
Peran Ekonomi Kreatif dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasional
Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, menyatakan bahwa sektor ekonomi kreatif (ekraf) menjadi mesin baru pertumbuhan ekonomi nasional. Dengan kontribusi yang signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja yang besar, ekraf kini menjadi tulang punggung ekonomi berbasis inovasi dan budaya lokal.
Sejak 2011, sektor ini mulai diakui dalam struktur pemerintahan. Saat itu, Kementerian Pariwisata memasukkan ekonomi kreatif sebagai bagian dari struktur kementerian. Menteri pertamanya adalah Bu Mari Pangestu, yang bukan berasal dari pariwisata maupun pegiat ekraf, tetapi seorang ekonom. Hal ini menunjukkan bahwa arah kebijakan sudah menunjukkan potensi ekraf sebagai penggerak ekonomi.
Di era Presiden Joko Widodo (Jokowi), sektor ini diubah menjadi Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) yang dipimpin oleh Triawan Munaf. Namun, menurut Teuku, bentuk badan dinilai kurang efektif dalam komunikasi lintas kementerian dan kerja sama internasional. Sebagian menganggap lebih efektif jika bentuknya kementerian, terutama untuk komunikasi lintas K/L maupun dengan pihak luar negeri.
Di periode kedua pemerintahan Jokowi, Bekraf dilebur kembali ke dalam Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, yang sempat dipimpin oleh Wishnutama dan kemudian Sandiaga Uno. Di era Presiden Prabowo Subianto, struktur kelembagaan ekonomi kreatif diperkuat dengan pemisahan fungsi antara kementerian dan badan. Kementerian bertugas membuat kebijakan regulasi, sedangkan badan bertugas untuk implementasi atau kegiatan teknisnya.
Kontribusi Ekraf Terhadap PDB dan Tenaga Kerja
Data Kementerian Ekonomi Kreatif menunjukkan bahwa pada akhir 2024, sektor ekraf menyumbang lebih dari Rp1.500 triliun terhadap PDB nasional dan menyerap 26,5 juta tenaga kerja. Nilai ekspor produk kreatif juga meningkat tajam, dari US$15 miliar pada 2023 menjadi lebih dari US$25 miliar di 2024.
Kemenekraf menargetkan kontribusi ekraf terhadap PDB mencapai 8 persen pada 2029, dengan pertumbuhan ekspor sebesar 5,96%, penyerapan tenaga kerja sebanyak 27,66 juta orang, dan investasi sebesar 8,08%. Target ini menunjukkan upaya pemerintah untuk menjadikan ekraf sebagai sektor utama dalam perekonomian Indonesia.
Pengembangan Desa Kreatif dan Pemanfaatan AI
Teuku Riefky Harsya menekankan pentingnya pengembangan desa kreatif sebagai pusat pertumbuhan ekonomi berbasis potensi lokal. Salah satu contoh adalah Desa Tanggilingo di Gorontalo, yang dikenal sebagai pusat sulaman Karawo dan industri kuliner kue Karawo. Produksi kue ini mencapai 13.000 toples menjelang Idul Fitri dan dipasarkan ke berbagai daerah.
Selain itu, pemerintah mendorong pemanfaatan kecerdasan buatan (AI) untuk mempercepat inovasi di subsektor kreatif seperti desain, animasi, game, dan pemasaran digital. Dengan 185 juta pengguna internet dan 139 juta pengguna media sosial, Indonesia memiliki modal besar untuk mengembangkan ekosistem AI kreatif.
“AI bisa mempercepat produksi, membuka pasar global, tapi kreativitas manusia tetap jadi pusat. AI adalah kolaborator, bukan pengganti kreator,” tegas Teuku. Kemenekraf juga menyiapkan kerangka strategis untuk perlindungan hak cipta dalam ekosistem AI, termasuk mekanisme lisensi dan literasi digital bagi pelaku kreatif.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!