Mas Mu'ti, Bergerak! Klarifikasi Pendidikan Gibran untuk Keadilan

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Kontroversi Pendidikan Gibran Rakabuming Raka: Kunci Legitimasi dan Tantangan Integritas

Isu mengenai status pendidikan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kembali menjadi sorotan. Surat keterangan kesetaraan pendidikan yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) pada 6 Agustus 2019, yang ditandatangani oleh Sekretaris Dirjen Dr. Sutanto, SH, MH, kini menjadi perdebatan publik. Dokumen ini menyatakan bahwa pendidikan Gibran di program UTS Insearch di Australia setara dengan SMK di Indonesia. Namun, banyak pihak menilai surat tersebut memiliki kejanggalan.

Program UTS Insearch sejatinya hanya merupakan kursus persiapan untuk studi lanjutan di University of Technology Sydney (UTS), bukan pendidikan formal setingkat SMA atau SMK. Hal ini memunculkan pertanyaan serius tentang bagaimana sebuah program non-formal bisa disamakan dengan ijazah SLTA, yang menjadi syarat mutlak dalam pencalonan jabatan publik seperti wali kota atau wakil presiden. Fadillah menilai ini bukan sekadar masalah administrasi, tetapi potensi pelanggaran hukum yang bisa berujung pada pemakzulan Gibran sebagai wakil presiden.

Pada 23 September 2025, sekelompok tokoh masyarakat, termasuk Dr. Roy Suryo dan Dr. Rismon, melakukan audiensi dengan Kemendikdasmen untuk meminta penelusuran ulang arsip terkait pendidikan Gibran. Respons awal dari Ditjen Dikdasmen dinilai masih simpang siur, terutama mengenai kronologi pendidikan Gibran di Singapura dan Australia. Data yang tersedia menunjukkan bahwa Gibran tidak memiliki ijazah SMA atau SMK, melainkan hanya bermodalkan surat keterangan kesetaraan yang kini dipertanyakan keabsahannya.

Reaksi publik di media sosial sangat luar biasa, dengan hashtag seperti #GibranTanpaIjazah dan #AdiliGibran menggema di platform X. Ini mencerminkan kekecewaan atas dugaan manipulasi dokumen yang melibatkan institusi negara. Bagi Fadillah, ini adalah ujian integritas bagi Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah, Prof. Dr. Abdul Mu’ti, untuk membuktikan bahwa Kemendikdasmen di bawah kepemimpinannya berbeda dari era sebelumnya, yang sering dikaitkan dengan skandal dan ketidaktransparanan.

Fakta bahwa surat keterangan ini diterbitkan di bawah kepemimpinan Nadiem Makarim menambah kompleksitas masalah. Jika dokumen ini terbukti tidak sah, maka pencalonan Gibran sebagai Wali Kota Solo pada 2020 dan Wakil Presiden pada 2024 ke Komisi Pemilihan Umum (KPU) dapat dinyatakan batal demi hukum. Ini bukan hanya soal reputasi Gibran, tetapi juga kepercayaan publik terhadap sistem pendidikan dan penegakan hukum di Indonesia.

Tuntutan Publik: Transparansi dan Sanksi Tegas

M. Rizal Fadillah menegaskan bahwa Mas Mu’ti harus segera mengklarifikasi status pendidikan Gibran, terutama keabsahan surat kesetaraan SLTA yang menjadi dasar pencalonannya. Jika terbukti ada pelanggaran, Fadillah mendesak agar surat keterangan tersebut dibatalkan, dan pejabat yang terlibat, khususnya Sekretaris Dirjen Dr. Sutanto, diperiksa. Menurutnya, sanksi tidak hanya harus bersifat administratif, tetapi juga pidana, mengingat dampaknya terhadap integritas pemilu dan kepercayaan publik.

Reaksi publik di media sosial memperkuat urgensi tindakan ini. Ribuan pengguna X menuntut Kemendikdasmen untuk membuka arsip secara transparan, dengan banyak yang menyebut kasus ini sebagai bukti lanjutan dari “dinasti politik” yang dipelopori ayah Gibran, mantan Presiden Joko Widodo. Beberapa warganet bahkan membandingkan situasi ini dengan skandal ijazah palsu di negara lain, yang berujung pada pengunduran diri pejabat tinggi.

Fadillah juga menyoroti bahwa transparansi adalah kunci untuk memulihkan kepercayaan. Ia menegaskan bahwa Mas Mu’ti tidak perlu menunggu gugatan informasi publik untuk bertindak, karena Kemendikdasmen di bawah kepemimpinannya harus menjadi institusi yang proaktif dan bersih. “Jika Mas Mu’ti mampu memberikan keterangan final yang jujur, ini akan menjadi legacy bersejarah yang membedakan dirinya dari pendahulunya,” ujar Fadillah.

Ujian Integritas: Peluang Emas atau Jebakan Politik?

Bagi Mas Mu’ti, isu ini adalah ujian integritas yang akan menentukan warisannya sebagai menteri. Menurut M. Rizal Fadillah, Menteri Dikdasmen yang dikenal dengan pendekatan akademis dan religius ini memiliki peluang untuk mencatatkan sejarah dengan menyelesaikan kontroversi yang telah lama menggantung. Reputasinya sebagai figur yang dekat dengan rakyat, terutama melalui keterlibatannya di organisasi Muhammadiyah, menjadi modal kuat untuk menghadapi tekanan politik.

Namun, Fadillah memperingatkan bahwa tanpa keberanian untuk menghadapi kemungkinan adanya tekanan dari elite politik, Mas Mu’ti bisa terjebak dalam pusaran yang justru merusak citranya. “Ini bukan hanya soal Gibran, tetapi tentang menegakkan kebenaran di hadapan rakyat,” tegasnya.

Di sisi lain, tantangan ini juga membawa risiko politik yang tidak kecil. Gibran, sebagai bagian dari dinasti Jokowi, memiliki basis pendukung yang masih kuat, terutama di kalangan relawan mantan presiden. Jika Mas Mu’ti memutuskan untuk membatalkan surat keterangan atau merekomendasikan sanksi, ia berpotensi menghadapi serangan balik dari kelompok pendukung tersebut. Namun, Fadillah yakin bahwa dengan dukungan publik yang kini semakin vokal menuntut keadilan, Mas Mu’ti memiliki kesempatan untuk memperkuat posisinya sebagai pemimpin yang berpihak pada rakyat, bukan pada elit politik.

Saatnya Bergerak: Jangan Biarkan Rakyat Kecewa

M. Rizal Fadillah menyerukan agar Mas Mu’ti segera mengambil langkah konkret untuk memenuhi tuntutan publik. Dengan membuka arsip pendidikan Gibran secara transparan dan menindaklanjuti dugaan pelanggaran, Mas Mu’ti bisa membuktikan bahwa ia adalah menteri yang berani dan jujur. Fadillah menegaskan bahwa ini bukan hanya soal status pendidikan Gibran, tetapi juga tentang memulihkan kepercayaan rakyat terhadap sistem pendidikan dan demokrasi.

Kegagalan bertindak, menurut Fadillah, bisa memicu kemarahan yang lebih besar, seperti yang terjadi di Nepal, di mana pejabat tinggi dikejar massa karena dianggap melindungi korupsi. Di Indonesia, sentimen serupa mulai terlihat di media sosial, dengan warganet menuntut agar Gibran diadili atas dugaan manipulasi dokumen. Jika Mas Mu’ti mampu menjawab tantangan ini dengan integritas, ia tidak hanya akan menyelamatkan reputasi Kemendikdasmen, tetapi juga memberikan harapan baru bagi rakyat yang lelah dengan politik dinasti.

Akhirnya, Fadillah mengingatkan bahwa waktu adalah musuh terbesar dalam situasi ini. Setiap hari tanpa kejelasan hanya akan memperdalam kekecewaan publik. Mas Mu’ti, dengan segala prestasi dan reputasinya, kini memiliki kesempatan untuk menjadi pahlawan rakyat—atau, jika lengah, menjadi bagian dari sistem yang terus mengecewakan. Pilihan ada di tangannya, dan rakyat sedang menanti.