahwa MBG justru membuat dirinya menjadi budak dan tumbal jika terjadi keracunan pada siswa.

Ia menjelaskan bahwa program ini merekrut sebanyak 290.000 tenaga kerja, dengan dana yang diambil 44% dari alokasi dana pendidikan yang berasal dari 20% APBN. Awalnya, program ini disebut sebagai “Makan Siang Gratis”, namun kini berubah menjadi “Makan Bergizi”. Ia ingin menyebutnya sebagai “Gratis” karena makanan tersebut berasal dari dana pendidikan. Seharusnya, dana ini bisa digunakan untuk meningkatkan profesionalisme dan kesejahteraan guru serta memenuhi kebutuhan pendidikan.

Namun, justru para guru menjadi bagian dari sistem yang tidak adil. Mereka bertugas membagikan makanan, mengumpulkan, menghitung jumlahnya, dan juga mengembalikan rantang kepada pemasok. Tidak ada pembayaran bagi mereka, sementara jika ada rantang yang hilang, mereka wajib menggantinya. Belum lagi, beberapa kepala daerah mengeluarkan pernyataan bahwa guru harus mencicipi makanan MBG sebelum diserahkan kepada siswa. Hal ini membuat para guru merasa seperti tumbal racun atau tikus laboratorium.

Jika terjadi hal buruk, mereka hanya akan dibuang ke tong sampah. Guru-guru ini memohon agar pemerintah meninjau ulang program ini. Mereka berharap ekonomi negara dapat diperbaiki sehingga kebutuhan makanan harian anak-anak dapat terpenuhi tanpa perlu intervensi pemerintah. Mereka khawatir bahwa nasip dan lauk pauk yang disajikan justru terkunci di kantong rekanan pemerintah.

Selain itu, banyak siswa yang tidak suka makanan yang disajikan. Makanan tidak memiliki rasa, tidak bercabai, dan tidak enak. Guru harus membujuk anak-anak agar mau makan dengan berbagai cara, seperti rayuan dan alasan yang berbeda-beda.

Penanganan Oleh Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI)

Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) juga menyampaikan kekhawatiran serupa. Mereka mendesak DPR untuk segera menghentikan sementara dan mengevaluasi program MBG. Koordinator Program dan Advokasi JPPI, Ari Hadianto, menegaskan bahwa keselamatan anak-anak harus diutamakan daripada ambisi politik pemerintah.

Menurutnya, kasus keracunan massal akibat MBG bukan hanya kesalahan teknis, tetapi sistemik. Hal ini berkaitan dengan tata kelola di Badan Gizi Nasional (BGN), yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program. “Hentikan program MBG sekarang juga. Ini bukan kesalahan teknis, tapi kesalahan sistem di BGN, karena kejadiannya menyebar di berbagai daerah,” ujar Ari dalam rapat bersama Komisi IX DPR pada Senin 22 September 2025.

JPPI menemukan fakta di lapangan yang sangat merugikan pihak sekolah terutama guru. Pertama, guru jadi budak tumbal racun MBG. Mereka tidak dilibatkan sama sekali, tiba-tiba kedatangan menu makanan yang banyak, lalu diminta menghitung jumlah tampannya, rantangnya, lalu distribusikan. Jika ada yang hilang, mereka wajib mengganti. Selain itu, jika terjadi keracunan, beberapa sekolah menandatangani MoU dengan SPPG yang tanggung jawabnya adalah sekolah, bahkan ada yang menandatangani MOU bahwa keracunan tanggung jawab orangtua.

SPPG (Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi) adalah dapur tempat memasak makanan bergizi untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG). Namun, kondisi ini menunjukkan bahwa sistem pengelolaan program masih jauh dari ideal.