Banyak Keracunan Makanan Gratis, Pakar UGM Minta Prabowo Tiru Jepang

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Kritik terhadap Program Makan Bergizi Gratis

Guru Besar Teknologi Pangan dan Hasil Pertanian Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sri Raharjo, mengkritik pelaksanaan program makan bergizi gratis (MBG) yang saat ini dijalankan. Ia menyarankan pemerintah untuk meniru pendekatan Jepang dalam mengelola makan siang di sekolah. Kritik ini muncul setelah beberapa kasus keracunan terjadi pada ribuan pelajar akibat makanan yang diberikan melalui program tersebut.

Sri Raharjo menegaskan bahwa diperlukan aturan khusus untuk menjalankan program MBG agar dapat berjalan dengan aman dan efektif. Ia menyebutkan bahwa di Jepang, ada undang-undang resmi yang mengatur pengelolaan makan siang di sekolah. Meskipun pembentukan undang-undang membutuhkan waktu lama, ia menilai payung hukum ini sangat penting untuk memastikan pengawasan terhadap pelaksanaan program.

Menurutnya, kelemahan pengawasan dan ambisi pemerintah dalam mencapai target besar dalam waktu singkat menjadi penyebab utama masalah yang terjadi. Dengan target 80 juta siswa pada tahun pertama, serta pembangunan 30 ribu dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), Sri menilai bahwa fokus terlalu banyak pada jumlah daripada kualitas dan keamanan pangan.

Ia juga menyampaikan bahwa Badan Gizi Nasional (BGN) sebagai lembaga baru masih belum memiliki cukup sumber daya manusia untuk mengelola program ini secara optimal. Selain itu, SPPG juga belum siap menjaga kualitas makanan karena fokus terlalu pada kuantitas. Dengan peningkatan jumlah siswa yang ditargetkan, jumlah SPPG semakin bertambah, namun pengawasan tetap lemah, sehingga risiko keracunan meningkat.

Produksi ribuan porsi makanan dalam waktu singkat berisiko tidak matang merata dan mengandung zat beracun serta bakteri patogen. Sri menilai bahwa kegagalan pengelolaan MBG bisa berdampak negatif bagi banyak pihak dan menurunkan kepercayaan publik. Keracunan berulang bisa menyebabkan gangguan kesehatan seperti diare dan penurunan nafsu makan.

Ia menambahkan bahwa sekolah dan orang tua berhak menentukan sikap terhadap MBG. Mereka bisa menerima atau menolak makanan sesuai dengan kesiapan SPPG. Jika mereka merasa program belum siap, mereka berhak menolak tanpa takut dipidana.

Peran Pemerintah Daerah dalam Pengawasan

Sekretaris Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Ni Made Dwipanti Indrayanti, juga menyerukan pemerintah pusat segera menerbitkan aturan teknis pengawasan dan pelaksanaan di daerah. Menurutnya, meskipun MBG adalah kebijakan pemerintah pusat, sampai saat ini belum ada petunjuk pelaksanaan atau petunjuk teknis yang jelas untuk daerah dalam mekanisme pengawasan dan pertanggungjawaban.

Made menilai bahwa aturan teknis ini akan memberi ruang bagi pemerintah daerah untuk ikut mengawal pelaksanaan program di lapangan. Dengan adanya panduan yang jelas, pemerintah daerah dapat lebih mudah memantau kualitas dan keamanan makanan yang disajikan kepada siswa.

Pendekatan yang lebih terstruktur dan transparan diperlukan untuk memastikan bahwa program MBG benar-benar memberikan manfaat bagi kesehatan dan gizi siswa. Dengan pengawasan yang lebih ketat dan dukungan dari berbagai pihak, program ini diharapkan bisa berjalan lebih baik dan menghindari terulangnya kasus keracunan yang telah terjadi.