
Kesulitan Keuangan Jiwasraya pada Tahun 2007
Eks Kepala Divisi Aktuaria PT Asuransi Jiwasraya (Persero) Iswardi mengungkapkan bahwa perusahaan pelat merah tersebut mengalami kesulitan keuangan yang sangat berat pada tahun 2007. Dalam persidangan terkait kasus korupsi Jiwasraya periode 2008-2018, ia menyebutkan bahwa perusahaan mengalami insolvensi sebesar Rp 6,7 triliun. Hal ini membuat Jiwasraya tidak mampu melunasi utangnya.
Pada sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Iswardi menjelaskan bahwa kondisi keuangan Jiwasraya pada masa itu sangat memprihatinkan. Ia menyatakan bahwa cadangan premi melebihi aset yang dimiliki perusahaan, sehingga menyebabkan insolvensi. Menurutnya, ini berarti Jiwasraya tidak bisa memenuhi kewajibannya terhadap pemegang polis.
Iswardi juga menambahkan bahwa pada tahun 2007, cadangan premi mencapai sekitar Rp 11,3 triliun, sedangkan cadangan yang dilaporkan hanya sekitar Rp 4,6 triliun. Angka ini menunjukkan adanya ketidakseimbangan dalam pengelolaan dana perusahaan.
Produk Saving Plan dan Dampaknya pada Jiwasraya
Jaksa menuduh Isa Rachmatarwata, mantan Kepala Bapepam-LK, menyetujui beberapa produk saving plan dari PT Asuransi Jiwasraya (PT AJS) pada tahun 2012. Produk-produk tersebut termasuk Bukopin Saving Plan, Provest Saving Plan, dan JS Proteksi Plan. Dengan bunga tinggi, produk ini memberikan manfaat asuransi jiwa sekaligus pengembalian investasi.
Namun, menurut jaksa, PT Asuransi Jiwasraya tidak mampu mengimbangi produk-produk saving plan tersebut dengan hasil investasi yang memadai. Akibatnya, jumlah utang klaim atas produk saving plan per 31 Desember 2019 mencapai Rp 12,23 triliun.
Dalam pelaksanaannya, dana dari penjualan produk saving plan digunakan untuk investasi pada saham dan reksa dana. Mantan petinggi PT AJS yang terlibat dalam kasus ini, seperti Hendrisman Rahim dan Hary Prasetyo, bekerja sama dengan pengusaha Heru Hidayat dan Benny Tjokrosaputro. Mereka membeli saham-saham berisiko dari kedua pengusaha tersebut. Namun, investasi ini tidak memberikan keuntungan yang cukup, sehingga tidak dapat memenuhi likuiditas perusahaan.
Kerugian Keuangan Negara
Perbuatan Isa Rachmatarwata diduga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 90 miliar. Laporan audit yang disusun oleh Tim Auditor Bantuan Teknis dan Hukum Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung menyebutkan bahwa kerugian tersebut berasal dari pembayaran reinsurance fund kepada beberapa pihak.
Adapun rincian kerugian keuangan negara adalah sebagai berikut: * Reinsurance fund yang dibayarkan ke Provident Capital Indenmnity pada 12 Mei 2010 sejumlah Rp 50 miliar; * Reinsurance fund ke Best Meridien Insurance Company pada 12 September 2012 sejumlah Rp 24 miliar; dan * Reinsurance fund II ke Best Meridien Insurance Company pada 25 Januari 2013 sebesar Rp 16 miliar.
Isa Rachmatarwata didakwa melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!