
Antam Berupaya Membangun Ekosistem Baterai Listrik di Indonesia
PT Aneka Tambang Tbk (ANTM) memiliki visi untuk berperan aktif dalam membangun industri hilirisasi nikel di Indonesia. Direktur Utama Antam, Achmad Ardianto, menyatakan bahwa perusahaan akan mengembangkan rantai industri nikel yang kuat, mulai dari tambang hingga daur ulang baterai. Hal ini menjadi bagian dari strategi jangka panjang perusahaan untuk memperkuat posisi Indonesia dalam pasar global.
Dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi VI DPR RI, Achmad menjelaskan bahwa penggunaan nikel saat ini masih didominasi oleh industri stainless steel dan kebutuhan baterai kendaraan listrik yang terus berkembang. Namun, ia menekankan bahwa pasar nikel dunia masih dikuasai oleh Cina. Dengan demikian, Antam berkomitmen untuk mendukung pemerintah dalam mewujudkan kemandirian dengan kapasitas produksi domestik.
Menurut data yang disampaikan Achmad, potensi pasar kendaraan listrik di dalam negeri sangat besar. Dari sekitar 1 juta unit penjualan mobil per tahun, hanya sekitar 40 ribu unit yang merupakan mobil listrik. Ini menunjukkan adanya peluang besar yang bisa dimanfaatkan oleh industri dalam negeri.
Strategi Antam dalam Pengembangan Industri Baterai
Untuk mewujudkan ambisi tersebut, Antam telah menandatangani enam kerja sama dengan Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL), produsen baterai terbesar dunia. Rantai produksi yang dibangun mencakup berbagai tahapan, mulai dari pertambangan nikel, pembuatan nikel powder, konversi menjadi nikel sulfat atau katoda nikel, hingga pembangunan pabrik HPAL untuk menghasilkan Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan produksi sel baterai siap pakai untuk kendaraan listrik.
Selain itu, Antam juga sedang menyiapkan perusahaan khusus untuk mendaur ulang baterai yang berusia 8–12 tahun agar dapat digunakan kembali. Dengan demikian, perusahaan berharap akan terbentuk ekosistem tertutup yang mencakup tambang, produksi baterai, manufaktur mobil listrik, hingga daur ulang baterai.
“Sehingga terbentuklah loop tertutup untuk suatu ekosistem mobil listrik di Indonesia mulai dari penambangan nikel, pembuatan baterai, pembuatan mobil, penggunaan mobil di Indonesia, sampai nanti recycle baterai listriknya,” ujar Achmad.
Investasi Besar dalam Proyek Baterai Listrik
Total investasi proyek tersebut diperkirakan mencapai hampir US$ 6 miliar. Seluruh fasilitas produksi berlokasi di Maluku Utara, kecuali pabrik baterai di Karawang yang diposisikan dekat dengan basis produksi mobil. Empat joint venture utama dijalankan melalui anak usaha Antam, Indonesian Battery Corporation (IBC), bersama PLN, Pertamina, dan Inalum.
Sebelumnya, Antam telah mendirikan PT Feni Haltim (PT FHT) di Halmahera Timur, Maluku Utara, bersama Hong Kong CBL Limited (HK CBL). Proyek ini merupakan bagian dari kolaborasi Antam dengan IBC dan mitra global seperti CATL.
Di kawasan industri Halmahera Timur, Feni Haltim akan mengembangkan smelter pirometalurgi dengan target kapasitas 88.000 ton refined nickel alloy per tahun pada 2027. Selain itu, smelter hidrometalurgi akan memproduksi 55.000 ton MHP per tahun mulai 2028, serta pabrik bahan katoda Nickel Cobalt Manganese (NCM) berkapasitas 30.000 ton per tahun di tahun yang sama.
Kawasan terpadu tersebut juga ditargetkan memiliki fasilitas daur ulang baterai yang menghasilkan logam sulfat dan lithium karbonat sebanyak 20.000 ton per tahun mulai 2031.
Visi Jangka Panjang Antam
Achmad menegaskan bahwa proyek ekosistem baterai ini tidak hanya soal nilai investasi, tetapi juga terkait reposisi strategis Indonesia di panggung energi global. “Kami ingin memastikan bahwa Indonesia tidak hanya menjadi eksportir bahan mentah, tapi juga pemain utama dalam rantai pasok global baterai kendaraan listrik,” ujarnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!