
Perubahan Pola Pikir untuk Membangun Jakarta yang Mandiri
Gubernur DKI Jakarta, Pramono Anung, menegaskan bahwa Jakarta tidak boleh terus bergantung pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) meskipun angka tersebut sangat besar. Menurutnya, perlu adanya transformasi dalam cara berpikir dan pola kerja agar Jakarta mampu menghadapi masa depan dengan lebih mandiri. Hal ini semakin penting mengingat peran ibu kota politik akan berpindah ke Ibu Kota Nusantara (IKN) pada tahun 2028.
“Kita harus merubah cara berpikir, tidak bisa lagi hanya menggantungkan kepada APBD,” ujar Pramono saat memberikan sambutan dalam kunjungan kelas Lemhanas di Balai Agung, Balai Kota Jakarta, Rabu (24/9/2025).
APBD Jakarta pada tahun 2025 mencapai sekitar Rp92 triliun, angka yang jauh melampaui provinsi lain di Indonesia. Namun, Pramono menekankan bahwa nominal besar tersebut bukanlah solusi jika tidak diiringi perubahan dalam pola kerja.
“Tetapi saya tidak mau kita menggantungkan kepada APBD yang kelihatannya besar sekali. Bagaimana caranya? Maka harus merubah behavior, cara kerja,” tambahnya.
Sejak awal menjabat, Pramono memimpin dengan pendekatan disiplin dan menjadi teladan. Ia menggambarkan dirinya sebagai “dirigen” yang mengoordinasi jalannya pemerintahan dengan keterbukaan dan mempercayai Aparatur Sipil Negara (ASN) yang ada.
Salah satu contoh nyata dari perubahan ini adalah penerapan disiplin waktu. Di Balai Kota Jakarta, semua kegiatan dilakukan tepat waktu. Gubernur selalu siap lima menit sebelum rapat dimulai. Dalam rapat, ia menyatakan bahwa jika ada yang terlambat, maka besoknya tidak boleh masuk. Perubahan ini dilakukan tanpa harus diawasi, tetapi melalui praktik nyata yang diterapkan secara konsisten.
Selain itu, setiap hari Rabu, sekitar 64.000 ASN DKI diwajibkan menggunakan transportasi umum. Kebijakan ini mendapat tingkat kepatuhan di atas 84 persen karena gubernur dan wakil gubernur memberi teladan. Ini membuktikan bahwa perubahan dapat tercapai jika diawali dengan contoh yang baik.
Mekanisme KLB sebagai Sumber Dana Pembangunan
Selain APBD, Jakarta kini juga memanfaatkan mekanisme Koefisien Luas Bangunan (KLB) untuk membiayai pembangunan. Sebelumnya, pengurusan KLB memakan waktu belasan tahun, tetapi kini dipangkas menjadi hanya 15 hari. Pramono menekankan bahwa transparansi menjadi kunci utama dalam proses ini.
“Orang tidak bisa lagi main-main. Kalau ada orang bangun gedung tinggi, dalam hati saya bilang ‘Bismillah, pasti dia bayar KLB-nya’,” ujarnya.
Dana yang diperoleh dari KLB akan digunakan untuk membiayai pembangunan ruang publik di Jakarta, seperti Bundaran HI, Blok M, Taman Bendera Pusaka, Semanggi, serta kawasan Jakarta Timur, Barat, dan Selatan. Pramono berharap bahwa semua proyek ini akan menjadi transparan dan mampu memperbaiki wajah Jakarta.
“Ini semuanya akan menjadi transparan dan mudah-mudahan inilah yang akan benar-benar bisa memperbaiki dan merubah wajah Jakarta,” katanya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!