
Kekhawatiran Terhadap Keamanan Program Makan Bergizi Gratis di Sleman
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang berjalan di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), menghadapi banyak tantangan terkait keamanan dan kesehatan. Dugaan kasus keracunan yang sering terjadi menjadi perhatian serius dari pemerintah setempat. Berdasarkan laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, hingga saat ini belum ada satu pun dari 66 Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) yang memiliki Sertifikasi Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS).
Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Sleman, Tunggul Birowo, menyampaikan bahwa dari seluruh SPPG yang menangani program MBG di 17 kecamatan, tidak ada satupun yang memenuhi standar SLHS. "Dari 66 SPPG itu belum ada satu pun yang memiliki sertifikat SLHS," ujar Tunggul.
Sejak awal pelaksanaan program, pengelola SPPG cenderung tidak berkoordinasi dengan pemerintah daerah. Mereka lebih memilih langsung bermitra dengan Badan Gizi Nasional (BGN). Hal ini membuat penyebaran SPPG semakin cepat tanpa pengawasan yang ketat. “Awalnya SPPG itu langsung ke pelayanan, kami (pemerintah daerah) juga tidak tahu sebabnya, tiba-tiba sudah banyak sekali SPPG bermunculan,” jelas Tunggul.
Kondisi ini memicu kekhawatiran masyarakat terhadap program MBG. Banyak warga merasa bahwa pembentukan SPPG terlalu mudah, cukup dengan dana dan tempat yang tersedia. Akibatnya, banyak SPPG yang beroperasi tanpa memperhatikan standar sanitasi yang diperlukan.
Tunggul menjelaskan bahwa persyaratan untuk mendapatkan SLHS meliputi beberapa hal. Pertama, SPPG harus memiliki nomor induk berusaha (NIB) dengan Klasifikasi Baku Lapangan Usaha (KBLI). Selain itu, 50% dari total jumlah penjamah makanan di dapur harus mengikuti pelatihan higienis sanitasi. Namun, banyak pengelola SPPG yang baru sadar akan kewajiban ini setelah kasus keracunan mulai marak.
Untuk mendapatkan sertifikasi, penyuluhan menjadi prosedur wajib. Setelah itu, Dinas Kesehatan akan melakukan inspeksi dapur produksi dan uji laboratorium terhadap air bersih, sampel makanan, serta alat penyimpanan. Skor minimal yang dibutuhkan agar bisa lolos adalah 80.
Pemerintah Kabupaten Sleman kini aktif dalam membantu para pengelola SPPG agar dapat memenuhi standar SLHS. Hal ini dilakukan karena ratusan pelajar di wilayah tersebut menjadi korban dugaan keracunan akibat program MBG.
Peneliti gizi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Merita Arini, menyatakan bahwa kasus keracunan massal yang dilaporkan mencapai 6.452 orang menjadi alarm serius bagi pemerintah. “Tingginya kasus keracunan ini menunjukkan banyak aspek yang belum siap dan program itu perlu evaluasi besar mulai dari pengawasan, distribusi makanan, maupun partisipasi publik,” ujar Merita.
Menurutnya, salah satu penyebab utama keracunan adalah kontaminasi makanan. Kontaminasi bisa berasal dari bakteri, virus, jamur, atau parasit yang menempel pada makanan, peralatan, atau wadah distribusi. Selain itu, bahan pangan yang tidak segar, terutama produk hewani seperti ikan atau kerang, berisiko tinggi mengandung zat beracun.
Merita menyarankan agar rantai pengadaan makanan benar-benar diperketat. Mulai dari bahan pangan segar, proses pengolahan yang higienis, alat yang steril, hingga jalur distribusi yang tidak terlalu panjang. “Jika distribusi terlalu lama, risiko kontaminasi akan meningkat,” tambahnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!