Program Makan Bergizi Gratis Diuji Ulang Akibat Kasus Keracunan
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diinisiasi oleh pemerintah Indonesia kini menjadi perhatian serius dari berbagai pihak, termasuk Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Hal ini terjadi setelah munculnya sejumlah kasus keracunan yang dialami oleh siswa sekolah. Sejak program ini diluncurkan pada Januari 2025, telah tercatat sebanyak 5.626 kasus keracunan yang terjadi di 17 provinsi.
Ketua DPR RI, Puan Maharani, menyatakan bahwa evaluasi menyeluruh diperlukan untuk memastikan keberlanjutan dan keselamatan program tersebut. Ia menekankan pentingnya kolaborasi antara berbagai pihak dalam mencari solusi, bukan saling menyalahkan. Puan mengatakan bahwa evaluasi harus dilakukan secara total agar tidak ada lagi kasus serupa terulang.
"Jadi memang evaluasinya itu harus dilakukan secara total, jadi jangan saling menyalahkan, tapi kita evaluasi bersama sehingga jangan terulang kembali," ujar Puan saat berada di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (23/9/2025).
Puan juga memastikan bahwa DPR akan melakukan pengawasan langsung ke lapangan, mulai dari hulu hingga hilir, untuk menemukan akar masalah. Menurutnya, masalah bisa berasal dari berbagai aspek, termasuk kondisi dapur yang dikelola oleh Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di daerah.
"Itu sebenarnya masalahnya seperti apa, apakah di dapurnya, apakah di sekolahnya, untuk bisa melihat dari hulunya itu sebenarnya masalahnya seperti apa," tambahnya.
Evaluasi Diperlukan, Bukan Penghentian Sementara
Tidak hanya Puan, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI, Said Abdullah, juga menyerukan evaluasi menyeluruh terhadap program MBG. Namun, ia menekankan pentingnya mendeteksi dan menginventarisasi masalah terlebih dahulu sebelum melakukan evaluasi lebih lanjut.
Said menyoroti bahwa satu SPPG saat ini harus melayani hingga 3.000 siswa, jumlah yang dinilai terlalu besar dan berpotensi memicu masalah rantai pasok. Ia mengatakan bahwa panjangnya rantai pasok dari SPPG ke sekolah bisa menjadi salah satu penyebab utama masalah.
"Apakah karena rantai pasok dari SPPG ke sekolah terlalu panjang? Karena satu SPPG melayani 3.000, apakah itu bisa diperpendek? Satu SPPG cukup 1.500. Sehingga makanan bergizi gratis yang sampai di sekolah itu masih fresh from the oven," jelas Said.
Atas dasar itu, Said tidak setuju jika program ini dihentikan sementara. Ia justru meminta pemerintah untuk segera mencari letak masalahnya, termasuk terkait rentang waktu proses pengolahan makanan.
"Tidak berarti ada konklusi harus di-stop. Jangan. Lebih baik mari kita deteksi dini, di mana letak masalahnya," pungkas Said.
Langkah-Langkah yang Perlu Dilakukan
Untuk memastikan keberhasilan program MBG, beberapa langkah perlu dilakukan. Pertama, peningkatan pengawasan terhadap pelaksanaan program di lapangan. Kedua, evaluasi terhadap kapasitas SPPG dalam melayani jumlah siswa yang sesuai dengan kemampuan mereka. Ketiga, mempercepat proses distribusi makanan agar tetap segar dan aman untuk dikonsumsi.
Selain itu, penting untuk meningkatkan koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah dalam menjalankan program ini. Serta, memastikan bahwa semua pihak terlibat dalam proses evaluasi dan perbaikan, bukan hanya fokus pada kesalahan satu pihak.
Dengan langkah-langkah ini, diharapkan program MBG dapat terus berjalan dengan efektif dan aman, serta memberikan manfaat maksimal bagi para siswa di seluruh Indonesia.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!