Yang Harus Diketahui dari Sidang Umum PBB ke-80: Pengakuan Palestina, Krisis Global, dan Kehilangan

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Sidang Umum PBB Kehilangan Eksistensi Akibat Krisis Global

Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) ke-80 resmi dibuka di New York pada Selasa, 23 September 2025. Sebanyak hampir 150 kepala negara dan pemerintahan hadir dalam forum diplomasi terbesar dunia ini. Namun, sidang kali ini tidak hanya menjadi momen untuk merayakan delapan dekade PBB, tetapi juga menjadi ajang menghadapi berbagai krisis mendalam yang mengancam eksistensi organisasi internasional tersebut.

Salah satu isu utama yang muncul adalah relevansi PBB di abad ke-21. Pertanyaan muncul apakah lembaga yang lahir pada tahun 1945 masih mampu menjalankan mandat perdamaian globalnya. Kekhawatiran tidak hanya terletak pada konflik yang terjadi di berbagai belahan dunia, seperti perang di Ukraina dan Gaza, tetapi juga pada kelangsungan operasional organisasi itu sendiri.

PBB Terancam Krisis Eksistensial

Tom Fletcher, pejabat tertinggi urusan kemanusiaan PBB, memberikan peringatan keras tentang kondisi badan dunia ini. Ia menyebut situasi PBB saat ini berada di titik kritis. "PBB menghadapi badai sempurna, kekurangan dana, kelebihan beban, dan berada di bawah serangan," ujarnya. Sejak tahun lalu, pendanaan PBB turun sebesar 40 persen, sementara jumlah pekerja kemanusiaan yang tewas, terutama di Gaza, mencatat rekor tertinggi.

Krisis ini tidak bisa dilepaskan dari kebijakan pemerintahan Donald Trump. Selama masa jabatannya, AS memangkas kontribusi ke PBB, menarik diri dari WHO dan UNESCO, serta menolak Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Menurut Richard Gowan dari International Crisis Group, "Amerika Serikat bertindak dengan cara yang sempit dan tidak sepadan dengan perannya sebagai negara berkekuatan global."

Anjali Dayal, akademisi Fordham University, menilai AS kini berubah dari penopang utama menjadi sumber instabilitas. "Dari atas hingga bawah, bidang-bidang penting seperti pengentasan kemiskinan, kesehatan publik, dan kesetaraan gender justru diganggu secara aktif oleh Washington," ujarnya.

Pengakuan Negara Palestina Picu Perdebatan

Isu lain yang memperuncing sidang adalah pengakuan internasional bagi negara Palestina. Inggris, Kanada, Australia, dan Portugal bergabung dengan mayoritas anggota PBB yang sudah mengakui Palestina. Sebelumnya, 142 negara mendukung resolusi Sidang Umum untuk “langkah nyata, terukur, dan tidak dapat diubah” menuju solusi dua negara. Namun, AS dan Israel menolak langkah tersebut. Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio menegaskan, “Langkah ini hanya bersifat simbolis dan sama sekali tidak membawa kita lebih dekat pada terwujudnya negara Palestina.”

Suriah Keluar dari Isolasi

Sorotan lain tertuju pada Suriah. Presiden interim Ahmed al-Sharaa dijadwalkan berpidato Rabu, pidato pertama pemimpin Suriah di forum ini sejak 1967. Kehadirannya menandai berakhirnya isolasi panjang. Namun, keterlibatannya di masa lalu sebagai pemimpin kelompok Hayat Tahrir al-Sham yang masuk daftar teroris PBB memunculkan skeptisisme, terutama dari Israel.

Senator Demokrat Jeanne Shaheen menyebut ini “kesempatan bersejarah” bagi transisi Suriah pasca-Assad. Tetapi analis David Hale mengingatkan, “Israel melihat masa lalunya, bukan masa depan. Mereka akan mengambil langkah keamanan sendiri.”

Tiongkok Isi Kekosongan Amerika

Saat pengaruh AS melemah, Tiongkok bergerak mengisi ruang kosong. Meski tidak menutup defisit finansial, Beijing memperluas pengaruh diplomatik. “Tiongkok tidak perlu menggelontorkan dana besar. Mereka cukup mendapat pengaruh secara otomatis karena Amerika Serikat kini absen secara politik dalam forum ini,” jelas Gowan.

Kali ini, Tiongkok diwakili Perdana Menteri Li Qiang yang dijadwalkan berpidato Jumat. Presiden Xi Jinping absen, sebagaimana Presiden Rusia Vladimir Putin yang hanya mengutus Menteri Luar Negeri Sergey Lavrov.

Trump dan Ambisi Nobel Perdamaian

Meski kerap melemahkan lembaga internasional itu, Trump tetap memanfaatkan Sidang Umum PBB untuk kepentingan politiknya. Dia dijadwalkan berpidato setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva, sambil kembali menggaungkan ambisi meraih Nobel Perdamaian. Trump mengklaim telah “menyelesaikan tujuh perang, bahkan sepuluh jika menghitung pra-perang.” Klaim itu menuai perdebatan. Meski mendapat pujian dari pemimpin Rwanda dan Republik Demokratik Kongo, konflik di kawasan itu masih jauh dari selesai. Hal serupa berlaku bagi Gaza dan Ukraina, dua konflik besar yang pernah dia klaim mampu diselesaikan dalam waktu singkat.

Harapan Sekjen PBB

Di tengah dinamika global penuh ketegangan, Sekretaris Jenderal PBB António Guterres menekankan pentingnya forum ini sebagai ruang mediasi. Dia menyebut Sidang Umum PBB sebagai “Piala Dunia diplomasi”, namun mengingatkan agar esensinya tidak bergeser. “Ini tidak boleh sekadar ajang mencetak poin politik—Sidang Umum PBB harus menjadi sarana nyata untuk menyelesaikan masalah,” tegasnya. Pertemuan tingkat tinggi ini dijadwalkan berlangsung hingga 29 September 2025.