
Komentar dan Perspektif Terkait Permintaan Investasi dari AS
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump kembali menghadapi tantangan dalam upaya mendapatkan investasi besar dari negara-negara Asia. Washington menuntut Korea Selatan untuk menanamkan dana sebesar US$350 miliar dan Jepang sebesar US$550 miliar. Jumlah ini mencapai total US$900 miliar, yang setara dengan sekitar Rp15.003 triliun berdasarkan kurs Rp16.670 per dolar AS. Dana tersebut menjadi syarat agar produk-produk Jepang dan Korea Selatan dapat memperoleh tarif bea masuk yang lebih rendah di pasar AS.
Korea Selatan menilai permintaan ini tidak realistis. Mereka menyatakan bahwa mereka tidak mampu membayar dana sebesar itu secara tunai. Penasihat Keamanan Nasional Korea Selatan, Wi Sung-lac, menyampaikan bahwa jumlah tersebut terlalu tinggi dan tidak bisa ditangani secara objektif. Ia menekankan bahwa posisi pihaknya bukanlah strategi negosiasi semata.
Sebelumnya, Trump menyebut bahwa komitmen investasi dari Korea Selatan dan Jepang bersifat dibayar di muka. Pada Juli lalu, Seoul sepakat untuk menanamkan dana sebesar US$350 miliar sebagai bagian dari kesepakatan perdagangan, yang bertujuan untuk menurunkan tarif impor dari 25% menjadi 15%. Namun, kedua belah pihak masih memiliki perbedaan pandangan terkait teknis pelaksanaannya.
Perdana Menteri Korea Selatan Kim Min-seok menegaskan bahwa tanpa adanya currency swap dengan AS, investasi sebesar itu bisa menjadi beban berat bagi perekonomian nasional. Hal ini menunjukkan kekhawatiran yang serius terhadap dampak ekonomi jangka panjang dari kesepakatan tersebut.
Jepang Mempertimbangkan Negosiasi Ulang
Dari sisi Jepang, ada juga tanda-tanda ketidakpastian mengenai komitmen investasi sebesar US$550 miliar. Sanae Takaichi, salah satu kandidat kuat pemimpin Partai Demokrat Liberal (LDP), menekankan bahwa Tokyo harus siap mempertimbangkan renegosiasi jika kesepakatan tidak menguntungkan Jepang. Ia menyatakan bahwa Jepang harus tetap berdiri teguh jika ada hal yang tidak adil dan merugikan kepentingan negara.
Takaichi menambahkan bahwa kemungkinan negosiasi ulang adalah opsi yang harus dipertimbangkan. Sementara itu, Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengatakan kepada pejabat Korea Selatan bahwa Washington lebih memilih investasi dilakukan dalam bentuk tunai daripada pinjaman. Ini menunjukkan preferensi pemerintah AS terhadap metode pendanaan yang lebih langsung.
Wi menyebut bahwa pemerintah sedang mencari alternatif dan berharap ada kemajuan saat pertemuan pemimpin kedua negara di KTT APEC di Gyeongju bulan depan. Di Jepang, nota kesepahaman yang ditandatangani awal September menetapkan bahwa dana investasi US$550 miliar harus tersedia dalam 45 hari kerja setelah Trump menentukan proyek yang akan dibiayai. Dana tersebut harus dalam bentuk dolar AS dan ditempatkan di rekening yang ditunjuk Washington.
Mekanisme Investasi dan Persiapan Jepang
Namun, Kepala Negosiator Perdagangan Jepang Ryosei Akazawa menekankan bahwa Japan Bank for International Cooperation (JBIC) dan Nippon Export and Investment Insurance (NEXI) tidak akan membiayai proyek yang tidak menguntungkan Jepang. Ia juga menyebut mekanisme investasi ini kemungkinan hanya 1%-2% berupa investasi langsung, sementara sisanya berbentuk pinjaman dan jaminan pinjaman.
Pemilihan pemimpin baru LDP akan dilakukan pada 4 Oktober mendatang. Sanae Takaichi dan Menteri Pertanian Shinjiro Koizumi menjadi dua kandidat terdepan. Pemenang pemilu internal ini akan menjadi perdana menteri baru Jepang sekaligus melanjutkan tarik ulur dengan Trump soal implementasi kesepakatan perdagangan. Hal ini menunjukkan bahwa isu investasi akan tetap menjadi topik utama dalam hubungan bilateral antara Jepang dan AS.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!