
Penyebab Keracunan Massal di Cipongkor dan Langkah Pembenahan yang Dilakukan
Kasus keracunan massal yang terjadi di Kecamatan Cipongkor, Kabupaten Bandung Barat, Jawa Barat, akibat makanan bergizi gratis (MBG) telah menjadi perhatian serius dari berbagai pihak. Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Dadan Hindayana, menjelaskan bahwa penyebab utama kejadian ini adalah kesalahan teknis dalam proses memasak dan distribusi makanan oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Menurut Dadan, SPPG terindikasi memasak makanan terlalu awal, sehingga waktu antara proses memasak hingga distribusi melebihi batas aman. Hal ini menyebabkan makanan tersimpan terlalu lama sebelum diberikan kepada siswa. Dalam keterangannya, ia menyampaikan bahwa setelah meninjau posko penanganan kasus tersebut, pihaknya langsung mengambil langkah koordinasi dengan seluruh SPPG yang baru beroperasi dalam satu bulan terakhir.
Dadan menekankan pentingnya pola memasak dan distribusi yang tepat agar kualitas makanan tetap terjaga. Ia juga memberi instruksi kepada SPPG baru untuk mulai memasak pada jam setengah dua siang, sehingga waktu antara masak dan pengiriman tidak lebih dari empat jam. Ini dilakukan agar makanan tetap segar dan aman dikonsumsi.
Selain itu, Dadan menyebut bahwa SPPG lama sudah memiliki ritme kerja yang baik. Namun, SPPG baru cenderung khawatir makanan tidak selesai tepat waktu, sehingga melakukan produksi terlalu dini. Untuk menghindari hal ini, ia menyarankan agar SPPG baru memulai dengan jumlah penerima manfaat yang lebih sedikit. Misalnya, awalnya hanya melayani 2 sekolah, kemudian bertahap naik ke 4 sekolah, dan seterusnya hingga bisa menguasai proses secara keseluruhan.
Masalah di Banggai dan Instruksi untuk Penggantian Supplier
Dadan juga menyoroti kasus serupa yang terjadi di Banggai, Sulawesi Tengah. Meskipun SPPG setempat sebelumnya berjalan baik, mereka tiba-tiba mengganti pemasok bahan baku secara mendadak, yang berdampak pada penurunan kualitas makanan. Oleh karena itu, pihaknya memberi instruksi kepada SPPG lama untuk mengganti supplier secara bertahap, bukan secara drastis. Ia menegaskan bahwa perubahan tidak boleh dilakukan terlalu cepat, karena dapat berdampak negatif pada kualitas layanan.
Untuk SPPG yang mengalami perubahan seperti di Banggai, Dadan meminta agar sementara waktu aktivitas distribusi MBG dihentikan. Hal ini dilakukan agar pihak terkait bisa melakukan analisis mendalam terkait proses pelayanan dan menemukan solusi yang tepat.
Evaluasi dan Penanganan Psikologis Anak-anak
Dadan menekankan bahwa evaluasi tidak hanya dilakukan di Cipongkor, tetapi juga pada SPPG baru lainnya. Tujuannya adalah agar kejadian serupa tidak terulang kembali. Selain itu, ia juga mengingatkan pentingnya penanganan psikologis bagi anak-anak yang terkena dampak keracunan. Menurutnya, anak-anak yang mengalami gangguan pencernaan biasanya akan merasa trauma dan perlu didampingi agar kembali percaya diri dalam mengonsumsi makanan bergizi gratis.
Proses Makanan yang Menyebabkan Keracunan
Sebelumnya, ratusan siswa di Kecamatan Cipongkor mengalami keracunan setelah mengonsumsi makanan dari program MBG. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Jawa Barat, makanan yang disajikan terdiri dari nasi dan lauk yang dimasak malam hari, namun baru dikonsumsi siang keesokan harinya. Perbedaan waktu yang terlalu lama menyebabkan makanan menjadi basi dan memicu keracunan.
Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, juga mengatakan bahwa faktor utama keracunan adalah kesalahan teknis dalam proses memasak dan distribusi makanan. Ia menjelaskan bahwa makanan yang dimasak malam hari dan dikonsumsi siang hari membuat waktu antara masak dan makan terlalu lama, sehingga kualitas makanan menurun.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!