Perkembangan Saham Laggard di Kuartal IV-2025
Sejumlah saham berkapitalisasi besar atau big caps masih tercatat sebagai saham laggard di tengah penguatan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Meskipun IHSG beberapa kali mengalami penguatan, sejumlah saham tersebut masih menunjukkan performa yang negatif.
Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), salah satu saham laggard, PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), telah mengalami pelemahan 21,19% year to date (ytd) ke level Rp 7.625 per saham hingga penutupan perdagangan Selasa (30/9). Bobot kontribusinya ke IHSG juga turun sebesar 139,47 poin.
Selanjutnya, PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) mencatatkan penurunan harga sebesar 22,81% ytd ke level Rp 4.400 per saham, dengan pengurangan bobot kontribusi sebesar 114,99 poin. Sementara itu, PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) mengalami koreksi harga sebesar 14,75% ytd ke level Rp 7.225 per saham (-40,52 poin) hingga Selasa (30/9).
Saham PT Sumber Alfa Trijaya Tbk (AMRT) turut mengalami penurunan harga sebesar 32,28% ytd ke level Rp 1.930 per saham (-40,08 poin). Di sisi lain, saham PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) juga mengalami penurunan sebesar 22,86% ytd ke level Rp 54 per saham (-34,13 poin).
Selain saham-saham tersebut, ada beberapa saham lainnya yang masuk daftar teratas saham laggard, seperti PT Bayan Resources Tbk (BYAN), PT Alamtri Resources Tbk (ADRO), PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI), PT MAP Aktif Perkasa Tbk (MAPA), dan PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP).
Faktor Penyebab Performa Negatif Saham Laggard
Menurut Chief Executive Officer (CEO) Edvisor Provina Visindo Praska Putrantyo, faktor sektoral menjadi penyebab utama kinerja harga saham big caps yang negatif. Di sektor perbankan, misalnya, masih ada kekhawatiran terhadap penyaluran kredit yang belum terserap optimal, sehingga akan menekan Net Interest Margin (NIM) emiten di sektor tersebut.
Saham big caps dari sektor pertambangan juga diterpa sentimen pelemahan harga batubara akibat permintaan yang belum pulih dari China serta peralihan pasar ke sektor emas dan energi terbarukan yang lebih prospektif.
Selain itu, sentimen daya beli yang belum pulih juga memberatkan saham-saham seperti AMRT, MAPA, dan ICBP. Tekanan arus keluar juga berdampak pada saham berkapitalisasi besar, terutama dari sektor perbankan, karena pelaku pasar masih wait and see terhadap perekonomian dan arah suku bunga Indonesia.
Prediksi Performa Saham Laggard di Kuartal IV-2025
Managing Director Research & Digital Production Samuel Sekuritas Indonesia Harry Su menyatakan bahwa adanya sejumlah saham perbankan yang berstatus laggard sangat dipengaruhi oleh tekanan arus keluar dana investor asing yang masih tinggi. Investor asing dilanda kekhawatiran seiring NIM perbankan yang mengalami tekanan akibat beban bunga tinggi dan lesunya permintaan kredit.
Saham-saham big caps yang kini berstatus laggard juga kalah pamor dengan beberapa saham konglomerasi yang sepanjang tahun ini menopang pergerakan IHSG, misalnya DCII, BRPT, DSSA, dan CDIA.
Harry percaya bahwa harga saham-saham laggard berpotensi membaik pada kuartal IV-2025 sejalan dengan efek pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI). Namun, penguatannya cenderung terbatas karena permintaan kredit masih lemah dan risiko kualitas aset tetap tinggi.
Rekomendasi untuk Investor
Praska memperkirakan nasib saham-saham laggard pada kuartal IV-2025 akan bergantung dari perkembangan fundamental yang tercermin dari kinerja keuangan kuartal III-2025. Senada dengan Harry, Praska memprediksi penguatan harga saham-saham laggard akan cenderung terbatas karena sangat bergantung dari faktor kebijakan suku bunga acuan dan perkembangan daya beli masyarakat pada beberapa waktu mendatang.
Praska juga menyebut, saham-saham laggard yang memiliki fundamental baik dan diuntungkan oleh kebijakan insentif pemerintah berpotensi mencatat perbaikan profitabilitas. Oleh karena itu, ia menyarankan investor untuk buy on weakness terhadap saham-saham laggard tersebut, terutama jika memiliki valuasi murah.
Dari sekian saham laggard yang beredar saat ini, Praska menyebut saham BBRI dapat dicermati untuk jangka panjang dengan target harga Rp 5.025 per saham. Dua saham perbankan lainnya juga layak dipantau investor yakni BBCA dan BMRI dengan target harga masing-masing di level Rp 8.900 per saham dan Rp 5.000 per saham.
Di lain pihak, Harry menyarankan agar investor menunggu momentum akhir tahun atau ketika ada tanda stabilisasi arus dana investor asing untuk masuk. “Fokus pada saham laggard dengan fundamental solid,” tutur dia. Harry menempatkan saham BBCA, TLKM, ICBP, AMRT, dan JPFA sebagai pilihan utama dari sisi fundamental. Saham-saham tersebut dinilai defensif, punya fundamental kuat, dan berpotensi memberi kontribusi pada pergerakan IHSG di tengah volatilitas saham laggard.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!