Keluaran Dana Asing Tingkatkan Yield Obligasi Pemerintah, Ini Prospek Pasar SBN

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Arus Modal Asing yang Keluar dari Pasar SBN dan Dampaknya pada Yield Obligasi Pemerintah

Pasar Surat Berharga Negara (SBN) di Indonesia menghadapi tekanan akibat arus keluar modal asing. Data dari Bank Indonesia menunjukkan bahwa pada periode 22–25 September 2025, dana asing tercatat keluar sebesar Rp 2,71 triliun, dengan sebagian besar atau sebesar Rp 2,16 triliun berasal dari pasar SBN. Hal ini mencerminkan penurunan minat investor asing terhadap instrumen utang pemerintah.

Sepanjang tahun ini hingga 25 September 2025, aliran dana asing ke pasar SBN tercatat neto sebesar Rp 36,25 triliun. Namun, secara bersamaan, investor asing juga menjual saham secara neto sebesar Rp 51,34 triliun dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp 128,85 triliun. Tekanan tersebut memengaruhi tingkat imbal hasil (yield) obligasi pemerintah, khususnya pada tenor 10 tahun.

Pada Jumat (26/9), yield SBN 10 tahun berada di level 6,43%, meningkat 0,002% secara harian dan 0,089% dalam sebulan terakhir. Selain itu, risiko investasi melalui credit default swap (CDS) Indonesia tenor 5 tahun juga naik menjadi 84,03 basis poin per 28 September 2025, dibandingkan 69,59 basis poin pada 19 September 2025.

Faktor Eksternal yang Memicu Kenaikan Yield

Kepala Ekonom Permata Bank, Josua Pardede menyebutkan bahwa arus keluar modal asing yang berkelanjutan menjadi salah satu pemicu kenaikan yield obligasi pemerintah. Ia menilai dua faktor eksternal menjadi penyebab utama tekanan di pasar SBN, yaitu:

  1. Penguatan data ekonomi Amerika Serikat (AS): Naiknya data PDB AS kuartal kedua menjadi 3,8% tahunan serta konsumsi pribadi yang kuat membuat pasar memangkas harapan pemangkasan suku bunga The Fed. Hal ini menyebabkan dolar AS dan US Treasury (UST) menguat.

  2. Sentimen risiko global: Setelah pengumuman tarif baru AS pada produk farmasi, truk berat, dan furnitur, sentimen global menjadi lebih hati-hati. Hal ini memperkuat tren "risk-off" yang mengurangi permintaan aset berisiko seperti SBN.

Selain itu, pemberlakuan tarif baru AS juga memperlemah mata uang negara-negara Asia, termasuk rupiah. Hal ini memicu kenaikan CDS Indonesia dan kurva SBN.

Faktor Internal yang Turut Mengganggu Stabilitas Pasar

Menurut Kepala Pusat Makroekonomi dan Keuangan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), M Rizal Taufikurahman, pelemahan rupiah ke kisaran Rp 16.700 per dolar AS juga menjadi faktor pemicu kenaikan yield. Selain itu, meningkatnya persepsi risiko fiskal Indonesia setelah RAPBN 2026 menetapkan defisit melebar menjadi Rp 689 triliun atau 2,68% terhadap PDB.

Dengan defisit yang melebar dan pasokan obligasi yang meningkat, investor asing cenderung menjual kepemilikan obligasi jangka panjang. Tren ini sejalan dengan flight to quality menuju aset dolar. Menurut Rizal, hal ini mencerminkan ketidakpastian terhadap kebijakan fiskal dan moneter di dalam negeri.

Proyeksi dan Perspektif Pasar SBN

Josua menilai bahwa investor perlu memantau kebijakan domestik ke depan. Ketidakpastian fiskal dan langkah pelonggaran moneter lanjutan dapat menambah premi risiko dan menekan rupiah, sehingga memaksa kenaikan kompensasi imbal hasil. Selain itu, investor juga harus memperhatikan dinamika suplai-permintaan SBN dan likuiditas valas perbankan.

Rizal menilai proyeksi imbal hasil SBN 10 tahun hingga akhir tahun berada di rentang 6,4%–6,6%, dengan potensi naik ke 6,7% jika tekanan tetap ada. Ia menilai, meskipun pasar SBN masih tertekan oleh tingginya kebutuhan pembiayaan pemerintah, penguatan dolar, dan yield UST yang tinggi, tetap ada sisi positif.

Pasca-pemulihan inflasi domestik yang relatif terkendali dan cadangan devisa yang cukup, pasar SBN masih memiliki potensi untuk stabil. Jika pemerintah mampu menjaga kredibilitas fiskal dan memberikan kejelasan kebijakan, aliran dana asing bisa kembali masuk ke pasar SBN.