
Mendorong Pengusaha untuk Memaksimalkan Keuntungan Perjanjian Dagang
Juru bicara Kementerian Perindustrian, Febri Hendri Antoni Arief, mengajak para pengusaha yang berada di kawasan berikat untuk memanfaatkan peluang dari perjanjian dagang yang telah dibentuk. Ia menyoroti bahwa meskipun Indonesia memiliki banyak kesepakatan perdagangan, tingkat pemanfaatannya masih rendah. Menurut Febri, hal ini harus segera diperbaiki agar dapat memberikan dampak positif terhadap ekonomi nasional.
Menurutnya, banyak produk industri yang diproduksi oleh pengusaha kawasan berikat dijual di pasar domestik. Namun, ia menilai bahwa lebih baik jika produk tersebut diekspor karena akan memberikan pendapatan yang lebih besar dan meningkatkan devisa negara. Hal ini tentu saja akan berdampak pada pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Febri juga menyampaikan bahwa dorongan ekspor tidak hanya ditujukan kepada pengusaha di kawasan berikat. Ia mengimbau seluruh pengusaha industri, termasuk yang berada di luar kawasan berikat, untuk mulai memperluas pasar ekspor. Ia menilai bahwa pasar domestik dalam sektor industri berikat sudah sangat kebanjiran impor, terutama dari produk tekstil dan barang tekstil. Oleh karena itu, ia meminta agar pengusaha tidak lagi memasuki pasar domestik yang semakin sempit.
Penjelasan Menteri Perdagangan tentang Tarif Preferensi
Menteri Perdagangan Budi Santoso menyampaikan bahwa masih banyak eksportir yang belum memanfaatkan tarif preferensi yang disediakan melalui perjanjian dagang. Ia menjelaskan bahwa tarif preferensi adalah salah satu manfaat utama dari perjanjian kerja sama ekonomi komprehensif (CEPA) atau kesepakatan dagang bebas (FTA). Sayangnya, utilisasi tarif ini belum mencapai maksimal, dengan beberapa eksportir hanya mencapai 70 persen atau bahkan 60 persen.
Untuk meningkatkan penggunaan tarif preferensi, Budi menyatakan bahwa pihaknya akan mengubah skema pemanfaatan tarif tersebut. Tujuannya adalah agar eksportir bisa mendapatkan tarif terendah secara otomatis sesuai dengan kesepakatan dagang yang ada. Dengan demikian, eksportir tidak perlu lagi mengisi dokumen surat keterangan asal (SKA) untuk memilih tarif preferensi.
Budi menjelaskan bahwa proses pemberlakuan SKA preferensi secara otomatis sedang dalam pengerjaan selama tiga pekan terakhir. Meski begitu, ia mengakui bahwa proses ini membutuhkan waktu karena jumlah perjanjian dagang yang sudah dijalin antara Indonesia dengan negara lain cukup banyak.
Perkembangan Perjanjian Dagang Indonesia
Hingga saat ini, Indonesia telah menerapkan sekitar 20 perjanjian dagang. Selain itu, ada 10 perjanjian lain yang sedang dalam proses ratifikasi, serta 16 perjanjian yang masih dalam tahap negosiasi.
Beberapa perjanjian dagang baru yang telah ditandatangani antara lain Indonesia-Canada Comprehensive Economic Partnership Agreement (ICA-CEPA) pada 24 September 2025 di Ottawa, Ontario. Selain itu, pemerintah juga telah menyelesaikan perundingan dagang dengan Uni Eropa melalui Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA) pada 23 September 2025 di Bali. Pihak pemerintah menargetkan untuk menandatangani perjanjian tersebut pada akhir tahun ini.
Dengan adanya perjanjian-perjanjian ini, diharapkan akan memberikan peluang ekspor yang lebih luas bagi para pengusaha Indonesia. Tidak hanya itu, perjanjian dagang juga menjadi salah satu cara untuk meningkatkan daya saing produk lokal di pasar internasional.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!