Narasi Baru Bank Syariah

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Peran Bank Syariah dalam Membangun Ekonomi yang Inklusif dan Berkeadilan

Dalam literatur klasik Islam, Ibnu Khaldun menegaskan bahwa keadilan distribusi adalah fondasi peradaban. Jika kekayaan hanya berputar di lingkaran sempit, produktivitas masyarakat melemah dan negara kehilangan daya dorong. Oleh karena itu, kestabilan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan suatu negara sangat ditentukan cara pemerintahnya mengelola keuangan publik.

Ibnu Khaldun menulis, “Pada tahap awal suatu negara, pajak ringan namun menghasilkan penerimaan besar; pada tahap akhir, pajak berat justru menurunkan penerimaan.” Pesan klasik ini menjadi dasar pemikiran Presiden Ronald Reagan ketika membangun program ekonomi untuk memulihkan Amerika Serikat yang dilanda stagflasi. Reagan merespons dengan strategi pemotongan pajak, deregulasi, dan mendorong logika “supply-side economics” yang sejalan dengan pandangan Ibnu Khaldun—penurunan beban fiskal akan memulihkan energi produktif masyarakat.

Namun, keberhasilan Reaganomics tidak datang tanpa kontroversi. Pertumbuhan ekonomi dan pasar modal serta optimisme investor ternyata tidak merata. Kritik dari Krugman menegaskan bahwa kebijakan fiskal dan moneter tidak hanya diukur dari pertumbuhan dan stabilitas makro, tetapi juga dari dampaknya terhadap pemerataan kesejahteraan masyarakat.

Dalam konteks Indonesia hari ini, gagasan itu kembali relevan. Pemerintah baru memerlukan instrumen ekonomi yang mampu menghadirkan pertumbuhan tinggi sekaligus pemerataan. Di tengah diskursus Sumitronomics—arah kebijakan yang menekankan stabilitas makro, kemandirian fiskal, dan pertumbuhan inklusif—bank syariah bisa ditawarkan sebagai winning proposition. Bukan sekadar alternatif, bank syariah bisa menjadi instrumen ekonomi pemerataan keuangan rakyat yang konkret, melalui pembiayaan produktif UMKM, layanan haji dan umrah yang masif, serta inovasi produk halal investment.

Dari sini tampak jelas, dalam masa sulit pemulihan ekonomi tidak bisa hanya digantungkan pada kebijakan pemerintah semata. Diperlukan kolaborasi semua pelaku ekonomi—terutama perbankan dan dunia usaha—untuk menjadi katalis pemulihan, menjaga kepercayaan, serta menyalurkan energi produktif ke sektor riil.

Warisan Kebijakan dan Momentum Baru

Di bawah kepemimpinan Wakil Presiden Prof KH. Ma’ruf Amin, ekonomi syariah menempati panggung strategis. Lahirnya Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS), penguatan literasi keuangan, serta merger tiga bank syariah menjadi Bank Syariah Indonesia (BSI) menandai fondasi kelembagaan yang kokoh. Namun, fondasi kelembagaan itu kini memerlukan napas baru.

Ketua Dewan Pengawas Asbisindo, Muliaman D Hadad, dalam acara serah terima jabatan Ketua Umum Asbisindo dari Hery Gunardi kepada Anggoro Eko Cahyo pada 24 September 2025, menekankan perlunya Asbisindo menyampaikan winning proposition kepada pemerintah baru. Ia menyoroti tiga agenda strategis Asbisindo: (1) memperluas inklusi keuangan syariah melalui edukasi dan literasi dengan kolaborasi multi-pihak serta platform sinergi yang terarah; (2) mempercepat implementasi teknologi dan digitalisasi guna mengembangkan produk syariah yang inovatif, kompetitif, dan memiliki diferensiasi jelas dengan dukungan sistem IT yang andal; dan (3) memanfaatkan momentum dengan rasionalitas kebijakan yang memudahkan, yang keseluruhannya dikemas dalam tema besar “Regaining New Energy for New Islamic Ecosystem.”

Proposisi ini, bila dikaitkan dengan arah kebijakan “Sumitronomics” yang menekankan stabilitas makro, kemandirian fiskal, dan pertumbuhan inklusif, membuka peluang bagi perbankan syariah untuk naik kelas—dari sekadar pelengkap sistem keuangan, menjadi instrumen nyata kebijakan publik dan akselerator pemerataan ekonomi nasional.

Penta Helix Sebagai Kerangka Ekosistem

Untuk membangun ekosistem yang andal, diperlukan transformasi momentum kelembagaan menjadi tenaga pendorong riil dalam bentuk model sinergi berbasis Penta Helix, yaitu kolaborasi antar lima pilar: pemerintah, akademisi, industri (bisnis/perbankan), komunitas (masyarakat/UMKM), dan media.

Industri perbankan syariah harus bertindak sebagai eksekutor inovasi produk (digital finance, fintech syariah, pembiayaan mikro produktif), serta sebagai pelaku yang menerapkan manajemen risiko proaktif (cadangan modal, buffer likuiditas, diversifikasi aset). Pada titik inilah bank syariah harus meningkatkan kapabilitas dinamis (dynamic capabilities), membangun infrastruktur IT digital yang kuat, sistem manajemen data dan data analytics yang canggih, serta kerangka dynamic risk management yang komprehensif.

Dalam praktik global, beberapa bank syariah di Malaysia dan Turki telah menunjukkan bahwa dalam masa krisis, model profit-loss sharing dan pembiayaan berbasis aset memungkinkan mitigasi risiko lebih baik dibanding eksposur terhadap instrumen pasar modal volatil; mereka juga membangun dana syariah khusus (Islamic countercyclical buffers) untuk menghadapi tekanan likuiditas.

Lebih jauh, membangun visi kesinambungan bisnis mutlak diperlukan: bank syariah bukan hanya lembaga sosial, melainkan institusi keuangan yang harus menjadi business case yang solid, dengan kinerja keuangan sehat dan kemampuan menghasilkan keuntungan berkelanjutan (ROA dan ROE yang kompetitif).

Hanya dengan basis keuangan yang kokoh, bank syariah dapat menjalankan fungsi sosial-kemasyarakatan yang lebih luas, sejalan dengan maqāṣid syariah.

Penutup

Upaya meningkatkan peran perbankan syariah sebagai instrumen pertumbuhan dan pemerataan tidak hanya terletak pada modal, regulasi, atau teknologi semata, tetapi juga pada sinergitas ekosistem. Semua elemen harus berjalan beriringan: bank syariah, ormas Islam, lembaga keuangan syariah lainnya, serta lembaga pendidikan dan pelatihan harus bersamasama membangun kapabilitas dan kompetensi para pegawai, manajer, dan regulator.

SDM yang adaptif, profesional, sekaligus memahami maqāṣid syariah menjadi fondasi untuk mengelola pertumbuhan yang sehat dan berkelanjutan. Lebih dari itu, kepercayaan umat harus terus diperkuat. Bank syariah di Indonesia telah dikawal oleh Dewan Pengawas Syariah (DPS) di masing-masing institusi, serta Dewan Syariah Nasional (DSN MUI) di tingkat nasional.

Karena itu, diskursus publik sebaiknya tidak lagi terjebak pada perdebatan lama mengenai “syariah atau tidak syariah” suatu produk dan layanan. Fokusnya harus diarahkan pada perluasan maslahat dan pencapaian maqāṣid syariah—yakni menciptakan keadilan, kesejahteraan, dan distribusi ekonomi yang lebih merata.

Kepercayaan umat adalah modal utama, sinergi ekosistem adalah kunci, dan perbankan syariah adalah jawaban. Jika sinergi kelembagaan, kompetensi SDM, kepercayaan umat, serta orientasi maqāṣid syariah ini berjalan konsisten, maka bank syariah tidak hanya akan menjadi instrumen keuangan alternatif, melainkan pilar utama sistem keuangan nasional yang menggabungkan stabilitas, profitabilitas, dan keberpihakan sosial—sebuah fondasi yang relevan untuk mewujudkan agenda besar Sumitronomics: pertumbuhan tinggi yang inklusif sekaligus berkeadilan.