
Rupiah Menguat di Awal Oktober, Imbal Hasil Obligasi Turun
Pada awal bulan Oktober 2025, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menunjukkan penguatan. Hal ini sejalan dengan penurunan imbal hasil obligasi pemerintah yang tercatat dalam beberapa hari terakhir.
Di pasar spot, rupiah ditutup menguat sebesar 0,18% dibandingkan perdagangan sebelumnya, dengan posisi kurs mencapai Rp 16.635 per dolar AS. Penguatan ini menjadi indikasi positif bagi pasar keuangan domestik, khususnya di sektor obligasi.
Menurut data dari Trading Economics, imbal hasil Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun mengalami penurunan sebesar 0,009% secara harian, turun ke level 6,33%. Sebelumnya, pada pekan lalu, tingkat yield SUN tenor 10 tahun berada di angka 6,45%. Penurunan ini menunjukkan adanya tekanan jual di pasar, atau mungkin karena permintaan pembelian dari investor asing.
Lionel Priyadi, Fixed Income & Macro Strategist dari Mega Capital Sekuritas, menjelaskan bahwa penguatan rupiah memberikan dampak positif terhadap pasar obligasi domestik. Menurutnya, penurunan yield obligasi negara disebabkan oleh aktivitas pembelian besar-besaran dari investor asing pada level yield 6,4%-6,5%.
Ia menekankan bahwa meskipun ada penurunan, masih terdapat risiko yang bisa memengaruhi pasar obligasi ke depan. Salah satu risiko utama adalah kemungkinan melebarnya defisit fiskal dan rencana revisi mandat Bank Indonesia (BI) oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
Namun, Lionel tetap optimis terhadap prospek imbal hasil obligasi pemerintah. Ia melihat kemungkinan adanya pemangkasan suku bunga acuan oleh BI sebanyak 1–2 kali lagi, yang akan terus mendukung penurunan yield surat utang pemerintah.
“Prospek yield obligasi pemerintah tenor 10 tahun diperkirakan masih bisa turun ke posisi 5,8%-5,9% di sisa tahun ini,” ujar Lionel.
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi tren ini antara lain stabilitas ekonomi makro, kebijakan moneter BI, serta dinamika pasar global. Kepastian kebijakan fiskal dan moneternya akan menjadi kunci untuk mempertahankan tren positif di pasar obligasi.
Selain itu, perlu dipantau juga perkembangan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, karena kedua indikator ini memiliki pengaruh langsung terhadap kebijakan BI dan tingkat suku bunga.
Secara keseluruhan, situasi saat ini menunjukkan bahwa pasar obligasi Indonesia masih dalam kondisi relatif stabil, meski tetap membutuhkan perhatian terhadap berbagai risiko yang mungkin muncul. Dengan sentimen positif dari penguatan rupiah dan potensi penurunan suku bunga, prospek imbal hasil obligasi pemerintah masih terbuka untuk terus menurun dalam beberapa bulan ke depan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!