
Peran Statistik dalam Pembangunan dan Pemulihan Bencana di Nagekeo
Perayaan Hari Statistik Nasional (HSN) 26 September 2025 di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) menawarkan harapan baru melalui integrasi Nagekeo Satu Data (NSD) dengan Data Tunggal Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Ini menjadi kesempatan langka karena DTSEN memiliki nilai yang sangat tinggi dan sangat mahal. Proses integrasi dilakukan dengan memadukan data NSD By Name By Address (BNBA) dengan DTSEN, sehingga pemerintah daerah dapat melakukan intervensi untuk berbagai program pembangunan lintas sektor.
NSD telah menyediakan beberapa modul yang bisa diintegrasikan, namun prosesnya masih belum selesai. Hanya 20 persen dari total target yang telah tercapai, terutama karena bencana banjir bandang Mauponggo pada 8 September 2025. Meskipun begitu, integrasi dengan DTSEN menjadi peluang penting yang tidak boleh disia-siakan. Dengan memanfaatkan integrasi ini, pembangunan di daerah bisa lebih efektif dan efisien.
Hari Statistik Nasional diperingati setiap tanggal 26 September. Sejarahnya dimulai sejak tahun 1960 saat Pemerintah RI mengundangkan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1960 tentang Sensus. Selanjutnya, pada 26 September 1960, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik dikeluarkan sebagai pengganti Statistiek Ordonnantie 1934. Presiden RI menetapkan tanggal tersebut sebagai Hari Statistik Nasional, karena merupakan titik awal perjalanan BPS dalam mengisi kemerdekaan di bidang statistik.
Tema HSN Tahun 2025 adalah "Statistik Berkualitas untuk Indonesia Emas". DTSEN sudah dimulai sejak 20 Februari 2025 dan menjadi tonggak sejarah data tunggal pertama di Indonesia. BPS bertugas mengorkestrasi data menjadi satu, yaitu data tunggal. DTSEN menyediakan data seluruh keluarga, bukan hanya yang miskin, yang diperingkat berdasarkan tingkat kesejahteraannya (Desil 1–10), sehingga dapat digunakan oleh lembaga dan instansi dalam pentargetan program sesuai Inpres Nomor 4 Tahun 2025.
Variabel dalam DTSEN mencakup identitas kependudukan, pendidikan, ketenagakerjaan, kepemilikan usaha, kesehatan dan disabilitas, kondisi perumahan, serta kepemilikan aset. DTSEN juga mengandung 39 informasi, yaitu 13 informasi individu ditambah 26 informasi keluarga.
Nagekeo Satu Data (NSD) baru dimulai pada 20 Mei 2025 dengan launching oleh Wakil Bupati Nagekeo, Gonzalo Muga Sada. Pada saat itu, para tamu undangan tidak menyangka bahwa NSD akan langsung berfungsi saat bencana. NSD masih menunggu 7 dari 10 modul yang direncanakan. Usia NSD baru 4 bulan dan pemutakhiran data penduduk hanya mencapai 73,43 persen. Namun, saat bencana, Pusdalops BPBD Kabupaten Nagekeo berhasil menyelesaikan hampir 95 persen data yang dibutuhkan untuk relokasi rumah terdampak.
Bencana Banjir Bandang Mauponggo dipicu oleh aktifnya gelombang Rossby Ekuatorial yang melintasi Kawasan Nusa Tenggara. Intensitas hujan tinggi sejak 7 September 2025 menyebabkan bencana banjir bandang dan longsor di 4 kecamatan dan 38 Desa/Kelurahan. Peristiwa ini menyebabkan enam orang meninggal, tiga orang hilang, 22 orang luka/sakit, dan 140 jiwa dari 37 KK mengungsi. Kerusakan infrastruktur dan pemukiman warga juga terjadi.
Masa bencana terbagi atas tiga tahap: siaga bencana, tanggap darurat, dan pemulihan atau recovery. Tahap siaga bencana disebut Golden Time, yang merupakan waktu kritis untuk evakuasi. Pada masa darurat, kebutuhan air bersih dan rumah menjadi prioritas utama. Rumah bencana tidak boleh diganti, dan warga terdampak tetap mendapatkan hak dasar manusia, yaitu hunian layak.
Data BNBA yang tersedia secara cepat meningkatkan keyakinan terhadap data, terutama pada saat siaga bencana dan tanggap darurat. NSD dipicu oleh efisiensi yang membuka mata tentang pentingnya data. Efisiensi mengubah paradigma orang soal data, karena semua serba terbatas dan mendesak maka kita dituntut harus berpikir mana yang prioritas, dan itu butuh data.
Kendala utama adalah ketersediaan data lintas sektor. Pembinaan Statistik Sektoral dilakukan untuk memperkuat statistik sektoral hingga memenuhi ketentuan Satu Data Indonesia (SDI). Namun, terkadang kita langsung meloncat ke publikasi tanpa data masukan yang siap. Semangat yang luar biasa tetapi tantangan tidak pernah berhenti. Kita ingin banyak data yang bisa diolah secara digital tapi kita tidak siap membiayainya.
Dengan anggaran yang sangat minim, kita kesulitan dalam konsistensi pembiayaan. Data dasar yang sudah disediakan akan dengan mudah diolah dengan AI. Yang tidak bisa diolah AI adalah kunjungan dari rumah ke rumah, mengecek lembar demi lembar KK dan menanyakan kepada admin dan perangkat desa serta RT. Data dalam NSD dengan mudah dianalisis oleh AI. Untuk data dasar kita berhemat tetapi menginginkan hasil yang maksimal dalam jumlah yang banyak.
Komitmen yang tinggi dari Pimpinan Daerah akhirnya menjadi solusi terhadap permasalahan ini. Ini adalah tugas Pimpinan Daerah yang strategis untuk memastikan NSD menjadi aktual, tidak sekadar wacana. Untuk secara teknis operasional yang paling susah adalah pemahaman tentang hal dasar konsep dan definisi. Kadang kekeliruan terjadi karena belum tuntas pemahaman tentang konsep dasarnya.
Pembinaan Statistik Sektoral mendorong masing-masing produsen data menyediakan data sesuai tugas dan kewenangan. Kegiatan statistik menjadi tidak tumpang-tindih. Sering terjadi satu data yang ingin didapatkan tetapi berbeda-beda nilai ketika berada di lebih dari satu OPD. Inilah tujuan awal pembinaan dilakukan. Ini menjadi kerinduan kita bersama ketika merumuskan Satu Data. Juga yang menjadi tantangan ketika Evaluasi Penyelenggaraan Statistik Sektoral (EPSS) yaitu saat membayangkan interoperabilitas data adalah OPD masih mengolah data secara manual.
Dengan pengolahan data secara manual sangat sulit untuk menemukan kesepadanan data sehingga dilakukan elektronifikasi pengolahan data. Dengan NSD, kita bisa berlanjut pada langkah berikut yakni berbagi pakai data seperti yang diharapkan dengan DTSEN. Contohnya data rumah tangga harus BNBA tapi siapa yang memproduksi data ini? Data kepemilikan rumah dengan variabel layak dan tidak layak BNBA siapa yang memproduksi? Yang ada saat ini OPD hanya mengeluarkan angka tapi tidak ada raw data.
Kendalanya ketika masih manual, data yang dihasilkan sulit untuk diyakini. Ini yang menjadi tantangan dan langkah kerja kita pada saat mengawali NSD. Ada solusi agar tidak dari awal yakni dengan data DTSEN. NSD memang belum terintegrasi dengan DTSEN, tetapi ini menjadi fondasi kalau kita mau ke elektronik sehingga tidak dari awal lagi. Mekanisme pemutakhiran menjadi domain Pemda. Dengan DTSEN akan lebih mudah karena sudah ditunggalkan bagi NIK yang duplikat.
Saya yakin dengan data DTSEN yang sudah BNBA OPD tinggal memutakhirkan data dasar yang ada. Ketika OPD melakukan evaluasi internal, misalkan BLUD SPAM mengeluarkan data pelanggan air minum berdasarkan nomor pelanggan dan NIK dan nomor KK, data ini harusnya dipadankan dengan Dukcapil agar Pemda bisa menghitung jumlah pelanggan dibandingkan dengan jumlah kepala keluarga. Ini juga belum ideal jika yang mau dihitung jumlah rumah tangga. Data rumah tangga belum ada yang unik. Belum ada kesepakatan kode referensi rumah tangga yang digunakan. Demikian juga luas lahan atau produksi pertanian, apakah produksi dari penduduk atas NIK yang mana?
Ketika data BNBA petani dan jumlah produksi pertanian masih manual, hasilnya adalah rekapan yang tidak bisa dipadankan. Jadi yang paling berat ketika menuju Satu Data adalah mengubah pikiran kita semua untuk keluar dari manual ke elektronik. PLN punya data pelanggan BNBA, namun bisa jadi NIK yang merupakan kode referensi belum dihubungkan dengan Dukcapil sehingga terjadi perbedaan. Tapi sudah ada langkah maju ada data elektronik berupa raw data yang dipadankan dengan NIK antara Dukcapil dan PLN.
Ketika selisih tinggal PLN melakukan update data pelanggan khusus kolom NIK agar terhubung dengan Dukcapil. Dengan NSD kita melakukan pengolahan data secara manual ke elektronik. Setelah tersedia baru bisa dibuat interoperabilitas. Ini langkah penting untuk meletakan fondasi satu data. Karena itu semua OPD didorong memiliki data elektronik. Langkah selanjutnya adalah disediakan webservice atau API sehingga bisa berbagi pakai data. Dengan NSD Kominfo hanya sebagai pengguna data tidak lagi melakukan pengolahan.
Semoga integrasi NSD dan DTSEN berjalan dengan baik sehingga tidak ada lagi saling menuduh darimana data penerima bansos. Namun demikian perlu terus menerus dilakukan pemutakhiran sehingga bansos bisa lebih tepat sasaran. Perlu modul khusus DTSEN di NSD untuk memutakhirkan data DTSEN. Kominfo sebagai leading sector dalam NSD telah membagikan kepada 113 desa/kelurahan dengan dukungan Dukcapil sejak dari awal, maka bukan tidak mungkin kita akan menjadi kabupaten dan provinsi digital pertama.
NSD juga membantu Dukcapil. Setiap perubahan data kependudukan bisa dengan segera dilaporkan ke Dukcapil. Inilah peran NSD bagi pembangunan daerah yang kita harapkan bersama. HSN yang diperingati setiap tanggal 26 September yang menjadi hari istimewa bagi seluruh insan statistik di Indonesia, termasuk di Kabupaten Nagekeo, dan Provinsi NTT menjadi momentum untuk mengajak seluruh kementerian, lembaga, dinas dan instansi, untuk menyebarkan pesan tentang pentingnya statistik dan data berkualitas. Mari kita meningkatkan kepedulian kita untuk melakukan updating data, karena data adalah bukti, bukan sekadar statistik.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!