
Kondisi Darurat Sampah di Indonesia
CEO BPI Danantara, Rosan Roeslani, menyampaikan bahwa Indonesia saat ini menghadapi kondisi darurat sampah yang tidak dapat dikelola secara efektif. Menurutnya, sampah bisa menjadi sumber energi yang bermanfaat dalam Pembangkit Listrik Tenaga Sampah (PLTSa). Pernyataan ini disampaikan dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengolah Sampah Menjadi Energi (Waste to Energy) bersama kementerian dan lembaga terkait di Wisma Danantara, Selasa (30/9/2025).
"Kami melihat darurat, tidak hanya di Jakarta, tetapi juga di banyak kota besar lainnya. Kami yakin bahwa waste energy adalah solusi jangka panjang yang mampu menyatukan isu lingkungan, kesehatan, serta energi," ujar Rosan.
Pengelolaan sampah yang dilakukan oleh Danantara bersama kementerian dan lembaga terkait sejalan dengan komitmen negara untuk mencapai emisi nol pada tahun 2060. "Ini adalah salah satu langkah nyata bagaimana kami berfokus pada transisi energi terbarukan," tambah Rosan.
Jumlah Sampah yang Mengkhawatirkan
Rosan menjelaskan bahwa status darurat sampah di Indonesia terlihat dari jumlah sampah yang dihasilkan setiap tahun, yaitu sebanyak 35 juta ton. Jika diilustrasikan, angka tersebut setara dengan 16.500 lapangan sepak bola.
"Jadi, bisa dibilang begitu banyak sampah yang kita hasilkan setiap tahunnya di Indonesia," katanya.
Persentase Sampah yang Tidak Terkelola
Dari total 35 juta ton sampah yang dihasilkan, sekitar 61 persen tidak terkelola dengan baik. Angka ini merujuk pada sampah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), tetapi tidak sesuai dengan prosedur pengelolaan yang benar.
Sampah yang menumpuk dan tidak terkelola memiliki dampak negatif yang luas, mulai dari kesehatan, lingkungan, hingga kehidupan sosial. "Tempat pembuangan sampah ini sekarang menyumbang sekitar dua sampai tiga persen emisi gas rumah kaca nasional," jelas Rosan.
Dampak Buruk Sampah terhadap Kesehatan
Dari segi kesehatan, masyarakat yang tinggal di dekat TPA mengalami peningkatan penyakit asma hingga 40 persen, diare meningkat 72 persen, dan risiko demam berdarah naik tujuh kali lipat dibanding daerah non-TPA. Selain itu, risiko cacat lahir meningkat 33 persen, sedangkan potensi cacat kepala dan leher meningkat hingga 70 persen.
Rosan juga menyoroti bahaya yang terjadi di TPA. "Beberapa TPA pernah mengalami kebakaran beberapa kali, termasuk longsoran yang pernah terjadi di TPA lainnya, yang mengakibatkan 157 korban jiwa," ujarnya.
Solusi dan Langkah Masa Depan
Dalam upaya mengurangi timbunan sampah, beberapa inisiatif telah dilakukan. Salah satunya adalah pembersihan aliran sungai di Tukad Badung, yang bertujuan untuk mengurangi dampak negatif sampah terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
Langkah-langkah seperti ini menunjukkan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat dalam menghadapi tantangan sampah. Dengan memaksimalkan potensi sampah sebagai sumber energi, Indonesia dapat memperkuat keberlanjutan lingkungan sekaligus memenuhi kebutuhan energi nasional.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!