
Penurunan Harga Saham Emiten Rokok di Pasar
Pada awal perdagangan hari ini, Senin (29/9/2025), harga saham emiten rokok mengalami penurunan signifikan. Hal ini terjadi setelah Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa mengumumkan bahwa cukai hasil tembakau (CHT) tidak akan mengalami kenaikan pada tahun 2026.
Berdasarkan data dari Bloomberg, beberapa saham perusahaan rokok besar seperti PT Gudang Garam Tbk. (GGRM), PT H.M Sampoerna Tbk. (HMSP), dan PT Wismilak Inti Makmur Tbk. (WIIM) mengalami pelemahan pada sesi perdagangan pagi hari hingga pukul 09.40 WIB.
Saham WIIM menjadi yang paling terpuruk dengan penurunan sebesar 6,84% ke level Rp1.430. Sementara itu, saham GGRM turun sebesar 4,27% ke level Rp14.000, dan saham HMSP merosot 4% ke level Rp840 per saham. Di sisi lain, saham PT Indonesian Tobacco Tbk. (ITIC) tetap stabil di level Rp545 per saham.
Pengumuman Menteri Keuangan tentang Cukai Rokok
Dalam pengumumannya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok untuk tahun 2026 tidak akan naik maupun turun. Keputusan ini diambil setelah bertemu dengan asosiasi pengusaha rokok.
Pertemuan antara Menteri Keuangan dengan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) berlangsung di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat pada Jumat (26/9/2025). Dalam pertemuan tersebut, inti pembahasan berkaitan dengan nasib tarif cukai rokok pada tahun depan.
Menurut Purbaya, Gappri menyampaikan bahwa tarif cukai rokok 2026 tidak perlu diubah. Dengan jawaban dari pengusaha rokok tersebut, Menteri Keuangan memutuskan untuk tidak menaikkan maupun menurunkan cukai rokok.
"Awalnya saya ingin menurunkan, tapi mereka meminta cukai tetap. Akhirnya, kami tidak menaikkan. Jadi, tahun 2026 tarif cukai tidak kita naikkan," ujarnya saat memberikan keterangan di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (26/9/2025).
Alasan Penetapan Tarif Cukai yang Stabil
Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Direktorat Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto, menjelaskan bahwa keputusan untuk tidak mengubah tarif cukai rokok dilakukan dengan mempertimbangkan berbagai aspek. Salah satu faktor utama adalah menurunnya daya beli masyarakat.
Setelah pandemi Covid-19, dua tantangan utama yang dihadapi adalah penurunan daya beli masyarakat dan maraknya peredaran rokok ilegal. Untuk mengatasi masalah tersebut, Kementerian Keuangan memutuskan tidak menaikkan tarif cukai dan meningkatkan pembangunan kawasan industri hasil tembakau (KIHT).
Dengan adanya KIHT, diharapkan pengusaha rokok dapat terhindar dari dampak pelemahan daya beli dan rokok ilegal dapat diminimalisir. "Kami semakin gencar memerangi rokok ilegal agar para pengusaha masuk ke sistem yang lebih teratur, yaitu KIHT," jelas Nirwala.
Peran KIHT dalam Mengurangi Rokok Ilegal
Pembangunan kawasan industri hasil tembakau bertujuan untuk memperkuat regulasi dan mengurangi peredaran rokok ilegal. Dengan sistem yang lebih terstruktur, produsen rokok legal dapat beroperasi secara lebih efisien dan transparan.
Selain itu, kebijakan ini juga diharapkan dapat meningkatkan pendapatan negara melalui pajak yang lebih terkontrol. Dengan demikian, KIHT menjadi solusi jangka panjang untuk menjaga keseimbangan antara kepentingan industri dan kebijakan pemerintah.
Keputusan ini menunjukkan bahwa pemerintah memprioritaskan stabilitas ekonomi dan perlindungan konsumen, sekaligus memberikan ruang bagi industri rokok untuk berkembang secara berkelanjutan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!