
Pembekuan Penggunaan Sirene dan Strobo di Jalan Raya
Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri melakukan pembekuan sementara penggunaan sirene dan strobo di jalan raya. Langkah ini dilakukan sebagai respons terhadap keluhan masyarakat atas penggunaan alat tersebut yang dinilai mengganggu kenyamanan dan ketertiban lalu lintas. Akademisi Kebijakan Publik Unila, Sigit Krisbintoro, menilai bahwa penggunaan sirene dan strobo dapat memicu kegaduhan sosial dan politik.
Gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” Muncul di Media Sosial
Belakangan ini, gerakan “Stop Tot Tot Wuk Wuk” muncul secara viral di media sosial sebagai bentuk protes masyarakat terhadap maraknya penggunaan strobo dan sirene di jalan raya maupun jalan tol. Aksi ini muncul karena banyak pengendara merasa aksesori tersebut sering digunakan tidak sesuai aturan hingga mengganggu kenyamanan di jalan. Protes warga terhadap penyalahgunaan strobo ditunjukkan dengan berbagai cara, mulai dari poster digital hingga stiker bernada sindiran.
Salah satu stiker yang ramai beredar bertuliskan: “Pajak kami ada di kendaraanmu. Stop berisik di jalan Tot Tot Wuk Wuk!”.
Fungsi Sirene dan Strobo dalam Kendaraan
Sirene adalah perangkat pembuat suara nyaring atau melengking yang digunakan sebagai tanda bahaya, tanda darurat, atau isyarat tertentu. Sementara strobo adalah lampu yang menyala dengan kilatan cepat (berkedip-kedip) dalam interval singkat. Pada kendaraan, strobo biasanya dipasang di grill depan atau bagian belakang untuk memperkuat tanda darurat.
Mengapa Penggunaan Sirene dan Strobo Bisa Memicu Kegaduhan Sosial dan Politik?
Menurut Sigit Krisbintoro, penggunaan strobo dan sirene, baik oleh pejabat maupun masyarakat umum, dinilai dapat memicu kegaduhan sosial dan politik. Perlakuan khusus dan perilaku sebagian masyarakat kaya menggunakan sirine dan strobo, kata Sigit, dapat menimbulkan gejolak di tengah masyarakat.
"Pengawalan pejabat dengan sirene dan strobo, serta mobil masyarakat yang menggunakan strobo, akan menimbulkan kegaduhan sosial dan politik di tengah kondisi masyarakat yang rentan secara ekonomi, sosial, dan beban psikologis," ujar Sigit saat dikonfirmasi.
Ia melanjutkan, kesenjangan sosial, ekonomi, dan beban psikologis dapat memicu ketidakstabilan di masyarakat, terutama ketika ada perlakuan khusus bagi sekelompok orang.
Siapa yang Berhak Menggunakan Sirene dan Strobo?
Sigit menekankan, bahwa penggunaan sirene dan strobo sebaiknya hanya diperuntukkan bagi hal-hal vital dan mendesak untuk kepentingan umum. "Pimpinan atau pejabat itu berasal dari rakyat, tentu harus merakyat. Pahami kondisi rakyat, tugasnya melayani, bukan ingin dihormati," imbuhnya.
Ia juga berpendapat bahwa masyarakat seharusnya menjadi pusat perhatian dalam penyelenggaraan pemerintahan, bukan sebaliknya.
"Jadikan masyarakat sebagai pusat perhatian penyelenggaraan pemerintahan, bukan sebaliknya pemerintahan jadi pusat perhatian masyarakat," pungkasnya.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009 Pasal 135, hak penggunaan strobo hanya diberikan kepada kendaraan pemadam kebakaran, pimpinan lembaga negara dan tamu negara atau pejabat asing, ambulans, mobil jenazah, konvoi untuk kepentingan tertentu, serta kendaraan penolong kecelakaan.
Apakah Larangan Penggunaan Sirene dan Strobo Sesuai Aturan?
Menurut Sigit, perlakuan khusus terhadap pejabat dan sebagian masyarakat kaya merupakan tindakan yang tidak peduli rakyat. Dia pun mengapresiasi kebijakan Korlantas Polri dalam mengevaluasi dan membekukan sementara penggunaan sirene dan strobo oleh pejabat.
"Tindakan untuk mengevaluasi dan melarang penggunaan sirene dan strobo, serta menindak tegas, sudah sesuai peraturan yang berlaku, merupakan tindakan tepat untuk menjaga stabilitas masyarakat," tegasnya.
Alasan Kakorlantas Bekukan Penggunaan Sirene dan Strobo
Kakorlantas Polri Irjen Agus Suryonugroho mengatakan, pihaknya melakukan pembekuan sementara penggunaan sirene dan rotator di jalan raya. Hal tersebut Agus sampaikan dalam merespons keluhan warga mengenai sirene "tot tot wuk wuk" dari para pengawal yang mengganggu di jalan.
Meski demikian, Agus menekankan pengawalan terhadap kendaraan pejabat tertentu tetap dilaksanakan. Hanya saja, penggunaan sirene dan strobo tidak lagi menjadi prioritas.
“Kami menghentikan sementara penggunaan suara-suara itu, sembari dievaluasi secara menyeluruh. Pengawalan tetap bisa berjalan, hanya saja untuk penggunaan sirene dan strobo sifatnya dievaluasi. Kalau memang tidak prioritas, sebaiknya tidak dibunyikan,” kata Agus kepada wartawan.
Kapan Penggunaan Sirene dan Strobo Diperbolehkan?
Agus menyampaikan, penggunaan sirene hanya boleh dilakukan pada kondisi tertentu yang benar-benar membutuhkan prioritas. Kalaupun sirene digunakan, kata Agus, tidak boleh dipakai secara sembarangan.
“Kalaupun digunakan, sirene itu untuk hal-hal khusus, tidak sembarangan. Sementara ini sifatnya imbauan agar tidak dipakai bila tidak mendesak,” tutur dia.
Sementara itu, Agus menyampaikan bahwa langkah evaluasi ini diambil sebagai bentuk respons positif atas aspirasi masyarakat yang merasa terganggu dengan penggunaan sirene dan strobo.
Dia pun berterima kasih kepada publik yang telah peduli terhadap Polri.
“Kami berterima kasih atas kepedulian publik. Semua masukan akan kami tindak lanjuti. Untuk sementara, mari bersama-sama menjaga ketertiban lalu lintas,” imbuh Agus.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!