
Peningkatan Rokok Ilegal yang Memicu Kerugian Negara
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Jawa Barat, Finari Manan menyampaikan bahwa peredaran rokok ilegal mengalami peningkatan signifikan dalam tiga tahun terakhir. Hal ini berdampak pada menurunnya penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) baik secara nasional maupun regional, sehingga memengaruhi pendapatan negara.
Menurut Finari, hingga Agustus 2025, tren peningkatan rokok ilegal terlihat dari data sejak 2023. Jawa Barat menjadi daerah perlintasan utama bagi rokok ilegal yang berasal dari Jawa Tengah dan Jawa Timur. Daerah ini menjadi tempat yang sangat strategis bagi pelaku usaha ilegal untuk mengirimkan produk tanpa pita cukai.
Sejak 2023 hingga Agustus 2025, Ditjen Bea dan Cukai Jawa Barat telah menangkap sebanyak 225 sarana pengangkut rokok ilegal yang melintasi wilayah tersebut. Dalam periode Januari hingga Agustus 2025, jumlah rokok ilegal yang dimusnahkan mencapai 61.679.274 batang dengan perkiraan nilai barang sebesar Rp 90.655.948.940. Total jumlah rokok ilegal yang berhasil disita sejak 2023 mencapai 183.165.786 batang. Rinciannya adalah 59.288.107 batang pada 2023, 62.198.405 batang pada 2024, dan 61.679.274 batang pada 2025.
Total nilai barang rokok ilegal selama tiga tahun terakhir mencapai Rp 238.100.187.571 atau sekitar Rp 238,1 miliar. Sementara kerugian penerimaan negara diperkirakan mencapai Rp 124.789.532.772 atau sekitar Rp 124,8 miliar. Finari menjelaskan bahwa kenaikan tarif cukai pada 2023 memberi dampak langsung kepada konsumen, terutama perokok yang mengalami fenomena downtrading.
Fenomena Downtrading dan Pengaruh Kebijakan Cukai
Downtrading merujuk pada peralihan konsumsi rokok dari merek mahal ke merek yang lebih murah. Fenomena ini didorong oleh kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau yang terus-menerus dilakukan. Akibatnya, banyak perokok beralih ke rokok ilegal karena harga yang lebih terjangkau.
Finari menjelaskan bahwa konsumen yang melakukan downtrading sering kali merasa puas dengan kualitas rokok yang lebih murah. Misalnya, seseorang yang biasanya membeli rokok dengan harga Rp 42 ribu kini beralih ke rokok dengan harga Rp 30 atau Rp 20 ribu dan merasa puas. Namun, yang rugi adalah produsen legal yang harus mematuhi aturan cukai.
Pemerintah akhirnya memutuskan tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau pada 2025 dan akan berlanjut hingga tahun depan. Meski awalnya ada isu bahwa perusahaan rokok akan meminta penurunan tarif, ternyata hal itu tidak terwujud. Menurut Finari, perusahaan-perusahaan tersebut mungkin sudah memahami bahwa tarif cukai tidak pernah turun, meskipun ada kebijakan yang berubah-ubah.
Peran Cukai Hasil Tembakau dalam Pendapatan Negara
Cukai hasil tembakau merupakan sumber pendapatan negara yang sangat penting. Secara nasional, CHT menyumbang 70 hingga 80 persen dari total pendapatan negara. Di Jawa Barat sendiri, 98 persen pendapatan negara berasal dari CHT. Oleh karena itu, setiap penurunan tarif cukai akan berdampak langsung pada pendapatan pajak rokok dan dana bagi hasil cukai tembakau yang dialokasikan ke Jawa Barat.
Finari menegaskan bahwa kebijakan cukai harus tetap dijaga agar tidak mengganggu stabilitas pendapatan negara. Penanganan rokok ilegal juga harus terus ditingkatkan agar dapat mengurangi dampak negatif terhadap penerimaan negara dan menjaga keadilan antara pelaku usaha legal dan ilegal.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!