Pemerintah Perlu Rancang Peta Jalan Utang untuk Yakinan Pasar dan Publik terhadap APBN 2026

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Peta Jalan Pengelolaan Utang Diperlukan untuk Menjaga Kestabilan Fiskal

Pemerintah dianggap perlu menyusun peta jalan pengelolaan utang sebagai salah satu strategi pembiayaan fiskal ke depan. Hal ini mengingat target defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 yang telah dinaikkan dari 2,48% menjadi 2,68% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Penyesuaian ini menunjukkan bahwa pemerintah akan lebih bergantung pada utang dalam membiayai berbagai kebutuhan negara.

DPR telah menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang APBN 2026 menjadi Undang-Undang dalam rapat paripurna hari ini. Ekonom Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menilai pentingnya penyusunan peta jalan pengelolaan utang karena kenaikan defisit APBN akan berdampak pada meningkatnya kebutuhan pembiayaan pemerintah. Ia menjelaskan bahwa dengan peningkatan defisit, porsi utang dalam struktur APBN akan bertambah, sehingga perlu dikelola dengan hati-hati.

"Menyusun peta jalan pengelolaan utang bukan hanya soal teknis fiskal, tapi juga memberi kepastian kepada pasar dan publik tentang arah kebijakan pemerintah," ujar Yusuf. Ia menekankan bahwa kebijakan fiskal yang ekspansif bisa mendorong pertumbuhan, tetapi jika tidak diimbangi dengan manajemen pembiayaan yang disiplin, risiko seperti biaya bunga yang lebih besar, risiko valas, dan tekanan ke APBN di tahun-tahun berikutnya bisa meningkat.

Untuk itu, pemerintah perlu menyusun peta jalan pengelolaan utang yang mencakup tiga aspek utama:

  1. Target menengah yang menunjukkan seberapa jauh rasio utang dan beban bunganya masih dalam koridor aman.
  2. Strategi pembiayaan yang meliputi apakah lebih banyak mengandalkan pasar domestik, memperpanjang jatuh tempo, atau diversifikasi instrumen.
  3. Mekanisme mitigasi risiko, termasuk langkah antisipasi jika suku bunga global kembali tinggi atau rupiah tertekan.

Yusuf menegaskan bahwa jika pemerintah secara terbuka menyampaikan kerangka tersebut, pasar akan lebih percaya, biaya pinjaman bisa ditekan, dan DPR pun memiliki dasar kuat untuk melakukan fungsi pengawasan.

Lima Karakteristik Ideal Peta Jalan Pengelolaan Utang

Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk., Josua Pardede, menyarankan setidaknya lima karakteristik ideal dalam peta jalan pengelolaan utang:

  1. Jangkar fiskal yang kredibel, yang memuat batasan sederhana yang mudah dipantau publik, seperti batas rasio bunga terhadap penerimaan.
  2. Target perbaikan saldo primer secara bertahap hingga positif saat pertumbuhan menguat, karena rasio utang ditentukan oleh selisih suku bunga pertumbuhan dan saldo primer.
  3. Strategi pembiayaan yang meminimalkan risiko biaya, termasuk dominasi SBN rupiah, porsi kupon tetap yang tinggi, jatuh tempo rata-rata yang cukup panjang, serta kalender lelang/penarikan pembiayaan yang transparan.
  4. Manajemen risiko pasar yang terukur, dengan indikator risiko yang diawasi rutin seperti rata-rata jatuh tempo, sensitivitas kupon terhadap kenaikan suku bunga, durasi, porsi valas, dan profil bullet jatuh tempo per tahun.
  5. Mengikat pembiayaan dengan delivery program prioritas, agar anggaran digunakan secara efektif dan sesuai rencana.

Postur APBN 2026 yang Disahkan

Setelah RAPBN 2026 disahkan menjadi UU, berikut postur APBN 2026:

  • Pendapatan Negara: Rp3.153,6 triliun
  • Penerimaan negara: Rp2.693,7 triliun
    • Penerimaan pajak: Rp2.357,7 triliun
    • Kepabeanan dan cukai: Rp336 triliun
    • Penerimaan negara bukan pajak (PNBP): Rp459,2 triliun
  • Belanja Negara: Rp3.842,7 triliun
  • Belanja pemerintah pusat: Rp3.149,7 triliun
    • Belanja kementerian/lembaga: Rp1.510,5 triliun
    • Belanja non kementerian/lembaga: Rp1.639,2 triliun
    • Transfer ke daerah: Rp693 triliun
  • Keseimbangan Primer: Rp89,7 triliun
  • Defisit Anggaran: Rp689,1 triliun (2,68% terhadap PDB)
  • Pembiayaan Anggaran: Rp689,1 triliun

Asumsi Dasar Makro APBN 2026

Beberapa asumsi makro yang digunakan dalam penyusunan APBN 2026 antara lain:

  • Pertumbuhan ekonomi: 5,4% (YoY)
  • Inflasi: 2,5% (YoY)
  • Imbal hasil (yield) Surat Berharga Negara (SBN) tenor 10 tahun: 6,9%
  • Nilai tukar Rupiah: Rp16.500 per dolar Amerika Serikat (AS)
  • Harga minyak mentah atau ICP: US$70 per barel
  • Lifting minyak: 610 ribu barel per hari (rbph)
  • Lifting gas bumi: 984 ribu barel setara minyak bumi per hari (rbsmph)

Target Pembangunan APBN 2026

Beberapa target pembangunan yang ingin dicapai dalam APBN 2026 antara lain:

  • Tingkat pengangguran terbuka: 4,44%—4,96%
  • Rasio gini: 0,377—0,380
  • Tingkat kemiskinan ekstrem: 0%—0,05%
  • Tingkat kemiskinan: 6,5%—7,5%
  • Indeks Modal Manusia: 0,57
  • Indeks Kesejahteraan Petani: 0,7731
  • Proporsi penciptaan lapangan kerja formal: 37,95%
  • GNI per capita: US$5.520
  • Penurunan intensitas emisi gas rumah kaca: 36,14%
  • Indeks kualitas lingkungan hidup: 76,67