
Putusan Mahkamah Konstitusi Mengabulkan Seluruh Uji Materiil UU Tapera
Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengambil keputusan yang menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2016 tentang Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) bertentangan dengan konstitusi. Keputusan ini diambil setelah menerima permohonan uji materiil yang diajukan oleh Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia (KSBSI). Dalam putusannya, MK memutuskan bahwa UU Tapera tidak memiliki kekuatan hukum mengikat hingga dilakukan penataan ulang.
Putusan tersebut diucapkan oleh Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang yang berlangsung di Ruang Sidang Utama MK pada Senin (29/9). Menurut putusan, seluruh permohonan yang diajukan oleh Pemohon diterima secara penuh. Hal ini berarti UU Tapera harus segera ditata ulang dalam waktu maksimal dua tahun sejak putusan dibacakan.
Keputusan MK didasarkan pada amanat Pasal 124 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa UU Tapera tetap berlaku, namun harus dilakukan penataan ulang agar sesuai dengan prinsip konstitusi.
Alasan Gugatan yang Diajukan
Gugatan yang diajukan oleh KSBSI menguji beberapa pasal dalam UU Tapera, antara lain Pasal 7 ayat (1), Pasal 9 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 16, Pasal 17 ayat (1), Pasal 54 ayat (1), serta Pasal 72 ayat (1). Menurut KSBSI, pasal-pasal tersebut bertentangan dengan ketentuan konstitusi, khususnya Pasal 28D ayat (2), Pasal 28I ayat (2), dan Pasal 34 ayat (1) UUD 1945.
KSBSI menilai bahwa upah pekerja atau buruh mandiri masih rendah, namun mereka tetap diminta membayar iuran jaminan sosial yang cukup besar, termasuk iuran Tapera. Selain itu, program Tapera dinilai tumpang tindih dengan BPJS Ketenagakerjaan, sehingga menimbulkan beban tambahan bagi para pekerja.
Pertimbangan MK dalam Mengambil Keputusan
Dalam pertimbangannya, MK menilai bahwa sifat wajib dalam Pasal 7 ayat (1) UU Tapera diberlakukan tanpa memperhatikan kondisi pekerja. Aturan ini berlaku seragam terhadap semua pekerja, baik yang sudah memiliki rumah maupun yang belum. Hal ini menimbulkan tafsir perlakuan yang tidak proporsional, karena kewajiban seragam diberlakukan tanpa mempertimbangkan situasi individu.
MK juga menyoroti bahwa UU Tapera tidak dapat dipertahankan dalam bentuknya saat ini tanpa adanya penataan ulang. Oleh karena itu, keputusan untuk mengabulkan seluruh permohonan Pemohon menjadi langkah penting dalam menjaga kesesuaian regulasi dengan prinsip hukum dan hak asasi manusia.
Langkah yang Harus Diambil
Menurut putusan MK, pemerintah dan lembaga terkait harus segera melakukan penataan ulang terhadap UU Tapera dalam waktu dua tahun. Penataan ini akan menjadi dasar bagi pengembangan kebijakan yang lebih adil dan seimbang, terutama dalam hal pembiayaan perumahan dan jaminan sosial bagi pekerja.
Langkah-langkah yang diperlukan meliputi evaluasi mekanisme iuran, penyempurnaan aturan yang berpotensi menimbulkan ketimpangan, serta koordinasi dengan lembaga jaminan sosial lainnya seperti BPJS Ketenagakerjaan. Dengan demikian, kebijakan perumahan rakyat bisa lebih efektif dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Putusan MK ini menjadi momen penting dalam rangka menegakkan keadilan hukum dan memastikan bahwa regulasi yang ada tidak bertentangan dengan konstitusi. Dengan adanya penataan ulang, diharapkan UU Tapera dapat memberikan manfaat yang lebih luas bagi masyarakat, khususnya pekerja dan keluarga mereka.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!