
Pemerintah Akan Berikan Stimulus Ekonomi di Akhir Tahun 2025
Pemerintah Indonesia masih berencana untuk memberikan sejumlah paket stimulus ekonomi pada akhir tahun atau kuartal IV tahun 2025. Tujuan dari pemberian stimulus ini adalah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional agar mencapai target yang ditetapkan dalam APBN 2025, yaitu sebesar 5,2%. Namun, beberapa ahli ekonomi menyatakan bahwa target tersebut tidak akan mudah tercapai hanya dengan bantuan stimulus.
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Eko Listiyanto menilai bahwa meskipun ada stimulus, kemungkinan besar pertumbuhan ekonomi tidak akan mencapai 5,2% sesuai target. Ia mengungkapkan bahwa sasaran dari paket kebijakan lebih banyak berfokus pada kelas bawah dan sektor informal. Meski ada juga yang menyasar kelas menengah-bawah, secara umum kelompok kelas menengah dinilai kurang menjadi prioritas. Padahal, kelompok ini memiliki potensi konsumsi yang lebih tinggi.
Selain itu, Eko menyoroti bahwa implementasi stimulus yang tepat sasaran tidak mudah. Menurutnya, program ini lebih bersifat reaktif terhadap aksi unjuk rasa yang terjadi belakangan ini, dibandingkan proaktif dalam membenahi kondisi ekonomi secara struktural.
Eko menjelaskan bahwa jika hanya mengandalkan belanja APBN, maka sulit untuk mencapai target pertumbuhan 5,2%. Realisasi pertumbuhan ekonomi di kuartal I dan II 2025 telah berada di bawah angka tersebut, masing-masing sebesar 4,87% dan 5,12%. Oleh karena itu, realistisnya pertumbuhan ekonomi di 2025 hanya bisa mencapai 5%.
Menurutnya, kunci utama untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah dengan meningkatkan konsumsi rumah tangga dan investasi Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB). Selain itu, ia menyarankan agar akselerasi belanja APBN mulai direalisasikan sejak kuartal I, bukan menumpuk di kuartal IV.
Kebijakan Lain yang Diperlukan
Untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi 5,4% sesuai APBN 2026, Eko menyarankan perbaikan terus-menerus dalam kemudahan perizinan, bunga kredit yang murah, serta peningkatan akses pasar bagi UMKM. Selain itu, kerja sama internasional di bidang ekonomi juga perlu dioptimalkan.
Dalam kesempatan lain, Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira menilai bahwa stimulus yang diberikan pemerintah belum cukup untuk mendorong pertumbuhan ekonomi hingga 5,2%. Ia menyoroti bahwa jumlah stimulus dinilai masih kecil dibanding dampak efisiensi anggaran. Selain itu, proses implementasi juga memerlukan waktu.
Contohnya, program magang untuk mahasiswa lulusan baru maksimal 1 tahun yang dibayar pemerintah, masih dipertanyakan kesiapan perusahaan swasta dalam menampungnya. Proses persiapan ini membutuhkan waktu, dan setelah magang pun belum tentu peserta langsung direkrut. Hal ini menimbulkan kekhawatiran bahwa program ini akan mengulang pola Kartu Prakerja, di mana pelatihan tidak selalu diikuti oleh pekerjaan.
Bhima memproyeksikan pertumbuhan ekonomi tahun ini hanya sebesar 4,9%. Di kuartal III 2025, pertumbuhan ekonomi diperkirakan tidak akan melebihi 5%, karena tidak ada momen musiman yang dapat mendorong konsumsi. Efek efisiensi anggaran di daerah dan perlambatan investasi akibat ketidakpastian global juga turut memengaruhi.
Di sisi lain, pemerintah diperkirakan akan menahan Sisa Anggaran Lebih (SAL) untuk kebutuhan belanja tahun depan dan pengendalian defisit anggaran. Hal ini bisa memengaruhi alokasi dana yang tersedia untuk stimulus ekonomi.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!