Opini: Suntikkan Likuiditas untuk Membangkitkan Daya Beli Properti Menengah

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Evaluasi Program Perumahan Pemerintah dan Tantangan yang Dihadapi

Seiring dengan menjelang 1 tahun pelaksanaan program perumahan yang dicanangkan oleh pemerintah, tercatat hingga Agustus 2025, total pembangunan rumah mencapai 190.335 unit. Namun, angka ini hanya sebesar 6,3% dari target keseluruhan sebanyak 3 juta rumah hingga akhir 2029. Sementara itu, tingkat backlog perumahan di Indonesia pada 2025 mencapai 15 juta unit. Hal ini menunjukkan bahwa capaian program masih jauh dari harapan.

Beberapa faktor menyebabkan kemunduran dalam progres program perumahan. Pertama, pengetatan ruang fiskal yang membatasi alokasi dana. Kedua, kurangnya regulasi pelaksanaan serta roadmap yang jelas. Ketiga, rendahnya dukungan terhadap instrumen pembiayaan. Dengan kondisi ini, sektor perumahan menghadapi tantangan struktural yang cukup berat.

Harga rumah di kota-kota besar sudah melampaui kemampuan rata-rata pendapatan masyarakat. Misalnya, di Jakarta, rasio harga terhadap pendapatan (price to income ratio) mencapai 14 kali. Artinya, seseorang harus menabung selama 14 tahun tanpa konsumsi untuk bisa membeli rumah. Angka ini jauh dari ideal, karena standar internasional menilai rasio yang sehat berada antara 3—5 kali.

Kebijakan terbaru Menteri Keuangan terkait injeksi likuiditas sebesar Rp200 triliun kepada Bank Himbara perlu ditinjau secara lebih mendalam. Tujuan kebijakan ini adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi melalui penyaluran kredit yang saat ini hanya berkisar pada 7,03%. Ini membuat laju pertumbuhan kredit menjadi yang terendah sejak 2022. Dengan tambahan likuiditas ini, diharapkan biaya dana dapat ditekan agar lebih murah, terutama untuk sektor riil.

Perbankan tetap menjadi sumber utama pembiayaan properti. Lebih dari 70% pembelian rumah dilakukan melalui kredit pemilikan rumah (KPR). Ketergantungan ini membuat sektor properti rentan terhadap perubahan suku bunga dan ketersediaan likuiditas. Jika suku bunga naik atau likuiditas bank ketat, pengembang akan kesulitan mencari modal.

Dengan adanya tambahan likuiditas, diharapkan pengembang dapat diberikan keringanan dan subsidi bunga untuk mempercepat pembangunan perumahan. Sebagai sektor vital dalam perekonomian, sektor properti memberikan kontribusi sebesar 15%—16% terhadap PDB. Selain itu, sektor ini memiliki dampak multiplier yang luas terhadap industri pendukung seperti konstruksi, transportasi, dan furnitur. Bahkan, jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, porsi sektor properti terhadap PDB Indonesia sudah di atas 20%.

Tantangan Khusus dalam Sektor Properti

Injeksi likuiditas perlu diiringi dengan kemampuan rechanneling fasilitas kredit di sisi permintaan. Mengingat 70% pembeli rumah menggunakan fasilitas kredit, maka diperlukan pelonggaran suku bunga yang sesuai dengan daya beli masyarakat. Data Bank Indonesia menunjukkan bahwa penjualan properti hanya tumbuh sebesar 0,73% pada kuartal pertama 2025. Meski pertumbuhan ini relatif kecil, namun ini menjadi catatan positif dibandingkan kuartal akhir tahun lalu yang terkontraksi sebesar -15,09%.

Namun, terjadi kontraksi signifikan pada penjualan rumah tipe menengah dan besar masing-masing sebesar -35,76% dan -11,69%. Di sisi lain, penjualan rumah tipe kecil tumbuh sebesar 21,75%. Data ini menunjukkan penurunan daya beli pada kelas menengah yang cukup serius. Faktanya, proporsi kelas menengah telah turun dari 21,45% pada 2019 menjadi 17,13% pada 2024.

Dibutuhkan intervensi serius pada sisi permintaan untuk memenuhi kebutuhan perumahan. Stimulus seperti PPN DTP telah diluncurkan, namun dampaknya belum terasa signifikan. Oleh karena itu, perlu diperluas cakupannya agar tidak hanya difokuskan pada masyarakat berpenghasilan rendah, tetapi juga sampai ke kelas menengah.

Selain itu, data Bank Indonesia menunjukkan penurunan pertumbuhan kredit kepemilikan properti sebesar 4,3% (YoY) pada Juni 2025, melemah dari 9,0% (YoY) pada Juli 2024. Penurunan kredit ini disertai dengan peningkatan non performing loan pada sektor properti dari 2,4% pada Juni 2024 menjadi 3,07% pada Juni 2025. Kelas menengah menghadapi tantangan khusus karena tingginya tingkat konsumsi mereka, termasuk risiko debt trap untuk pinjaman konsumtif.

Data BPS menunjukkan bahwa kelompok kelas menengah dan menuju kelas menengah memiliki porsi 81,49% terhadap porsi konsumsi masyarakat. Jika harga barang dan jasa meningkat tanpa diiringi peningkatan pendapatan riil, maka celah untuk memenuhi kebutuhan KPR semakin sempit. Injeksi likuiditas berpotensi meningkatkan risiko maturity mismatch dan risiko insolvency pada perbankan jika tidak dikelola dengan bijak.

Merujuk pada teori money supply oleh Milton Friedman, jika peningkatan money supply tidak diiringi dengan pertumbuhan output ekonomi yang seimbang, maka akan berdampak pada risiko inflasi. Oleh karena itu, penting untuk secara bersamaan memadukan kebijakan ini dengan paket kebijakan di sektor properti dari sisi permintaan, guna meningkatkan daya beli kelas menengah sebagai tulang punggung pertumbuhan ekonomi.