
Masalah Utama dalam Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang Diungkap Ombudsman
Ombudsman RI telah mengidentifikasi delapan masalah utama yang muncul dalam penyelenggaraan program Makan Bergizi Gratis (MBG). Hasil ini didasarkan pada kajian cepat atau Rapid Assessment terkait pencegahan maladministrasi dalam pelaksanaan program tersebut. Masalah-masalah ini menunjukkan adanya celah yang signifikan antara rencana dan realisasi, serta berbagai isu serius yang dapat memengaruhi keberhasilan program.
Masalah Pertama: Kesenjangan Target dan Realisasi
Salah satu masalah utama adalah kesenjangan yang lebar antara target yang ditetapkan dan realisasi yang tercapai. Hal ini menunjukkan bahwa ada ketidakseimbangan dalam pengelolaan program, baik dari sisi logistik maupun implementasi di lapangan.
Masalah Kedua: Kasus Keracunan Massal
Kasus keracunan massal yang marak terjadi di berbagai daerah menjadi perhatian serius. Sejumlah siswa terkena dampak negatif akibat konsumsi makanan yang tidak layak. Contohnya, 657 siswa di Garut mengalami keracunan setelah mengonsumsi nasi kotak, sedangkan 497 siswa di Kulonprogo mengalami hal serupa akibat menu makanan yang tidak sesuai standar.
Masalah Ketiga: Penetapan Mitra Yayasan yang Tidak Transparan
Penetapan mitra yayasan dan SPPG (Sistem Pemrosesan Pengadaan Barang) yang belum transparan menyebabkan risiko konflik kepentingan. Hal ini menimbulkan pertanyaan tentang keadilan dan keterbukaan dalam proses pengadaan bahan-bahan makanan.
Masalah Keempat: Keterbatasan Sumber Daya Manusia
Masalah lainnya adalah keterbatasan dalam penentuan sumber daya manusia. Ini mencakup keterlambatan pembayaran honorarium serta beban kerja guru dan relawan yang berlebihan. Dampaknya, efisiensi dan kualitas pelaksanaan program bisa terganggu.
Masalah Kelima: Ketidaksesuaian Mutu Bahan Baku
Banyak laporan menunjukkan bahwa mutu bahan baku tidak sesuai dengan harapan. Hal ini disebabkan oleh kurangnya standar kualitas yang jelas dan konsisten. Akibatnya, makanan yang diberikan kepada siswa tidak selalu aman dan bergizi.
Masalah Keenam: Penerapan Standar Makanan yang Tidak Konsisten
Standar makanan yang diterapkan tidak konsisten di berbagai wilayah. Ini menciptakan ketidakadilan dalam pelayanan makanan dan meningkatkan risiko kesehatan bagi peserta didik.
Masalah Ketujuh: Distribusi Makanan yang Tidak Tertib
Distribusi makanan yang belum tertib menyebabkan beban tambahan bagi guru dan staf sekolah. Terkadang, makanan terlambat sampai atau tidak higienis, sehingga berpotensi menyebabkan keracunan.
Masalah Kedelapan: Sistem Pengawasan yang Belum Terintegrasi
Sistem pengawasan yang digunakan masih bersifat reaktif dan belum sepenuhnya berbasis data. Hal ini menyulitkan identifikasi masalah secara dini dan memperbaiki kebijakan secara efektif.
Potensi Maladministrasi dalam Pelaksanaan MBG
Selain delapan masalah utama, Ombudsman juga menemukan empat potensi maladministrasi dalam penyelenggaraan program MBG. Pertama, penundaan berlarut dalam proses pengadaan dan distribusi. Kedua, adanya diskriminasi dalam pemberian layanan. Ketiga, ketidakmampuan atau lemahnya kompetensi dalam penerapan SOP. Keempat, penyimpangan prosedur dalam pengelolaan program.
Perlu Langkah Perbaikan yang Cepat dan Transparan
Menurut Anggota Ombudsman RI, Yeka Hendra Fatika, langkah perbaikan yang cepat, terukur, dan transparan sangat penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap program MBG. Ia menekankan bahwa prinsip pelayanan publik seperti kepastian, akuntabilitas, dan keterbukaan harus ditegakkan secara konsisten.
Data Keracunan yang Mengkhawatirkan
Berdasarkan data yang dikumpulkan, terdapat banyak kasus keracunan selama pelaksanaan program MBG. Sejak Januari hingga September 2025, tercatat 34 kejadian luar biasa keracunan dengan ribuan korban. Beberapa contoh meliputi:
- 657 siswa di Garut keracunan setelah mengonsumsi nasi kotak.
- 497 siswa di Kulonprogo mengalami keracunan karena makanan tidak sesuai standar.
- 1333 siswa di sebuah daerah harus mendapatkan perawatan medis akibat makanan terlambat dan tidak higienis.
- 539 siswa di Lebong, Bengkulu mengalami keracunan.
- Ratusan anak di Banggai Kepulauan mengalami keracunan.
- 200 lebih siswa di Bogor mengalami keracunan akibat ikan cakalang.
- Puluhan siswa di Bangka Pelitung sakit karena makanan terlambat didistribusikan dan basi.
Peristiwa-peristiwa ini menunjukkan pentingnya memperkuat standar keamanan pangan, meningkatkan disiplin distribusi, serta memperbaiki sistem pengawasan yang lebih ketat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!