
Peran Industri Hasil Tembakau dalam Perekonomian Nasional
Industri hasil tembakau (IHT) memainkan peran penting dalam perekonomian nasional. Sebagai salah satu sektor strategis, IHT tidak hanya memberikan kontribusi signifikan terhadap penerimaan negara, tetapi juga menyerap jutaan tenaga kerja dari hulu hingga hilir. Berdasarkan data terbaru, kontribusi Cukai Hasil Tembakau (CHT) pada tahun 2024 mencapai angka Rp 216,9 triliun. Selain itu, sektor ini mampu menyerap tenaga kerja sebesar 5,98 juta orang. Di sisi lain, nilai ekspor produk hasil tembakau juga meningkat tajam, mencapai USD 1,85 miliar atau naik sebesar 21,71 persen dibandingkan tahun sebelumnya.
Keseimbangan antara Ekonomi dan Kesehatan
Meskipun memiliki peran ekonomi yang besar, produk industri hasil tembakau juga memiliki dampak negatif terutama terkait risiko kesehatan. Oleh karena itu, diperlukan kebijakan fiskal maupun non-fiskal yang tepat dan seimbang. Salah satu instrumen yang digunakan adalah tarif cukai, yang bertujuan untuk mengendalikan konsumsi, terutama agar tidak mudah diakses oleh anak-anak. Namun, kenaikan tarif cukai secara terus-menerus berisiko menekan kinerja industri legal dan mendorong maraknya peredaran rokok ilegal.
Sejak tahun 2020 hingga 2024, tarif cukai telah mengalami kenaikan berturut-turut sebesar 23 persen, 12,5 persen, 12 persen, 10 persen, dan 10 persen. Dengan kenaikan tersebut, harga jual eceran juga ikut meningkat. Akibatnya, rokok ilegal semakin masif beredar di masyarakat dan merugikan industri yang patuh membayar cukai.
Tantangan Keberlanjutan Industri Hasil Tembakau
Maraknya peredaran rokok ilegal menunjukkan pentingnya kebijakan yang sinergis. Salah satu aturan turunan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 adalah Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) yang memuat rencana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek. Meski kebijakan ini dinilai sebagai upaya untuk menekan peredaran rokok ilegal, namun juga berpotensi menimbulkan dampak negatif terhadap industri.
Dengan ruang gerak industri yang semakin terbatas, Faisol Riza menegaskan bahwa keberlangsungan IHT berkaitan langsung dengan sekitar enam juta tenaga kerja. Ia menekankan bahwa kebijakan yang stabil sangat penting untuk menjaga daya saing industri dan mencegah dampak sosial-ekonomi yang lebih luas.
Penyesuaian Tarif Cukai dan Harapan Kebijakan Masa Depan
Faisol juga menyambut baik pernyataan Menteri Keuangan yang memastikan bahwa tarif cukai hasil tembakau tidak akan naik pada tahun 2026. Langkah ini dinilai dapat memberikan ruang pemulihan bagi industri sekaligus membantu menekan peredaran rokok ilegal. Ia berharap kebijakan IHT ke depan lebih komprehensif, mempertimbangkan aspek kesehatan sekaligus aspek ekonomi. Terlebih, tingginya peredaran rokok ilegal harus menjadi variabel penting dalam perumusan kebijakan.
Pengawasan dan Kesadaran Konsumen
Sementara itu, Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo), Wahyudi Hidayat, menyampaikan bahwa sebanyak 6.700 toko ritel di seluruh Indonesia yang berada di bawah asosiasi selalu menaati peraturan yang dibuat pemerintah dalam menjual produk tembakau ke masyarakat. Rokok ini standar penjualannya jelas, dibatasi tidak boleh untuk anak di bawah umur. APRINDO pasti menjalankan aturan tersebut, tetapi tidak adil kalau ada penjual rokok ilegal bisa bebas menjualnya dengan harga Rp 18.000 sampai Rp 20.000 per bungkus secara online.
Dalam sebuah Focus Group Discussion yang digelar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan, ditemukan ada 3.500 merek rokok ilegal yang beredar di masyarakat. Ke depan bisa semakin banyak, kalau begitu perusahaan rokok yang resmi bisa semakin berat untuk hidup.
Ancaman dari Peredaran Rokok Ilegal
Wakil Sekretaris Umum DPP Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Anggana Bunawan, juga menemukan para penjual rokok ilegal semakin terang-terangan dalam menjajakan dagangannya. Contohnya, saat pulang sholat Jumat di daerah BNI 46, ada lapak yang menjual rokok ilegal secara terang-terangan di pinggir jalan. Bayangkan itu jaraknya hanya beberapa kilometer dari pusat pemerintahan. Hal ini menunjukkan betapa seriusnya tantangan yang dihadapi industri legal.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!