
Pemerintah Tidak Naikkan Cukai Rokok Tahun Depan
Menteri Koordinator Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyambut baik rencana Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa, untuk tidak menaikkan tarif cukai hasil tembakau atau cukai rokok pada tahun depan. Keputusan ini dinilai memberikan kepastian bagi industri dan membantu stabilitas ekonomi.
Airlangga mengatakan bahwa dengan tidak adanya kenaikan cukai, para pelaku usaha akan merasa lebih aman dalam menjalankan bisnisnya. “Saya rasa bagus, karena tentu kita melihat dengan cukai yang tidak berubah, kepastian kepada industrinya sudah menjadi jelas,” ujarnya saat ditemui di kantor Kemenko Perekonomian, Selasa, 30 September 2025.
Keputusan tersebut disampaikan oleh Purbaya di kantor Kementerian Keuangan pada Jumat, 26 September 2025. Saat itu, Purbaya telah selesai melakukan diskusi dengan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri). Ia sempat bertanya kepada para pengusaha apakah cukai rokok tahun depan perlu diubah atau tidak. Mereka menanggapi bahwa cukai yang tetap tidak perlu diubah. “Mereka bilang asal enggak diubah udah cukup, ya sudah saya enggak ubah. Tadinya padahal saya pikir mau turunin (tarifnya),” kata Purbaya.
Purbaya menjelaskan bahwa pemerintah tidak akan menaikkan cukai untuk meningkatkan penerimaan negara, tetapi lebih fokus pada strategi lain. Salah satu rencananya adalah mengoptimalkan kawasan industri hasil tembakau. Tujuannya adalah menarik produsen rokok ilegal untuk masuk ke kawasan tersebut, sehingga usaha mereka tetap berjalan dan tidak melanggar regulasi.
Menurut Purbaya, kawasan ini akan dilengkapi dengan mesin, gudang, dan pabrik dalam satu lokasi. “Konsepnya adalah sentralisasi plus one stop service,” ujarnya. Kawasan seperti ini sudah berjalan di Kudus, Jawa Tengah, dan di Pare-Pare, Sulawesi Selatan. Pemerintah berencana memperluas konsep ini ke kota-kota lain. Para pembuat rokok ilegal akan ditarik masuk ke kawasan khusus, dan mereka bisa membayar pajak dan cukai sesuai dengan kewajibannya. “Kita atur supaya mereka bisa berkompetisi cukup dengan perusahaan-perusahaan besar.”
Namun, Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) menyayangkan keputusan tersebut. Peneliti CISDI, Beladenta Amalia, menilai keputusan ini hanya berpihak pada industri rokok tanpa mempertimbangkan dampaknya terhadap konsumsi rokok nasional yang berdampak pada tingkat kesehatan.
Menurut data Badan Pusat Statistik, pada Maret 2025, rokok menjadi komponen pengeluaran terbesar kedua bagi rumah tangga miskin setelah beras. Sumbangan rokok terhadap garis kemiskinan di perkotaan sebesar 10,72 persen, sedangkan di perdesaan sebesar 9,99 persen.
Di sisi lain, Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) menyambut baik keputusan Purbaya tidak menaikkan cukai rokok tahun depan. Gaprindo telah mengirim surat kepada Menteri Keuangan. Dalam surat tersebut, mereka meminta pemerintah memberlakukan moratorium kenaikan cukai dan harga jual eceran (HJE) selama beberapa tahun ke depan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!