
Penjelasan Mengenai Pembatalan Kesepakatan Pengadaan Base Fuel
Wakil Direktur Pertamina Patra Niaga, Achmad Muchtasyar, mengungkapkan bahwa PT Vivo Energy, pemilik SPBU Vivo, membatalkan rencana pembelian pengadaan impor bahan bakar minyak (BBM) base fuel dari Pertamina. Sebelumnya, perusahaan ini bersama dengan sebuah badan usaha lain, yaitu APR, telah sepakat untuk menyerap base fuel dari Pertamina pada Jumat (26/9).
Base fuel merupakan produk BBM yang belum dicampur dengan zat tambahan (aditif) dan pewarna. Produk ini akan diolah oleh SPBU swasta sesuai dengan spesifikasi dan racikan masing-masing perusahaan. Proses penambahan aditif dan pewarna tersebut menjadi faktor utama yang membedakan produk akhir BBM di berbagai SPBU swasta.
Dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi XII DPR RI, Rabu (10/1), Achmad menyampaikan bahwa setelah berdiskusi dengan pemerintah, kedua SPBU swasta tersebut kembali berdiskusi dengan Pertamina. Akhirnya, Vivo memutuskan untuk membatalkan kesepakatan tersebut, begitu juga dengan APR. Tidak ada kesepakatan yang tercapai antara Pertamina dan kedua perusahaan tersebut.
Kandungan Etanol dalam Base Fuel
Achmad menjelaskan bahwa pembatalan kesepakatan ini berkaitan dengan isi konten base fuel yang tersedia, yaitu mengandung etanol sebesar 3,5%. Meskipun secara regulasi di Indonesia, etanol masih diperbolehkan hingga 20%, keberadaan etanol sebesar 3,5% ini membuat SPBU swasta enggan melanjutkan pembelian.
“Ini yang membuat teman-teman SPBU swasta tidak melanjutkan pembelian karena ada konten etanol tersebut. Di mana konten itu sebetulnya masih masuk ambang yang diperkenankan oleh pemerintah,” ujarnya.
Meski demikian, Achmad menegaskan bahwa SPBU swasta tetap membuka peluang untuk menyerap pengadaan base fuel dari Pertamina jika kualitasnya sesuai dengan spesifikasi masing-masing perusahaan.
“Kontennya ini aman bagi karakteristik spesifikasi produk yang masing-masing. Karena ini beda-beda merek, beda spesifikasi,” katanya.
Kesepakatan Awal dengan Vivo
Sebelumnya, Vivo sempat sepakat untuk menyerap 40 ribu barel dari total kuota 100 ribu barel yang ditawarkan Pertamina. Keduanya berkomitmen untuk memastikan ketersediaan BBM, distribusi energi, serta memberikan pelayanan kepada masyarakat.
“Kebijakan ini bukan sekadar soal impor BBM, melainkan tentang bagaimana semua pihak bekerja sama memastikan energi tersedia dan masyarakat dapat terlayani dengan sangat baik,” ujar Roberth dalam siaran pers, dikutip Sabtu (27/9).
Roberth menjelaskan mekanisme penyediaan pasokan kepada Vivo menggunakan prosedur sesuai aturan yang berlaku. Dia berharap kesepakatan ini tetap mengacu pada aturan dan kepatuhan yang berlaku di BUMN.
“Proses berikutnya akan dilanjutkan dengan uji kualitas dan kuantitas produk BBM menggunakan surveyor yang sudah disepakati bersama,” ujarnya.
Pengadaan impor yang dilakukan lewat Pertamina dilakukan dengan mendatangkan pasokan berupa kargo base fuel. Kargo tersebut telah tiba di Jakarta pada Rabu (24/9). Pertamina akan mendatangkan base fuel untuk SPBU swasta lebih cepat dari perkiraan waktu impor tujuh sampai 10 hari sejak kesepakatan pada Jumat (19/9).
“Kargo (BBM) memang terjadwal untuk pasokan Pertamina (ke SPBU swasta),” kata Roberth kepada aiotrade.app.co.id, dikutip Jumat (26/9).
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!