Kemenperin: Pabrik Rokok Mulai Ekspansi Setelah Kemenkeu Hentikan Kenaikan Cukai

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Utilisasi Pabrik Rokok Masih Rendah, Ekspor Jadi Penyelamat

Utilisasi pabrik rokok di dalam negeri saat ini masih rendah, hanya mencapai 49,5%. Hal ini disebabkan oleh pelemahan daya beli masyarakat. Meskipun demikian, pemerintah menilai bahwa moratorium cukai tidak akan memberikan dampak signifikan terhadap kinerja industri rokok nasional.

Plt Direktur Jenderal Industri Agro Kemenperin Putu Juli Ardika menyampaikan bahwa para produsen rokok mulai meningkatkan kegiatan produksi pada pekan ini. Keputusan tersebut diambil setelah Kementerian Keuangan mengumumkan bahwa cukai rokok tidak akan dinaikkan tahun depan. Pengumuman ini memicu peningkatan aktivitas produksi di berbagai pabrik rokok.

“Karena pengumuman moratorium kenaikan cukai rokok tahun depan, unsur produksi pabrik rokok masuk status ekspansi pada bulan ini. Kami sangat yakin kinerja industri rokok bisa kita jaga dan tingkatkan,” ujar Putu di Jakarta Selatan, Senin (29/9).

Meski begitu, Putu mengakui bahwa pendorong utama produksi pabrik rokok saat ini berasal dari permintaan ekspor. Oleh karena itu, utilisasi industri rokok nasional diproyeksikan belum akan mencapai 60% pada tahun depan.

Produksi Rokok yang Terus Menurun

Berdasarkan data Kemenperin, produksi rokok tertinggi terjadi pada 2019 dengan total 356,54 miliar batang. Namun, pada tahun lalu produksi turun sebesar 720 juta batang menjadi 317,43 miliar batang. Penurunan ini terutama disebabkan oleh kenaikan cukai sebesar 10%.

Wakil Menteri Perindustrian Faisol Riza menambahkan bahwa ekspor rokok terus meningkat dalam tiga tahun terakhir. Nilai ekspor rokok naik lebih dari 20% selama tiga tahun terakhir. Pada 2024, ekspor tumbuh hampir 21% secara tahunan menjadi US$ 1,85 miliar atau sekitar Rp 29,89 triliun.

Capaian ini menjadikan Indonesia sebagai eksportir produk hasil tembakau keempat terbesar dunia dengan pangsa pasar 6,08%. Polandia masih menduduki peringkat pertama, diikuti Jerman dan Ceko.

Mayoritas ekspor rokok Indonesia diserap oleh negara-negara anggota ASEAN seperti Filipina, Kamboja, Vietnam, Singapura, Malaysia, dan Thailand. Dari jumlah tersebut, Filipina menjadi tujuan ekspor terbesar dengan nilai mencapai US$ 378,76 juta atau sekitar Rp 6,12 triliun.

Faisol menjelaskan bahwa peningkatan ekspor didukung oleh lokasi Indonesia yang strategis, kualitas produk yang kompetitif, serta iklim investasi yang kondusif.

Ekspor Sebagai Jalan Keluar bagi Pabrikan

Ketua Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia Benny Wachyudi mengungkapkan bahwa industri rokok dalam negeri terpaksa mengandalkan ekspor untuk menjaga aktivitas produksi. Ia menjelaskan bahwa pelemahan daya beli masyarakat dan kenaikan cukai pada 2020–2024 telah menekan permintaan rokok legal di pasar domestik.

Kondisi ini mendorong pergeseran konsumsi ke rokok ilegal yang lebih murah karena tidak dikenai pita cukai. Untuk menghindari pemutusan hubungan kerja (PHK), pabrikan akhirnya mengalihkan sebagian kapasitas produksi ke pasar ekspor meski risikonya besar.

“Mesin produksi harus jalan walaupun pasar ekspor risikonya cukup besar. Pernah ada satu pabrik yang hasil ekspornya ditolak negara tujuan karena ada perubahan regulasi,” kata Benny.

Ia menjelaskan bahwa mesin penggilingan rokok tidak bisa berhenti terlalu lama. Oleh karena itu, sebagian pabrik kini mengalokasikan hingga 30% kapasitas produksi untuk ekspor akibat lemahnya pasar domestik.