
Perubahan Tren Pasar Kerja: Dari "The Great Resignation" ke "The Great Stay"
Dalam beberapa tahun terakhir, dunia kerja global mengalami perubahan signifikan. Fenomena yang dikenal sebagai "The Great Resignation" sempat menjadi topik utama, di mana banyak karyawan memutuskan untuk keluar dari pekerjaan mereka demi mencari peluang baru. Hal ini dipicu oleh berbagai faktor seperti rasa lelah (burnout), ketidakpuasan terhadap budaya perusahaan, keinginan untuk memiliki fleksibilitas lebih besar, serta dorongan untuk menemukan makna baru dalam karier.
Namun, tren ini kini mulai bergeser. Alih-alih pindah kerja, banyak karyawan justru memilih untuk tetap bertahan di tempat mereka saat ini. Fenomena ini disebut sebagai "The Great Stay", atau dalam bahasa Indonesia bisa diterjemahkan sebagai "Tetap Bekerja". Para ahli juga menyebutnya dengan istilah "Job Hugging", yaitu kebiasaan para pekerja untuk mempertahankan pekerjaan mereka sekuat tenaga meskipun ada keinginan untuk mencoba hal baru.
Fenomena ini pertama kali diungkap oleh konsultan dari Korn Ferry, sebuah perusahaan konsultan organisasi ternama. Mereka menjelaskan bahwa "job hugging" merupakan respons terhadap ketidakpastian ekonomi global dan melambatnya pasar tenaga kerja. Risiko pindah kerja kini terasa lebih tinggi dibanding beberapa tahun lalu, sehingga membuat banyak karyawan lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan karier.
Faktor Pemicu Fenomena Job Hugging
Salah satu faktor utama yang mendorong fenomena ini adalah ketidakpastian ekonomi global. Inflasi yang belum sepenuhnya terkendali, ancaman resesi, perubahan rantai pasok, serta gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan oleh perusahaan besar—baik startup teknologi maupun korporasi mapan—membuat karyawan semakin waspada dalam mengambil langkah karier.
Berbeda dengan periode pasca-pandemi, ketika tenaga kerja sangat dibutuhkan dan peluang terbuka lebar, kini pasar tenaga kerja mulai menunjukkan tanda-tanda melambat. Selain itu, biaya hidup yang meningkat juga membuat karyawan lebih memprioritaskan keamanan finansial daripada sekadar perubahan karier.
Banyak pekerja merasa belum cukup siap secara finansial untuk menghadapi risiko kehilangan pekerjaan, sehingga lebih memilih bertahan pada posisi mereka saat ini. Hal ini terutama terasa di kalangan pekerja muda yang baru saja membangun kestabilan finansial setelah masa pandemi.
Dampak Job Hugging pada Proses Rekrutmen
Fenomena job hugging membawa tantangan besar bagi perekrut. Jika sebelumnya perusahaan menghadapi masalah tingginya turnover karyawan, kini mereka dihadapkan pada situasi di mana kandidat potensial lebih enggan untuk pindah pekerjaan. Akibatnya, proses rekrutmen menjadi lebih panjang dan sulit.
Kandidat yang sudah berada pada posisi stabil sering kali meminta kompensasi lebih tinggi atau paket benefit yang lebih menarik sebelum mau berpindah. Di sisi lain, persaingan antarperusahaan untuk merekrut talenta terbaik menjadi semakin ketat. Perusahaan yang tidak mampu memberikan nilai tambah selain gaji—misalnya fleksibilitas kerja, kesempatan pengembangan karier, atau budaya kerja yang sehat—akan kalah dalam persaingan menarik tenaga kerja unggulan.
Kondisi ini memaksa tim HR untuk lebih kreatif dalam menawarkan peluang, termasuk membangun brand employer yang kuat dan fokus pada pengalaman karyawan (employee experience).
Peluang Emas untuk Retensi dan Pengembangan Karyawan
Meski tampak menantang, fenomena job hugging juga membuka peluang besar bagi perusahaan untuk berinvestasi pada karyawan yang sudah ada. Dengan tren bertahan yang lebih tinggi, perusahaan dapat memanfaatkan momentum ini untuk meningkatkan retensi, memperkuat budaya kerja, dan mengembangkan talenta internal.
Langkah-langkah strategis yang bisa dilakukan antara lain:
- Investasi pada pelatihan dan pengembangan karier. Memberikan kesempatan belajar, sertifikasi, atau mentoring dapat meningkatkan loyalitas karyawan.
- Membangun budaya perusahaan yang inklusif dan suportif. Lingkungan kerja yang sehat secara psikologis akan membuat karyawan merasa lebih betah dan produktif.
- Menciptakan jalur karier yang jelas. Karyawan yang melihat prospek karier di tempatnya bekerja akan lebih kecil kemungkinannya untuk berpindah ke perusahaan lain.
Perusahaan yang mampu memanfaatkan tren ini berpotensi mendapatkan keuntungan jangka panjang berupa karyawan yang lebih loyal, budaya kerja yang lebih solid, dan efisiensi biaya rekrutmen.
Generasi Muda dan Perubahan Mindset Karier
Fenomena job hugging juga menunjukkan adanya perubahan mindset generasi muda terkait pekerjaan. Jika sebelumnya mereka dikenal lebih mobile dan tidak segan berpindah kerja demi pengalaman baru, kini banyak yang lebih realistis. Generasi ini lebih fokus pada stabilitas dan keamanan jangka panjang, terutama setelah mengalami ketidakpastian ekonomi pasca-pandemi.
Namun bukan berarti keinginan untuk berkembang hilang sama sekali. Justru generasi muda cenderung mencari tempat kerja yang mendukung pengembangan diri tanpa harus berpindah-pindah perusahaan. Mereka menginginkan lingkungan yang fleksibel, peluang belajar yang berkelanjutan, dan atasan yang suportif. Perusahaan yang memahami pola pikir ini akan lebih mudah mempertahankan talenta muda yang potensial.
Kesimpulan: Adaptasi Jadi Kunci di Era Job Hugging
Fenomena job hugging adalah bukti bahwa dinamika pasar tenaga kerja terus berubah seiring perkembangan ekonomi dan sosial. Jika dulu "The Great Resignation" menandai keberanian karyawan untuk mengambil risiko, kini "The Great Stay" mencerminkan kehati-hatian mereka dalam menghadapi ketidakpastian.
Bagi perusahaan, tren ini bisa menjadi tantangan maupun peluang. Kuncinya terletak pada adaptasi strategi manajemen SDM. Perusahaan yang hanya fokus pada rekrutmen eksternal mungkin akan kesulitan, tetapi organisasi yang memprioritaskan retensi, pengembangan karyawan, dan budaya kerja positif akan menuai keuntungan besar.
Pada akhirnya, job hugging mengingatkan bahwa hubungan perusahaan dan karyawan bukan hanya soal kontrak kerja, tetapi juga soal kepercayaan, keamanan, dan peluang tumbuh bersama. Siapa pun yang mampu memahami dinamika ini—baik karyawan maupun perusahaan—akan lebih siap menghadapi perubahan besar di dunia kerja modern.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!